Alasan pertama dan yang paling praktis adalah soal waktu. Peran seorang pemimpin formal---seperti Ketua, Kepala, atau Manajer---menuntut pengorbanan waktu yang tak terhindarkan dan tanggung jawab yang bersifat 24/7.Â
Pemimpin harus hadir dalam setiap pertemuan, mengurus birokrasi, dan menjadi wajah publik organisasi. Sementara itu, seorang power broker woman sering kali sudah disibukkan oleh kepentingan diri yang lain, yang mereka anggap lebih utama: bisa jadi karier profesional yang menuntut, atau tanggung jawab domestik dan keluarga yang tak kalah menyita energi.Â
Dengan menjadi pembisik, ia dapat memengaruhi hasil dan mengontrol organisasi hanya pada momen-momen krusial, tanpa perlu terikat pada rutinitas dan beban administratif jabatan formal. Ia ingin memiliki pengaruh, tetapi tidak ingin terbebani oleh jadwal.
2. Adaptasi terhadap Budaya Patriarki
Faktor kedua adalah adaptasi terhadap budaya patriarki. Di banyak komunitas dan organisasi, budaya yang lebih menghargai atau memercayai kepemimpinan laki-laki masih sangat kental.Â
Stereotip sosial sering kali menempatkan sosok pria dirasa lebih memiliki kemampuan handling massa, negosiasi dengan pihak luar, atau menghadapi konflik secara publik dibandingkan wanita. Realitas ini, disadari atau tidak, dapat menjadi penyebab utama munculnya peran power broker woman.
Alih-alih melawan arus yang melelahkan untuk mendapatkan legitimasi publik, sang wanita lebih memilih beradaptasi. Ia memenuhi hasratnya untuk memimpin dan mengatur dengan menjadi broker dan whisperer bagi pemimpin pria.Â
Dengan demikian, ia dapat memastikan agendanya terlaksana dengan memanfaatkan legitimasi formal yang dimiliki oleh pemimpin pria, sehingga dampak yang ia inginkan tetap tercapai tanpa harus berhadapan langsung dengan bias gender di mata khalayak.
3. Hasrat untuk Lepas dari Tanggung Jawab
Meskipun terdengar negatif, alasan ketiga adalah keinginan untuk lepas dari tanggung jawab formal. Mencetuskan ide cemerlang itu relatif mudah, namun mempertanggungjawabkan pelaksanaan, kegagalan, dan risiko yang menyertainya jauh lebih sulit.Â
Peran power broker woman memungkinkan individu untuk mencetuskan ide-ide radikal, mengarahkan jalannya proyek, atau bahkan melakukan kritik pedas, tanpa harus memikul konsekuensi formal jika hasilnya tidak sesuai harapan.Â