Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mindful Eating, Bijaksana Soal Makanan

6 Februari 2024   19:46 Diperbarui: 7 Februari 2024   11:48 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mindful Eating, Bijaksana Soal Makanan (gambar: science.org, diolah pribadi)

Dikatakan bahwa, "Semua makhluk bertahan karena makanan." Secara awam, setiap makhluk memang membutuhkan makanan untuk bertahan dalam keberlangsungan kehidupan. Bilamana kekurangan makanan, makhluk-makhluk akan menderita kelaparan.

Masalah kelaparan tidak bisa dianggap sepele, karena mampu memanipulasi makhluk-makhluk untuk melakukan tindakan hina demi bisa makan. Ini akan membuat mereka semakin menderita. Akan tetapi, dalam sudut pandang lain, meskipun tidak sampai melakukan kejahatan besar, makhluk-makhluk akan "bertahan" dalam lingkaran penderitaan selama masih terikat dengan makanan.

Keterikatan dengan makanan muncul, bersebab pada salah melihat makanan. Memandang makanan sebagai sesuatu yang indah. Mengertinya sebagai menyenangkan. Memahaminya sebagai kekal. Menggenggamnya sebagai milikku, aku, diriku. Ini pun bisa dikenal sebagai kemunculan penderitaan.

Lantas, bagaimanakah agar kita tidak terus-terusan melekat dengan makanan?

Untuk itulah dibutuhkan mindfulness, yakni ketidaklengahan, terkhusus saat sedang menyantap makanan. Ketidaklengahan berarti secara kokoh, hati teriringi tiga kualitas terdepan, yakni: semangat, tahu, dan ingat.


Semangat dalam memunculkan pengetahuan kebijaksanaan. Tahu apa saja nilai-nilai kebijaksanaan yang perlu dimunculkan. Ingat untuk menyertakan kebijaksanaan dalam setiap tindakan.

Dengan demikian, sisi-sisi yang berkebalikan dengan kebijaksanaan--dijuluki sebagai pengotor batin--dapat secara tuntas dipadamkan.

Bagaimanakah metode praktik yang bisa dilakukan? Setidaknya sebelum memasukkan kepalan nasi dan lauk ke dalam rongga mulut, kita bisa melakukan perenungan dengan saksama. Demikianlah kalimat yang bisa diucapkan dalam hati:

"Merenungkan dengan saksama, saya menyantap makanan ini. Bukan untuk bersenang-senang, bukan untuk bermabukkan, bukan untuk memperindah tubuh, bukan untuk berhias diri. Namun, hanya untuk menjaga keberlangsungan tubuh ini. Untuk menghindari gangguan, demi berlangsungnya hidup luhur. Dengan berpikiran, 'Saya akan menghilangkan derita (yakni: lapar) yang lampau, dan akan tidak menyebabkan timbulnya derita (yakni: penyakit) yang baru.' Dengan demikian, kelangsungan hidup, ketidakcelaan, dan kenyamanan akan dapat saya peroleh."

Selain merenungkan tujuan utama, kita juga bisa melihat sisi ketidakindahan makanan. Ini bermanfaat agar tidak sampai muncul persepsi kesenangan indriawi yang mendominasi. Kalaupun sudah muncul, bisa diredam.

Makanan akan kelihatan indah jika ditata dengan baik di atas piring. Namun, kalau makanan yang sama berceceran di baju yang baru dicuci, persepsi indah pun tidak lagi muncul. Memahami ini dengan sebenar-benarnya, membuat kita tidak tergandrungi makanan. Untuk alasan yang sama, para bhikkhu diizinkan untuk mencampur semua makanan di dalam patta[1].

Dalam sudut pandang lain, yang disebut sebagai makanan tidak hanya sebatas sesuatu yang dianggap "konkret", melainkan juga termasuk yang dianggap lebih "abstrak". Karena, dalam Dhamma, yang disebut sebagai "makanan" adalah segala keberadaan yang membawa atau menggiring kepada keberlangsungan. Dengan dasar itu, selain makanan yang berbentuk kepalan, juga ada tiga jenis makanan lainnya, yakni: perbenturan, pengetahu, dan kehendak pemikiran.

Ilustrasi para bhikkhu menggunakan dan merawat patta. Sumber: dokumen pribadi
Ilustrasi para bhikkhu menggunakan dan merawat patta. Sumber: dokumen pribadi

Perbenturan adalah sebutan untuk keberadaan batiniah, yakni pertalian antara landasan pengindraan, objek pengindraan, serta pengetahu pengindraan yang muncul bersebab keduanya. Contohnya seperti ini, bersebab adanya mata sebagai pengindraan penglihatan serta objek materi yang dilihat, muncul pengetahu penglihatan. Ketiganya disebut perbenturan penglihatan.

Kemunculan perbenturan tersebut memungkinkan untuk dikenyam sebagai menyenangkan, menyakitkan, atau bukan keduanya. Namun, pengeyaman dan sebab kemunculannya, yakni perbenturan, semestinya dikenal sebagai keberadaan yang sukar bertahan, tidak memuaskan, dipahami sebagai penderitaan.

Pengetahu adalah julukan untuk keberadaan batiniah yang memiliki fungsi mengetahui fenomena pengindraan. Contohnya, pengetahu penglihatan yang mengetahui fenomena penglihatan.

Fenomena ini adalah salah satu penopang gugus-gugus batiniah dan jasmaniah. Kadang-kadang disebut sebagai cipta, batin, kesadaran, pemikiran, hati, atau banyak lagi sebutannya. Bersebab pada pandangan keliru, banyak pihak menganggap bahwa batin itu kekal. Sesungguhnya tidak demikian.

Walaupun kelihatannya selalu muncul bersama dengan segala fenomena, tetapi bisa dilihat sisi lain yang dijuluki sebagai kepadamannya. Sehingga, pemahaman ketidakkekalan dapat dimunculkan dalam memahami fenomena ini.

Kehendak pemikiran adalah sebab kemunculan perbuatan-perbuatan. Semestinya dimengerti sebagai bukan diri. Sehingga, kita memahami bahwa ada tindakan, tetapi tidak ada entitas yang bertindak. Dengan demikian, persepsi keliru sebagai milikku, aku, atau diriku, tidak lagi muncul.

Demikianlah serangkaian metode yang bisa dikedepankan untuk dapat bijaksana soal makanan. Bijaksana berarti tahu tujuan. Karena tahu tujuannya, bisa tahu batasannya. Tahu batasan berarti tidak berlebih-lebihan pun tidak kekurangan. Inilah yang disebut sebagai prinsip jalan tengah dalam setiap fenomena.

**

Keterangan [1] Sebutan untuk mangkuk penerima derma makanan yang digunakan oleh para bhikkhu. Merupakan salah satu perkakas pokok yang dimiliki oleh seorang bhikkhu.

**

Jakarta, 06 Februari 2024
Penulis: Bhikkhu A.S.K. Thitasaddho

Praktisi Dhammavinaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun