Mohon tunggu...
Gregorius Aditya
Gregorius Aditya Mohon Tunggu... Konsultan - Brand Agency Owner

Seorang pebisnis di bidang konsultan bisnis dan pemilik studio Branding bernama Vajramaya Studio di Surabaya serta Mahasiswa S2 jurusan Technomarketing Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). Saat ini aktif mengembangkan beberapa IP untuk bidang animasi dan fashion. Penghobi traveling dan fotografi Landscape

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Analisis di Balik Tagar #BoikotErspo dan Masalah Etika Profesi Desainer

1 April 2024   06:35 Diperbarui: 1 April 2024   08:20 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Jersey Timnas Indonesia 2024. Sumber: hops.id

Baru-baru ini, beberapa kalangan warganet khususnya di Twitter (atau x.com) dihebohkan dengan naiknya trending topic berupa tagar #BoikotErspo. Tagar ini dilansir dari Bolasport.com muncul setelah beberapa pengguna Twitter geram dengan sikap desainer dari proyek Jersey Timnas Indonesia 2024 yang dimenangkan oleh Erspo, satu sub brand dari Erigo. 

Kasus tersebut dikutip dari bolasport.com bermula saat dalam podcast Registaco dimana Coach Justinus Lhaksana mengomentari replika kaus jersey timnas Indonesia 2024 tersebut. Kaus jersey tersebut bagi Coach Justin dianggap logonya murah, lekukannya terlalu terlihat, lingkaran dari logo terlalu offside, perisai (shield) tidak terlihat langsung, terkesan tempelan tanpa kesan eksklusif. 

"Untuk gua kalau ini dijual Rp600 ribu (replica), value gua cuma pe-goh doang (Rp150 ribu),” ujar Coach Justin. 

Pangeran Siahaan dan Hanif Thamrin yang mendampingi acara tersebut kemudian menjelaskan bahwa mereka berbicara dalam sudut pandang sebagai konsumen dan suporter sepak bola.


Ulasan tersebut kemudian ditanggapi oleh sang desainer, Ernanda Putra di twitternya. Dalam cuitan tersebut, Ernanda melayangkan komentar yang cukup akhirnya menyulut kemarahan netizen.


“Justin yang gua tahu cuma Justin Hubner, Timberlake, dan Bieber."

"Siapalah dia tiba-tiba ngomongin desain."

"Udahlah om lo urus hidup lo sendiri aja,”

“Namanya juga komentator, ya kerjaannya cuma nyari panggung."

"Kalau gitu enggak makan dong besok.” demikian tulis Ernanda di Twitter.

Screenshot dari akun twitter Ernanda Putra. Sumber: Ernanda Putra (@ernandaputra) / X (twitter.com) 
Screenshot dari akun twitter Ernanda Putra. Sumber: Ernanda Putra (@ernandaputra) / X (twitter.com) 

Aksi tersebut pada akhirnya membuat netizen geram dan menggaungkan tagar #BoikotErspo 

Diketahui, Coach Justin sebenarnya sempat membalas cuitan tersebut di akunnya, ia sendiri melayangkan bahwa ia sekedar memberi pendapat tentang desain jersey yang didesain tersebut, dan mengajak sang desainer lebih bisa belajar menerima pendapat yang berbeda.

Dilansir dari Twitter Viola Kurniawati, mantan CEO PT PSS, kegaduhan masalah Jersey Timnas tersebut hingga terbawa ke Exco Federasi PSSI. Ini dikatakan berimbas hingga ke unit bisnis yang tengah bersemangat mengedarkan kaus tersebut.

Cuitan Viola Kurniawati. Sumber: Viola (@veeola) / X (twitter.com) 
Cuitan Viola Kurniawati. Sumber: Viola (@veeola) / X (twitter.com) 

Berdasarkan kasus tersebut, apa yang dapat kita analisis serta pelajari dari kondisi tersebut? Apakah kesalahan fatal dari sang desainer? Bagaimana semestinya kondisi tersebut disikapi? Sebagai seorang yang juga berlatar belakang dari dunia desain grafis, saya dapat memberikan beberapa pendekatan yang dapat menjadi pembelajaran bagi kita.

1. Kesalahan Fatal Sang Desainer Grafis

Secara mendasar, terdapat dua kesalahan fatal yang dilakukan oleh sang desainer. Pertama adalah rasa tidak menghormati secara publik, dan yang kedua adalah tidak menghiraukan perspektif dari konsumen. Kedua kesalahan ini berkaitan dengan etika profesional yang sebenarnya sangat ditekankan dalam praktek seorang desainer. Tanpa adanya kedua hal ini, desainer manapun akan berkurang kredibilitasnya.

Pertama, masalah perhormatan secara publik. Berdasarkan serangan pribadi secara publik yang dilontarkannya terhadap kritik sang coach ini, kondisi tersebut sangat merusak profesionalisme sang desainer dan tidak memperlihatkan kode etik profesi yang baik. 

Dalam berargumen terhadap kritik pun, seorang profesional semestinya berfokus pada konstruksi argumen dan bukan pribadi yang dilihat. Ilmu logika secara gamblang menyebut kesalahan berlogika ini sebagai ad hominem dimana seseorang gagal melihat permasalahan hingga kepada intinya. 

Ilustrasi tentang kritikan. Sumber: psychologytoday.com
Ilustrasi tentang kritikan. Sumber: psychologytoday.com

Kegagalan melihat inti masalah ini pada satu titik justru berpotensi akan membuat orang lain bertanya-tanya mengenai kapabilitas seseorang menyelesaikan masalah. 

Selain itu, fokus permasalahan menjadi teralih dari masalah kualitas dan logo menjadi temperamen sang desainer, dan ini adalah kesan yang buruk bagi seluruh stakeholder dalam proyek jersey tersebut yang dibuktikan dari cuitan Viola. 

Oleh karenanya, dalam hal ini, pendekatan yang semestinya lebih baik sebenarnya adalah mengatasi komentar tentang kualitas material dan logo dengan cara yang tenang dan profesional.

Kedua, masalah menghiraukan perspektif konsumen. Dalam podcast, coach Justin beserta dua host lainnya secara gamblang menyebutkan bahwa mereka berbicara dari sudut pandang konsumen. Dengan mengabaikan perspektif ini sebagai hal yang tidak relevan, tentunya akan membuat sasaran audiens dari produk tidak dihiraukan dan sangat kecewa, yang tentunya dapat sangat berdampak pada sales. 

Adanya pengabaian ini dalam perspektif tertentu dapat mengisyaratkan desainer kurang dapat berempati dan malah menunjukkan ketidakpedulian terhadap perspektif konsumen sehingga pada akhirnya gagal mempertimbangkan pengalaman konsumen (consumer experience). Ini sangat bertentangan dengan beberapa pembelajaran ilmu dunia desain sendiri yang terangkum dalam metodologi design thinking yang umum di kalangan desainer maupun manajemen dimana mula-mula seorang desainer harus dapat berempati (empathize) terhadap calon pengguna bahkan sebelum mendesain sebuah produk atau memanajemen sebuah sistem. 

Proses design thinking. Sumber: interaction-design.org
Proses design thinking. Sumber: interaction-design.org

Selain aspek design thinking sebagai pola pikir, Dalam memanajemen produknya sendiri yang telah dirancang dengan baik, adanya desain customer experience (CX) yang baik jelas harus diikuti oleh seluruh tim di seluruh titik kontak dari customer selama dalam masa konversi hingga setelahnya. 

Apa maksudnya? Ini berarti seluruh proses dari awal pembuatan hingga kepada masa penjualan jersey timnas tersebut berakhir, integritas harus dijunjung tinggi pada semua pihak yang berkepentingan dalam pemasaran jersey tersebut termasuk desainer sendiri. 

Jika seluruh jaringan stakeholder dalam sirkulasi supply chain produk ada yang gagal menanamkan nilai good value pada product, brand image, hingga customer service yang baik, proyek dari produk tersebut tentunya akan dapat berimbas fatal. Efek masif ini tentunya jauh melebihi sekedar biaya proyek jasa desain yang dibayarkan pada sang desainer.

 

2. Pembelajaran yang Didapatkan

Secara singkat, apa yang dapat kita pelajari dari masalah ini? Saya mencatat tiga poin pembelajaran sederhana yang bisa kita maknai terutama dari sudut pandang desainer:

a. Adanya Proses Tidak Terpisah dari Desain hingga Pemasaran Produk Jadi: Sebagai seorang desainer, penting untuk memahami bahwa produk akhir (jersey) dalam hal ini tidak hanya melibatkan desain tetapi juga kualitas bahan dan produksi. Meskipun tender proyek hanya berbicara tentang desain secara visual, sebagai profesi yang beririsan dengan pemasaran dan juga manajemen produk, seorang desainer harus memastikan bahwa ia memahami keseluruhan siklus hidup produk. 

Dalam hal ini, seorang desainer semestinya dapat meriset lebih mendalam terutama di bagian material dan memberikan saran pada produsen jersey sebagai main constructor tentang best option pada jenis material terbaik di kalangan pecinta bola secara konsultatif sekalipun itu tidak secara eksplisit diminta. 

Ilustrasi proses desain customer experience. Sumber: interaction-design.org
Ilustrasi proses desain customer experience. Sumber: interaction-design.org

b. Pentingnya Komunikasi Klien yang Baik dan Melihat Karakteristik Industri dari Produk: Berdasarkan poin di atas, secara berlanjut, sebenarnya desainer harus memiliki komunikasi yang jelas dengan perusahaan produksi mengenai pemilihan material dan penerapan logo. Hal ini dapat mencegah masalah kualitas yang berdampak pada produk akhir yang bisa saja kita dari sudut pandang desainer dapat menjadi masalah saat itu dipublikasikan secara luas. 

Selain itu, saat menerima klien, adalah penting memahami karakteristik industri dari produk yang akan dirancang. Merupakan hal yang bukan rahasia bahwa industri sepakbola memiliki tingkat fanatisme dari suporter yang sangat tinggi, oleh karenanya justru di sini desainer perlu sangat hati-hati dalam membuat produk, karena apabila terjadi kesalahan sedikit, respon dari fans garis keras justru akan sangat negatif.

c. Perlunya Respons yang "Anggun" terhadap Kritik: Belajar menerima dan menyikapi kritik dalam hal ini sangatlah penting. Respons yang tenang dan profesional yang menunjukkan kemauan untuk melakukan perbaikan justru dalam kasus ini akan berdampak lebih baik pada desainer. 

Pada dasarnya kritikan pedas itu tentunya menyakitkan, tetapi justru dengan bersikap "bodo amat" seperti yang telah dilakukan tersebut, tentunya akan membuat reputasi yang dibangun menjadi jatuh.

Ilustrasi dunia desain grafis. Sumber: lili.co
Ilustrasi dunia desain grafis. Sumber: lili.co

3. Konklusi: Bagaimana Masalah Ini Semestinya Disikapi

Secara positif, sebenarnya masalah yang terjadi ini membuat sorotan secara tidak langsung mengenai pentingnya identitas merek (brand identity). Jersey yang didesain dengan baik dipadukan dengan bahan berkualitas tinggi dalam hal ini dapat memperkuat asosiasi merek khususnya dengan tim nasional. Dengan kondisi dimana terdapat respon negatif dari desainer saja, hal ini dalam dunia bisnis amat disayangkan karena membuat kondisi seluruh stakeholder dalam proyek menjadi kacau. 

Idealnya, sang desainer dalam hal ini justru semestinya berterima kasih atas kritik negatif dari coach Justin, mengakui kepedulian coach Justin tentang kualitas material dan logo, menawarkan klarifikasi tentang maksud desain dan bukan malah ad hominem, jika memungkinkan, menjelaskan batasan apa pun yang dihadapi oleh produsen jersey selama produksi, kemudian bersama dengan produsen tersebut, menekankan komitmen terhadap perbaikan dalam proyek-proyek masa depan. Dengan mengambil langkah-langkah ini, seorang desainer dapat mempertahankan citra profesionalnya dan berpotensi mengurangi publisitas negatif.

Ilustrasi tentang kritikan dalam pekerjaan. Sumber: thomasnet.com
Ilustrasi tentang kritikan dalam pekerjaan. Sumber: thomasnet.com

Pada akhirnya, kejadian proyek ini dari sisi masyarakat menekankan pembelajaran pentingnya profesionalisme dan menjawab semua kritikan dengan baik. Setiap kritik pada dasarnya merupakan sebuah peluang untuk pengembangan diri, produk kita, maupun sistem yang kita buat, dan bukan sebagai serangan personal. 

Di samping itu, ini mengisyaratkan semakin tinggi profesi maupun proyek kita, semakin kita perlu melihat siapa yang menjadi sasaran dari produk kita. Dengan adanya pengabaian semacam ini, keberlangsungan dari produk kita tentunya akan menjadi pertanyaan dan bahkan pada citra kita sendiri dapat berdampak pada kredibilitasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun