Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Seorang Triad yang Tidak Pernah Mencintai Dirinya

22 Maret 2022   05:50 Diperbarui: 22 Maret 2022   05:55 2235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kehidupan Seorang Triad yang Tidak Pernah Mencintai Dirinya (imdb.com, film triad, diolah pribadi)

Orang-orang memanggilnya dengan Toni. Ia adalah seorang yang berasal dari desa miskin di Tiongkok. Berimigrasi ke Hong Kong untuk mencari penghidupan yang lebih baik.

Toni bekerja di suatu pabrik dengan upah yang sangat minim. Apa boleh buat, dia tidak memiliki pendidikan formal yang memadai, ia berasal dari kampung nun jauh di sana.

Toni bekerja pada lingkungan yang keras. Ia sering jadi korban perundungan, sering pula jadi korban ketidakadilan. Toni menerimanya dengan penuh kekecewaan.

Kesabaran ada batasnya, Toni yang mencoba diam tidak bisa lagi menerima perlakuan yang ia terima. Dari pertengkaran kecil, percekcokan besar, hingga menjadi perkelahian. Toni pun dipecat.

Lalu Toni mencoba lagi. Berbagai jenis pekerjaan kasar, dari pencuci mobil hingga kerja di dapur. Namun, di setiap tempat kerja, Toni tidak pernah luput dari perkelahian. Baik dengan sesama pekerja, atau pun karyawan.

Toni tidak pernah berubah.

Pada tahun 1997, Hong Kong dikembalikan ke Tiongkok. Inggris tidak lagi berkuasa atas negara pulau tersebut. Fenomena sosial pun bergolak, termasuk masalah keamanan.

Aksi kriminalitas terjadi dimana-mana, ditenggarai ada aktornya. Para mafia dan gangster jalanan. Kota metropolis Hong Kong tidak lagi aman, tapi tidak bagi Toni.

Ia bergabung dengan Triad, kelompok yang marak dikenal sebagai Mafia Hong Kong. Toni menemukan bakatnya di sana. Aksi kriminal, menjual obat-obat terlarang, tak lupa juga perkelahian yang selama ini telah mewarnai hidupnya.

Toni menjadi buronan polisi Hong Kong, dan juga incaran dari lawan-lawan gangster.

Namun bagaimana pun juga, Toni memiliki hati. Ia jatuh hati kepada seorang gadis dari keluarga biasa-biasa saja. Gayung bersambut, cinta berlanjut. Seorang bayi lelaki lahir dari hasil hubungan mereka.

Sayangnya, hubungan tersebut tidak berlangsung lama. Sang wanita meninggalkan Toni dan anaknya, karena keadaan mereka yang tidak pernah stabil.

Toni pun menyadari, perempuan yang dia cintai tidak pernah kembali. Terlalu banyak pertengkaran yang mereka lalui.

Akhirnya Toni berjanji untuk membesarkan anaknya seorang diri. Ia bahkan bertekad untuk keluar dari Triad.

Di pagi hari dia akan membuat dan memberi susu, memandikan, memakai baju mengganti popok bayinya.

Setelah itu, Toni juga menitipkan sang bayi kepada tetangga saat ia bekerja. Tentunya dengan upah yang sudah ditentukan.

Toni sekarang berubah. Dia menjadi lebih sabar bekerja, lebih tenang, dan lebih mawas diri. Dia lebih banyak mengalah jika diperlakukan tidak baik. Semuanya, Toni lakukan demi putranya.

Tanpa terasa, perjalanan hidup yang begitu melelahkan sudah Toni lalui. Tanpa dirasa, tibalah waktu bagi anaknya untuk masuk sekolah taman kanak-kanak.

Hari pertama seharusnya menjadi hari yang paling bahagia. Tapi, justru sebaliknya. Toni bertemu musuh lamanya. Dia tak bisa menghindari, dipukul, dikejar, dipukul, dan dikejar lagi oleh sekawanan gangster.

Untungnya Toni masih gesit, dia dapat lolos dari marabahaya tersebut, mesklpun dirinya mengalami luka di sekujur tubuhnya.

Tapi, Toni tegar. Semuanya demi anaknya. Ia harus menjemputnya di sekolah. Momen yang tidak bisa ia lewatkan, karena hanya sekali seumur hidup.

Toni tidak ingin ke rumah sakit, cukup beristirahat di rumah saja. Ia akan baik dengan sendirinya, seperti yang sudah sering ia alami dulu. 

Sebelum tertidur, Toni memesan anaknya agar tidak mengganggu dirinya selama dia beristirahat.

Tetapi saat Toni tertidur lelap, anaknya memecahkan piring beserta makanan yang ada di atasnya. Toni terbangun dengan kaget, langsung saja dia marah. Kemarahan yang sudah lama tidak muncul, menjadi muncul kembali.

Toni ingin sekali membentak anaknya dengan keras. Ia ingin mencaci keras seperti dulu yang biasa ia lakukan.

Toni ingin sekali meninju meja di hadapannya. Tidak peduli kepada siapa pun, bahkan mungkin kepada anaknya sekali pun.

Tapi pada saat dia melihat muka anaknya yang sangat dia cintai, seketika itu pula kemarahannya berhenti dan mereda.

Anak semata wayang Toni dapat melihat aura kemarahan yang terpancar dari ayahnya pada saat itu. Dia lalu mendekati Toni dan merangkulnya, "Maafkan aku, ayah. Saya berjanji untuk tidak ceroboh lagi."

Toni terhenyak, ia sadar. Dirinya kini tidak seharusnya menjadi Toni yang dulu lagi. Dia pun merangkul dan minta maaf kepada anaknya sendiri; "Ayah mencintaimu dengan segenap hati, maafkanlah ayahmu".

Moral cerita...

"Cintailah semua makhluk seperti halnya seorang ibu mencintai anaknya yang tunggal."

Terkadang kita hanya mencintai pasangan kita, orang tua kita dan tentunya anak sendiri. Tetapi cinta tersebut tidaklah menyebar dan meluas. Seharusnya seorang mencintai semua pihak tanpa perbedaan dan tanpa batasan.

Kisah ini mengajarkan kita untuk mencintai setiap individu yang dimulai dengan mencintai diri sendiri dengan benar.

Ketika kita memiliki cinta kasih atau kasih sayang yang sudah dikembangkan dan dilatih maka kebencian, kemarahan dan dendam akan sirna.

**

Los Angeles, 22 Maret 2022
Penulis: Willi Andy untuk Grup Penulis Mettasik

mettasik, willi andy, dokpri
mettasik, willi andy, dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun