Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Renungan Waisak: Perlindungan vs Penjara Kehidupan

15 Mei 2022   05:57 Diperbarui: 15 Mei 2022   19:59 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Renungan Waisak: Perlindungan vs Penjara Kehidupan (gambar: npr.org, diolah pribadi)

Setelah 28 tahun hidup menikmati berbagai kemewahan dunia, pangeran Siddhatta melihat untuk pertama kalinya orang yang sakit, orang yang tua, orang yang meninggal dunia. Beliau lalu tersadarkan, betapa hidup ini masih terpenjara. Tidak bisa sebebas-bebasnya menikmati hidup, karena ada batasnya, ada masanya. Bahwa ini semua pasti berakhir.

Meskipun beliau sudah bergelimang harta, makanan mewah, hiburan, memiliki tubuh yang sehat dan kuat, telah dicalonkan sebagai raja, memiliki istri yang cantik, disayangi ayah ibunya dan sanak keluarga. Tetap, saja semua kondisi tersebut hanya sementara.

Beliau telah memiliki semua yang diidamkan oleh banyak orang. Namun, Beliau sadar pada akhirnya semua itu akan dirampas oleh usia tua, sakit, dan kematian.

Dalam proses perenungan Siddhatta Gotama tentang fenomena usia tua, sakit dan kematian, beliau menjalani kehidupan petapa. Kehidupan istana yang megah dan banyak kemudahan sudah tidak lagi menyenangkan hatinya. Semuanya telah menjadi penjara baginya. Upaya ayahnya untuk memanjakan kehidupannya sudah tidak lagi berhasil.

Perjalanan berat pun dimulai, karena untuk bisa menjalani kehidupan petapa beliau perlu meninggalkan semua posisi dan kepemilikannya. Baik sebagai ayah, anak, suami, dan semua harta bendanya.

Semuanya ditinggalkan untuk menjalani kehidupan yang sama sekali baru baginya. Semuanya dijalani dengan sebuah kesadaran, bahwa pada akhirnya usia tua, sakit, dan kematian-lah yang akan ditemui.

Jadi, selagi masih hidup, demi cinta kasihnya kepada semua orang yang ia kenal, beliau bertekad menemukan obat untuk mengatasi usia tua, sakit dan kematian.

Setelah melalui perjuangan yang berat selama 6 tahun, pada akhirnya petapa Gotama menemukan cara mengatasi penjara kehidupan. Sehingga meskipun masih dalam tatanan kehidupan seperti manusia pada umumnya, batinnya telah terbebas dari sekat-sekat penjara kehidupan. Di kemudian hari Siddhatta, yang telah menjadi Buddha, kembali ke keluarga dan orang-orang yang dikenalnya, mengajarkan cara mengatasi usia tua, sakit, dan kematian.

Di sini kita melihat, Buddha melihat kehidupan sebagai penjara. Namun "penjara" bagi Buddha adalah motivasi bagi dirinya dalam mencapai penerangan sempurna. Terkadang kita pun demikian, melihat hidup juga seperti penjara. Tapi kita melihatnya dengan cara berbeda.

Reaksi orang yang merasa dirinya terpenjara selalu merasa stress, depresi, tidak berdaya, putus asa. Akibatnya, kesal, marah, dan berbagai emosi negatif lainnya memenuhi batin.

Sedangkan Buddha sendiri merasakan reaksi seperti baru terbebas. Ada kelegaan, kedamaian, dan berbagai kondisi batin baik lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun