Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaknai Tujuan Hidup Melalui Perjuangan Hidup

16 Juni 2022   04:35 Diperbarui: 16 Juni 2022   04:40 1141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memaknai Tujuan Hidup Melalui Perjuangan Hidup (gambar: neurohacker.com, diolah pribadi)

Mereka lalu lari dari rumah tersebut dan memilih untuk tinggal di suatu desa. Ketika Patacara sudah pergi meninggalkan rumah tanpa persetujuan orang tua, dia menjadi seorang yang miskin tidak seperti ketika dia tinggal bersama orang tuanya.

Dia menikah dengan pemuda tersebut dan hidup sebagai istrinya. Bisa dibayangkan betapa sulitnya Patacara hidup saat itu. Dia sudah terbiasa hidup mewah dan segala sesuatu sudah tersedia. Namun sekarang dia harus melakukan urusan rumah tangga seorang diri.

Tidak berapa lama setelah mereka menikah, Patacara mengandung. Ketika usia kandungan kira-kira sembilan bulan lebih, Patacara memutuskan ingin melahirkan di rumah orang tuanya yang sudah pasti akan memudahkan dirinya untuk melahirkan anak dan untuk melanjutkan tradisi keluarga. Tetapi suaminya tidak setuju dengan alasan jika Patacara kembali ke rumah orang tuanya, mereka tidak akan menerima suaminya dan masih banyak alasan lainnya.

Secara diam-diam Patacara pulang seorang diri. Namun suaminya mengetahui dan mengejar Patacara. Suami Patacara berhasil menghampiri Patacara dan mengajak dia untuk kembali ke rumah mereka. Patacara menolak dan terpaksa suaminya ikut. Tetapi kehamilan Patacara sudah sangat dekat jadinya dia terpaksa melahirkan bayinya di balik semak-semak. Karena anaknya sudah lahir, maka dia sudah tidak punya alasan untuk pulang ke rumah orang tuanya.

Hal demikian terjadi untuk kedua kalinya dan saat ini Patacara pergi bersama putra tertuanya. Saat ini dia benar-benar harus melahirkan anak lelakinya yang kedua. Namun keadaan tidak terlalu mendukung. Hujan yang sangat lebat tercurahkan dari langit. Maka dari itu, suaminya mencari tempat yang sesuai untuk Patacara agar bisa melahirkan dengan aman. Suaminya juga mengumpulkan ranting dan dedaunan agar Patacara, putra tunggal dan bayi yang akan lahir tidak basah oleh hujan yang sangat lebat.

Sungguh malang, seokor ular berbisa mematuk suaminya yang sedang mengumpulkan ranting dan dedaunan. Dia meninggal di tempat dengan sangat cepat. Sementara Patacara dan putra tunggalnya masih menunggu dan mengharapkan kedatangannya. Syahdan kelahiran putra kedua Patacara sudah tidak bisa menunggu lagi. Dia lahir saat itu juga.


Malam itu adalah malam yang sangat berat untuk Patacara dan kedua anaknya untuk melewati malam dengan aman dan nyaman. Hanya seorang diri dengan anaknya yang masih kecil dan seorang bayi yang baru saja lahir. Kedua anaknya terus menangis karena suara dari halilintar dan gemuruh air hujan yang lebat dan dahsyat. Patacara hanya bisa merangkul, menutupi mereka dengan kain dan pakaiannya sendiri.

Kendati demikian, mereka berhasil melewati malam itu dengan penuh penderitaan. Patacara berpikir jika suaminya telah meninggalkan mereka atau mengalami kejadian yang naas saat mengumpulkan ranting dan dedaunan.

Dan benar saja. Ketika Patacara melanjutkan perjalanan, dia melihat jenazah suaminya yang tergeletak di tanah. Betapa sedih dan kecewanya dia. Dia menangis keras. Semua harapan hidupnya terasa hambar. Lelaki yang dicintai selama ini telah meninggal dengan cara yang tragis.

Lututnya lemas, jatuh dan segera memeluk suaminya yang sudah tidak bergerak dan kaku. Dia menyesal sudah menuduh suaminya meninggalkan mereka. Dia mencoba untuk berdiri tetapi sangat sulit dan terasa badannya berat. Dia menyalahkan dirinya yang membuat suaminya meninggal secara tragis.

Setelah tidak begitu lama, dia masih memiliki harapan untuk pergi dan bertemu dengan keluarganya di Savatthi. Dia memutuskan melanjutkan perjalanan bersama kedua anaknya meskipun hujan lebat masih tercurahkan dari langit tanpa henti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun