Mohon tunggu...
Greg Satria
Greg Satria Mohon Tunggu... FOOTBALL ENTHUSIASTS

Just Persistence

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sisa Perjalanan Berat Chelsea di EPL: DNA Eropa jadi Kunci

6 Mei 2025   10:12 Diperbarui: 6 Mei 2025   10:12 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seleberasi Cole Palmer saat mencetak gol pamungkas ke gawang Liverpool, 4 Mei 2025. Sumber : AFP/HENRY NICHOLLS via kompas.com

Bagi tim sebesar Chelsea, dengan dua trofi Liga Champions yang menghiasi lemari kaca Stamford Bridge, bermain di kompetisi kasta tertinggi Eropa bukanlah sekadar target, melainkan sebuah keharusan. 

Absen dari panggung Liga Champions musim depan akan terasa seperti luka menganga dalam sejarah klub yang kaya akan prestasi. Setelah musim yang penuh gejolak dan perubahan, tiga pertandingan terakhir di Premier League musim 2024/2025 menjadi penentu nasib The Blues. 

Bukan hanya soal gengsi, lolos ke Liga Champions juga krusial bagi stabilitas finansial, daya tarik bagi pemain bintang, dan tentu saja, menjaga reputasi sebagai salah satu kekuatan utama sepak bola Eropa.

Bersama dengan Arsenal (67 poin), Man City (64 poin), Newcastle (63 poin), Nottingham (61 poin), dan Aston Villa (60 poin), pasukan Enzo Maresca yang berada di peringkat lima (63 poin) sebagai ambang akhir lolos UCL kudu waspada dalam persaingan ini.

Di tengah sengitnya "tiga Final" memperebutkan tiket ke kompetisi elit tersebut, Chelsea dihadapkan pada ujian berat. Tiga laga pamungkas melawan tim-tim yang juga memiliki ambisi besar, bahkan beberapa di antaranya merupakan rival langsung, menuntut konsentrasi penuh dan mentalitas baja. 

Setelah memastikan diri melaju jauh di Conference League, potensi godaan untuk "main-main" di liga demi fokus meraih satu-satunya gelar Eropa yang belum pernah mereka rengkuh, bisa menjadi batu sandungan yang berbahaya. 

Namun, bagi tim yang pernah merasakan manisnya angkat trofi "Si Kuping Besar", Liga Champions tetaplah prioritas utama. Sisa perjalanan ini akan membuktikan seberapa besar hasrat dan DNA juara Eropa masih bersemayam dalam skuad The Blues. 

Mampukah mereka melewati hadangan demi mengamankan tempat di panggung yang seharusnya menjadi habitat alami mereka? Jawabannya akan tersaji dalam tiga laga krusial yang akan menguji segalanya.

Tiga Laga Pamungkas, Jangan Sampai Tersedak Biji Salak!

Tiga pertandingan sisa, ibarat tiga anak tangga terakhir menuju surga Liga Champions. Tapi, anak tangga ini bukan dari marmer licin, melainkan penuh ranjau paku dan durian runtuh. 

Lihat saja lawan-lawannya: Newcastle United di St James' Park (11/5/2025), kandang sendiri menjamu Manchester United (17/5/2025) yang lagi labil tapi tetap berbahaya, dan ditutup lawatan maut ke Nottingham Forest (25/5/2025) yang lagi kesetanan demi tiket Eropa.

Dua dari tiga lawan ini jelas-jelas rival langsung dalam perebutan lima besar.

Newcastle, dengan dukungan publik yang beringas, jelas bukan tempat yang nyaman untuk sekadar jalan-jalan sore. Hasil seri di sana, kalau kata orang bijak, sudah lumayan ketimbang pulang bawa oleh-oleh kekalahan pahit. 

Kuncinya? Otak dingin Enzo Maresca harus encer. Rotasi pemain lawan Djurgarden di Conference League jelas wajib hukumnya. Jangan sampai Cole Palmer dkk loyo duluan sebelum bertempur di St James' Park. Palmer memang lagi on fire, golnya ke gawang Liverpool kemarin jadi bukti. Tapi, satu pemain saja tak cukup untuk menaklukkan badai di Tyneside.

Lalu, ada Manchester United tim yang sebenarnya "sudah selesai" di liga paska dipastikan tidak terdegradasi. Pasukan Ruben Amorim punya fokus utama meraih jalan ke UCL, melalui juara Europa League. Semesta mendukung kemenangan The Blues, seharusnya.

Terakhir, Nottingham Forest di City Ground. Jangan ketipu dengan status mereka yang katanya "di bawah" Chelsea.

Main di kandang sendiri, dengan trio penyerang cepat Elanga, Gibbs-White, dan Hudson-Odoi, mereka bisa jadi mimpi buruk buat lini belakang The Blues yang kadang masih suka membuat kesalah. 

Laga ini bakal jadi penentuan sesungguhnya. Kalau sampai terpeleset biji salak di sini, impian Liga Champions bisa menguap di ujung jalan.

Pun demikian, kemenangan 3-1 di Stamford Bridge atas Liverpool akhir pekan lalu memang bikin suporter Chelsea jingkrak-jingkrak. Tapi, Daniel Sturridge, mantan pemain yang kini jadi pengamat pedas, punya sentilan menohok. 

Selebrasi ruang ganti yang terlalu heboh dianggapnya memalukan. Katanya, Chelsea harusnya malu cuma rebutan posisi lima besar, bukan gelar juara yang jaraknya sudah 19 poin dari Liverpool. Ada benarnya juga omongan Sturridge ini.

Gara-gara Conference League, Jangan Sampai Fokus Buyar!

Satu kaki sudah menjejak final Conference League. Lawan Djurgarden di leg kedua nanti, dengan keunggulan agregat, seharusnya bisa diatasi. 

Tapi, di sinilah letak potensi bahayanya. Euforia final, apalagi ini satu-satunya gelar Eropa yang belum pernah dicicipi Chelsea, bisa mengalihkan fokus dari pertempuran sengit di liga.

Bayangkan saja, Cole Palmer dkk sudah membayangkan angkat trofi di panggung Eropa. Otomatis, pikiran soal Newcastle, MU, dan Forest bisa sedikit terdistraksi.

Ini wajar, namanya juga manusia. Tapi, Enzo Maresca harus pintar-pintar menjaga keseimbangan. Jangan sampai Conference League jadi "anak tiri" yang justru menjegal langkah Chelsea ke Liga Champions musim depan.

Lolos ke final plus juara memang bagus buat gengsi dan sejarah klub. Tapi, bermain di Liga Champions musim depan jauh lebih penting buat masa depan tim, buat menarik pemain bintang, dan buat pundi-pundi uang klub. 

Trofi Conference League, jujur saja bisa berpotensi mendapat ikan teri tapi kehilangan kesempatan menangkap paus.

Pilihan bijaknya adalah tetap menjadikan target lolos Liga Champions sebagai prioritas utama, tanpa meremehkan Conference League tentunya. 

Manfaatkan kedalaman skuad, rotasi pemain yang cerdas, dan jaga mentalitas juara di setiap pertandingan.

DNA Eropa Bicara, Terutama di Hutan Belantara City Ground!

Chelsea punya sejarah panjang di kompetisi Eropa, terutama di Liga Champions. Gelar juara tahun 2012 dan 2021 adalah bukti sahihnya. 

DNA juara Eropa ini, meski skuadnya sudah banyak berubah, seharusnya masih mengalir dalam darah para pemain, terutama para "mantan juara" seperti kapten Reece James dan Trevor Chalobah.

Pengalaman bertarung di level tertinggi, mentalitas pantang menyerah di kompetisi Eropa, ini semua modal berharga yang bisa jadi pembeda di sisa musim ini. 

Terutama di laga pamungkas melawan Nottingham Forest. Bermain di kandang lawan dengan tekanan suporter tuan rumah yang pasti membara, mental baja dan pengalaman Eropa akan sangat dibutuhkan.

Forest memang punya pemain-pemain cepat yang berbahaya. Tapi, Chelsea punya kualitas individu yang lebih baik dan pengalaman menghadapi tekanan di laga-laga krusial. 

Kuncinya adalah bermain disiplin, taktis, dan memanfaatkan setiap peluang sekecil apapun. Jangan sampai terpancing permainan cepat Forest dan lengah di lini belakang.

Laga di City Ground ini akan jadi ujian sesungguhnya bagi Enzo Maresca dan para pemainnya. Apakah mereka punya mentalitas juara sejati? Apakah "DNA Eropa" yang diwariskan generasi sebelumnya masih bersemi di skuad saat ini? 

Berkaca sengan kondisi yang sama tahun 2021 saat mereka bertarung slot UCL terahir dengan Leicester, seharusnya sih lolos.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun