Federasi dan liga memiliki mekanisme check and balance yang kuat. Di sisi lain, ada peran media dan publik yang bisa melakukan analisa mendetail, yang kerap juga divalidasi kebenarannya.
Di sinilah letak perbedaan mendasar dengan respons yang cenderung reaktif di Indonesia. Alih-alih langsung mengancam "pengusiran", otoritas seharusnya lebih dulu mendengarkan, meneliti kebenaran klaim, dan mengambil tindakan berdasarkan fakta, bukan emosi sesaat.
Simbiosis Mutualisme Pemain Asing dan Liga: Investasi yang Harus Dihargai
Keberadaan pemain asing berkualitas adalah salah satu elemen penting dalam memajukan kualitas kompetisi sepak bola di berbagai negara, termasuk Indonesia. Yuran Fernandes, dengan status kapten dan bek andalan PSM Makassar, jelas merupakan salah satu pemain Grade A yang telah memberikan kontribusi signifikan bagi tim dan liga secara keseluruhan.Â
Mereka membawa pengalaman, kualitas teknik, dan daya tarik bagi penggemar. Klub mengeluarkan investasi besar untuk mendatangkan dan menggaji mereka. Seharusnya, ada hubungan simbiosis mutualisme yang terjalin antara pemain asing dan liga.
Ketika seorang pemain asing, yang notabene adalah aset liga dan klub, melontarkan kritik, otoritas seharusnya melihatnya sebagai early warning system. Mengabaikan atau bahkan mengancam "mengusir" pemain hanya karena luapan emosi sesaat adalah tindakan yang kontraproduktif.Â
Pemain asing juga berhak mendapatkan lingkungan kerja yang profesional dan adil. Jika mereka merasa ada ketidakberesan yang menghambat kualitas pertandingan, wajar jika mereka menyuarakannya. Tugas otoritas adalah mendengarkan, memverifikasi, dan mengambil tindakan korektif jika memang ada masalah, bukan langsung defensif dan reaktif.
Gagal Fokus Federasi?
Reaksi keras Erick Thohir terhadap komentar Yuran Fernandes, hingga mengeluarkan ancaman "pengusiran", menunjukkan gagal fokusnya federasi dalam menyikapi masalah yang lebih mendasar. Alih-alih terpancing emosi dan reaktif terhadap teriakan seorang pemain, energi dan fokus federasi seharusnya lebih diarahkan pada pembenahan fundamental liga.Â
Kasus wasit Nendia Rohaendi yang diprotes Yuran, dan sebelumnya juga dilaporkan CEO Semen Padang Andre Rosiade pada April lalu usai memimpin laga Semen Padang vs PSIS Semarang, mengindikasikan adanya masalah yang lebih sistemik dalam kualitas pengorganisasian wasit.
Saya pribadi tidak ingin dan tidak berhak untuk menghakimi benar-salahnya keputusan sang pengadil. Yang ingin saya tekankan adalah bagiamana mekanisme mengenai evaluasi wasit yang harus ditingkatkan, mengadopsi sepakbola di belahan dunia yang sudah lebih maju. Ya, semudah itu, copy-paste...
Momen kesalahan wasit akan selalu ada karena dia juga manusia. Namun ada mekanisme penilaian yang bisa menyerap aspirasi dari pihak yang dirugikan, publik, maupun media di luar sana. Jika wasit disinyalir melakukan kesalahan, maka ia wajib diparkir sebagai hukuman ataupun memberi waktu tenang.
Bicara yang lebih holistik, kita bisa belajar dari Liga Malaysia yang secara peringkat ASEAN lebih baik dari Liga 1. Fokus utama federasi dan operator liga seharusnya adalah meningkatkan profesionalisme klub, memastikan kesejahteraan pemain (termasuk gaji tepat waktu), dan meningkatkan kualitas tata kelola liga secara keseluruhan.Â