Memang terasa hiperbola dan mungkin prematur karena Gennaro Gattuso baru menuntaskan tiga laga menukangi Gli Azzurri, namun sentuhan perdana "Rino" sudah mampu menghadirkan aroma duet Harry Kane dan Didier Drogba di lini serang Italia. Sentuhan magis yang seketika membuat Azzurri kembali ditakuti.
Tengok saja, total 13 gol dicetak dalam tiga laga di bawah komando Gattuso, di mana 7 di antaranya dihasilkan oleh dua pemain yang saya maksud: Mateo Retegui dan Moise Kean. Keduanya seolah langsung klop dan menemukan harmoni yang dicari-cari tim nasional Italia selama ini.
Teranyar, pada Minggu (12/10/2025) dini hari WIB, masing-masing striker tersebut menyumbang satu gol krusial dalam kemenangan 3-1 yang didapat di kandang Estonia. Satu gol lain dilesakkan oleh debutan Francesco Pio Esposito, sekaligus menempatkan Italia (12 poin/5 laga) menempel ketat Norwegia (18 poin/6 laga) di peringkat kedua Grup I Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Eropa.
Sebuah hasil yang menjadi winning streak ketiga sejak ditukangi Gattuso, dan ini sontak memberikan angin sejuk pada negara yang sempat terancam tidak ikut Piala Dunia tiga kali berturut-turut. Kegagalan ke Rusia 2018 dan Qatar 2022 sudah cukup menyakitkan, dan kini harapan tampil di Amerika Utara tahun 2026 kembali membuncah di dada Tifosi.
Ini bukan sekadar menang, ini tentang cara menang, dan siapa yang mencetak gol. Duet Retegui-Kean muncul ke permukaan sebagai solusi instan dan terbukti efektif. Lantas, bagaimana maksudnya Retegui dan Kean serupa duet Kane dan Drogba?Â
Mari kita bahas tuntas, mengapa Italia kini punya dua "monster" baru di lini depan.
Waktu Mengubah Kedewasaan Retegui dan Kean
Duet maut ini tidak muncul dari ruang hampa. Ada proses kedewasaan dan dinamika waktu yang membentuk keduanya menjadi sosok yang matang dan siap secara mental untuk memimpin lini serang negara adidaya sepak bola.
Mateo Retegui sempat menjadi sorotan tajam di bursa transfer musim panas lalu. Pemain berdarah Argentina yang berkarier di Italia ini membuat keputusan mengejutkan dengan pindah dari Atalanta ke Al Qadisiah di Liga Pro Saudi. Kasat mata, pemain 26 tahun ini jelas mengutamakan pundi dengan gaji bombastis, kabarnya mencapai 20 juta Euro per musim untuk merumput di Arab Saudi.
Apakah ini mengindikasikan kemampuannya akan menurun? Ternyata tidak. Bersama Al Qadisiah, Retegui sudah mencetak 3 gol dalam 5 laga, dan terasa sekali di atas lapangan bahwa ia kini semakin dewasa dalam bermain.Â
Kepindahan itu, entah bagaimana, memberinya ketenangan dan status sebagai "pemain utama" yang tak tergantikan, status yang jarang didapatnya di klub Serie A yang penuh rotasi.
Lalu sosok kedua adalah Moise Kean, yang kita akan ingat sebagai wonderkid yang diombang-ambing dari Juventus, Everton, PSG, hingga kini mapan sebagai striker andalan Fiorentina. Dari banyaknya kepindahan yang ia jalani, waktu terasa begitu lambat karena faktanya, ia masih 25 tahun!
Ini berdampak besar bagi kedewasaan dan mental bermainnya yang kini terasa sangat fasih memerankan posisi yang cukup langka di dunia sepak bola: Bomber murni. Semua turbulensi karier tersebut kini terbayar lunas dengan kepercayaan dari Gattuso, dan yang terpenting, gol-gol ke gawang lawan.
Strategi Gattuso Mudahkan Duet Retegui-Kean
Gennaro Gattuso, yang dikenal keras kepala dan pragmatis, tahu betul bagaimana memanfaatkan kualitas fisik dan mental dua striker barunya. Hal mendasar yang diubah Gattuso adalah formasi dan cara bermain yang secara eksplisit bertujuan untuk memperbanyak kiriman bola ke kotak penalti.
Italia terlihat tidak lagi terlalu lama memainkan bola dari sisi ke sisi dengan umpan-umpan manja menambah ball-possesion. Sebaliknya, mereka terlihat lebih direct menuju dua sosok yang mampu menahan bola dengan baik ini.
Di sisi sayap, ada Federico Dimarco, Mateo Politano, dan Matia Zaccagni yang bertugas memberikan umpan silang akurat. Mereka tidak dituntut untuk melakukan dribbling berlebihan, tetapi fokus pada kualitas crossing yang mematikan.Â
Belum lagi dari rusuk lapangan, ada Alessandro Bastoni, Sandro Tonali, dan Nicol Barella yang siap memberikan umpan-umpan vertikal yang akurat, langsung membelah pertahanan lawan.
Ketiadaan pemain flamboyan dan mengutamakan possession seperti Jorginho, membuat distribusi bola lebih vertikal ke atas. Filosofi Gattuso jelas: Jika Anda punya dua striker yang mampu mendominasi area penalti, maka umpan bola harus sampai ke sana secepat mungkin.
Strategi yang tampak sederhana ini menjamin Retegui dan Kean selalu berada di area yang mereka kuasai, memaksa para fullback lawan untuk mundur lebih dalam, dan menciptakan ruang gerak bagi para gelandang.
Terlihat nyata dari tujuh gol yang disumbang keduanya, hanya satu gol Retegui ke jala Estonia (6/9/2025) yang berasal dari luar kotak penalti.
Metamorfosis Retegui-Kean Jadi Kane-Drogba
Membayangkan mempunyai tim dengan Harry Kane dan Didier Drogba sebagai dua tombak kembar, akan menggaransi kengerian yang permanen bagi lini pertahanan lawan.Â
Ini adalah perpaduan ideal antara Target Man dan False Nine yang mampu mencetak gol dari situasi apapun. Dari sisi penampilan fisik dan performa, Retegui dan Kean menjanjikan hal itu.
Mateo Retegui adalah Harry Kane-nya Italia. Rambut Retegui yang disisir ke belakang terasa sekali sedingin Draco Malfoy versi dewasa, serupa dengan aura tenang Harry Kane. Ini juga didukung visi bermain Retegui yang kini lebih tenang dalam memutuskan menahan, mengumpan, ataupun mengkonversi bola menjadi gol.
Efektivitasnya meningkat tajam dibanding saat pertama muncul ke permukaan Serie A, di mana ia banyak berlari tanpa arah berseragam Atalanta.Â
Retegui kini lebih mau berkorban turun ke bawah menjemput bola, dengan visi bermain yang semakin tinggi dalam menguasai area lapangan. Ia adalah penghubung antara lini tengah dan depan, dengan kemampuan akhir yang mematikan.
Lalu ada Moise Kean, Didier Drogba ala Italia. Dengan postur besar dan tegap mirip Drogba, Kean selalu siap menerima bola apapun yang diberikan padanya, baik crossing lambung, maupun umpan terobosan tajam.Â
Agak lebih tradisional, ia bisa memilih untuk mengumpan balik ke rekannya, atau menundukkan kepala lalu membawa bola itu ke bidang berbahaya lawan sambil tangannya mengepak bak buldoser. Inilah tipikal bomber ulung yang punya hak untuk egois di depan gawang.
Kombinasi antara playmaker-striker yang tenang (Retegui) dengan power-striker yang eksplosif (Kean) adalah kengerian baru Italia. Tujuh gol kolektif sejauh ini menjadi bukti bahwa ramuan Gattuso cukup berhasil.
15 Oktober esok mereka akan menjamu Israel di laga keenam, sebuah kesempatan emas untuk mengamankan posisi kedua. Dan tinggal ditunggu saja tanggal mainnya, 17 November, saat mereka berkesempatan membalas kekalahan menyakitkan dari Norwegia.Â
Tiket lolos langsung ke Piala Dunia 2026 masih terbuka lebar bagi Gli Azzurri, sembari mereka terus berharap Harry Kane dan Didier Drogba kepunyaannya terus produktif dan kian menakutkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI