Mohon tunggu...
Kompasianer METTASIK
Kompasianer METTASIK Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Metta, Karuna, Mudita, Upekkha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apakah Agama Buddha Toleran terhadap Tradisi?

31 Januari 2022   04:48 Diperbarui: 31 Januari 2022   05:35 1195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Apakah Agama Buddha Toleran Terhadap Tradisi? (ngprague.cz)

Sebagai contoh, persembahan dan doa kepada Dewa Dapur adalah tradisi yang dilakukan pada saat menjelang imlek. Tepatnya setiap tanggal 26 bulan 12 imlek.

Syaratnya adalah menyajikan persembahan yang manis-manis. Konon agar sang Dewa Dapur dapat melapor ke Kaisar Langit tentang perilaku kita yang baik-baik saja.

Lantas, apakah sebagai umat Buddha, kita langsung bisa menerima atau justru menolak mentah-mentah tradisi tersebut?

Tidak sobat. Jangan diterima buta-buta.

Transformasikan pemahaman tersebut dalam makna yang lebih sederhana. Bahwa tradisi ini memiliki manfaat. Mengajarkan kepada kita untuk selalu melakukan perbuatan-perbuatan baik sepanjang hidup.

Memberikan persembahan makanan dan minuman (amisa dana) kepada sebuah entiti yang pantas dihormati juga adalah perbuatan baik. Itu adalah bentuk praktik dari Mangala Sutta.

Selain itu, mengucapkan tekad (patthana) agar amisa dana yang kita berikan beserta seluruh perbuatan baik yang telah kita lakukan, senantiasa dapat membawakan kebahagiaan bagi para leluhur, orang yang kita cintai, dan seluruh mahluk di dunia ini. Tidak lupa juga berdoa agar "Semoga Seluruh Mahluk Berbahagia."

Tidak seyogyanya juga kita menolak, hanya karena Dewa Dapur tidak pernah menunjukkan batang hidungnya. Karena jika itu dilakukan, maka Anda akan menimbulkan pertentangan dan pertengkaran yang tidak perlu dengan mereka yang meyakininya.

Suatu tradisi yang sudah turun-temurun, adalah warisan yang harus dihargai. Meskipun terkesan kuno, namun ia juga mengandung makna ajaran yang bermanfaat bagi para anak dan cucu.

Contoh lainnya lagi adalah Angpao.

Secara tradisi, uang dalam amplop merah adalah lambang keberuntungan menyambut tahun yang baru saja berlabuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun