Mohon tunggu...
Yani Aprilia
Yani Aprilia Mohon Tunggu... Freelancer - PWK, Universitas Jember

Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Money

Fungsi Sosial Gereja Menghadapi Masalah Kemiskinan, Sudahkah Terlaksana?

22 Oktober 2019   23:41 Diperbarui: 23 Oktober 2019   00:22 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Masalah kemiskinan dan dampak yang ditimbulkan merupakan bagian dari poko bahasan ilmu agama. Perlu ditegakkan pula bahwa kemiskinan berkaitan erat dengan keadilan apapun bentuknya yang seeing dibicarakan dalam diskusi - diskusi.

Kemiskinan adalah masalah serius dalam proses pembangunan nasional di Indonesia. Masalah ini seolah - olah tidak dapat diatasi secara serius. Padahal telah banyak upaya yang dipakukan pemerintah untuk menekan angka kemiskinan.

Kemiskinan terjadi bukan hanya Karena masyarakatnya yang kurang giat dalam berusaha untuk mensejahterakan diri, namun juga terjadi akibat struktur yang menindas. Maksudnya adalah, kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat diakibatkan karena mereka ditindas oleh sitem (ekonomi, politik, kekuasaan, dll.) yang membuat kehidupan dan usaha mereka tidak berkembang. Hal lain yang menyebabkan kemiskinan di Indonesia adalah kesadaran masyarakat tentang kemiskinan itu sendiri. Kesadaran bahwa miskin dapat membuat orang terhina, bahwa miskin bukan merupakan takdir.

Masyarakat Indonesia baru merasa miskin apabila membandingkan diri dengan kesejahteraan masyarakat di negara maju. Kemiskinan selama bertahun - tahun tidak dirasakan sebagai masalah yang mendesak untuk diselesaikan, sehingga kemungkinan dianggap sebagai hal yang wajar dalam masyarakat.

Deretan program untuk mengentas kemiskinan telah banyak dipakukan oleh pemerintah. Mulai dari Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Penanggulangan Dampak Krisis Ekonomi (DPM-DKE) dan Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK).

Kemudian diteruskan dengan Program Subsidi Langsung Tunai/Bantuan Langsung Tunai (SLT/BLT) Dan Bantuan Operational Sekolah (BOS). Terakhir, program penanggulangan yang telah diluncurkan pemerintah ialah Program Bantuan Siswa Miskin (BSM), Program Keluarga Harapan(PKH), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP).

Semua program tersebut memiliki satu tujuan yang sama yaitu pemberdayaan. Berdasarkan pada upaya - upaya yang telah dilakukan pemerintah Dan pemdapat - pemdapat mengenainya, maka dapat disimpulkan bahwa upaya - upaya yang tersebut belum efektif.

Hal ini dapat dilihat dari data - data masyarakat miskin yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam Hal ini Badan Pusat Statistik (BPS) termasuk BPS Maluku Utara yang tidak mengalami penurunan signifikan.

Masyarakat Kristen di Maluku Utara khususnya yang berada di bawah naungan Gereja Masehi Injili di Halmahera (GMIH), dapat dinyatakan menyumbang angka kemiskinan yang cukup besar. Anehnya, masyarakat Kristen ini tidak menyadadi bahwa mereka termasuk golongan masyarakat miskin seperti ditetapkan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman mereka tentang kemiskinan masih sangat kurang dan butuh pencerahan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2015 pada jemaat GMIH Sion Daeo Morotai Selatan, didapati bahwa jemaat pada umumnya tidak merasakan bahwa mereka berada atau masuk dalam kategori miskin menurut pemerintah.
Alasan mereka adalah bahwa keluarga mereka masih memiliki cukup makanan; makan sehari
3 (tiga) kali; memiliki rumah untuk berteduh (tinggal); mereka tidak tinggal di kolong
jembatan; mereka tidak mengemis di jalan-jalan seperti disaksikan di tayangan-tayangan
televisi.

Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius dan sudah sepantasnya merasa resah melihat agama belum memberikan kontribusi positif bagi pembangunan di Indonesia. Agama pada esensinya hadir untuk manusia, bukan sebaliknya. Gereja sebagai bagian dari agama sudah seharusnya memposisikan diri dengan memihak pada yang lemah. Pemihakan ini bukan untuk membenturkan kaum berpunya dan tak berpunya (pertentangan kelas), tetapi cenderung lebih pada perintah Injil yang amat jelas berbicara tentang panggilan orang Kristen untuk membantu sesama, terutama bagi yang tidak berdaya (Mat. 25:31-46; Luk. 10:25-37). 

Kenyataannya, gereja masih saja berkutat pada persoalan ritual namun kurang memperhatikan kondisi sosial masyarakat, yang didalamnya terdapat sekelompok kecil jemaat Kristen. Gereja seperti kwhilangan visi profetis Dan praksis sosial dapam kehidupan bermasyarakat. Gereja seperti "menara gading" yang hanya menjadi media masyarakat untuk "bersua" dengan Tuhan, namun tidak bisa berelasi dengan alam realitas yang penuh ketidakadilan. Padahal, Sidang Raya (SR) Persekutuan Gereja- gereja di Indonesia (PGI) yang ke-14 dengan Tema "Berubahlah Oleh Pembaruan Budimu" menegaskan bahwa gereja adalah "Gereja bagi Orang Lain". Ini menegaskan bahwa gereja
seyogianya lebih terbuka, tidak terdorong ke dalam eksklusivisme.

Sebagai gereja lokal Gereja Masehi Injili di Halmahera (GMIH) beberapa tahun belakangan ini bergelut dengan masalah pemecahan dan konflik intern yang sangat menguras pikiran elemen - elemen di gerejanya. GMIH seakan lupa bahwa kehadirannya adalah untuk memberitakan kabar kesukaan Allah, yang berdampak kedamaian bukan sebaliknya saling menyalahkan Dan membiarkan jemaatnya kebingungan. 

Pertanyaannya sekarang adalah, apa peran sosial-ekonomi yang dapat dilakukan GMIH demi menjawab permasalahan kemiskinan jemaat dan tantangan global yang sudah berada di tengah-tengah kehidupan jemaat dan masyarakat? Bagaimana caranya agar GMIH dapat menjawab ketidakadilan yang dilakukannya selama ini terhadap jemaat dan masyarakat?.

Membicarakan gereja dan dunia bisnis, seakan membicarakan tentang sesuatu yang religius dan sesuatu yang sekular; soal surgawi dan soal duniawi. Inilah pemahaman yang berakar di kalangan gereja terutama di jemaat-jemaat di pelosok pedesaan.  Mereka memahami dirisebagai "ciptaan baru" dari "dunia baru" yang sedang dan akan didatangkan oleh Allahs sendiri dan mengganggap dunia yang ada sekarang ini adalah dunia yang kotor, korup, dana akanberakhir pada penghukuman Allah. Sehingga satu-satunya kepedulian mereka adalahb bagaimanabertahan, agar di dunia yang kotor dan korup ini mereka tetap bersih. Cukuplah jikamereka bekerja dengan tekun, rajin dan jujur untuk memenuhi kebutuhan hidup merekas sehari-hari(bnd. 2 Tes 3:6-12; Kol.3:22-25; Ef.6:5-9).

Dunia baru yang "bersih" itu kemudian menafikkan dunia bisnis sebagai sesuatu yang kotor, padahal dunia bisnis (termasuk bisnis online dengan segala kemudahannya) dewasa ini sangat menjanjikan prospeknya. Tidak sedikit orang berkecimpung dan terlibat dalam dunia bisnis. Namun, tak jarang dunia bisnis diidentikan dengan suatu keadaan yang penuh dengan kecurangan, yang
di dalamnya terdapat berbagai praktek ketidakadilan, penyelewengan, penipuan dan lain sebagainya.

Mengingat pemberdayaan ekonomi jemaat merupakan suatu hal yang sementara hangat dibicarakan, baik di tingkat sinode maupun di tingkat jemaat maka sudah sepantasnya jika salah satu agenda penting yaitu bisnis harus dilakoni gereja. Namun kenyataan yang terjadi justru hal ini hanya menjadi semacam wacana tanpa tindakan nyata dari pihak gereja sebagai lembaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun