Mohon tunggu...
Binsar Antoni  Hutabarat
Binsar Antoni Hutabarat Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, penulis, editor

Doktor Penelitian dan Evaluasi pendidikan (PEP) dari UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA. Pemerhati Hak-hak Azasi manusia dan Pendidikan .Email gratias21@yahoo.com URL Profil https://www.kompasiana.com/gratias

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Darurat Covid-19 Menyasar Sindrom Petaka Mudik

27 Maret 2020   09:09 Diperbarui: 30 Maret 2020   14:53 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Imbauan pemerintah agar masyarakat tidak melakukan ritual mudik tahunan pada darurat corona kali ini perlu diperhatikan masyarakat indonesia. Kita tentu paham mudik tahunan di negeri ini masih menjadi sindrom yang menakutkan di negeri ini karena minimnya kepatuhan masyarakat dalam berlalu lintas.

Petaka mudik hingga tahun lalu sulit ditekan sampai pada titik nadir, pertanyaan kemudian, apa jadinya jika mudik tahunan yang masih menyisakan sindrom petaka itu dilaksanakan pada darurat corona?

Mudik pada darurat corona bukan hanya merugikan pemudik itu sendiri, tapi juga penyebaran corona makin tak terkendali yang menyasar keluarga-keluarga pemudik di desa, demikian juga masyarakat sekitar. Biasanya keluarga di desa berbahagia menyambut kedatangan pemudik yang berjuang dengan segala macam cara untuk hadir di desa, apalagi biasanya ada oleh-oleh yang didapatkan keluarga di desa. Tapi, pada darurat corona ini mudik hanya akan menhadirkan petaka untuk pemudik dan juga keluarga yang dikunjungi, lantas untuk apa mudik jika hanya akan menghadirkan derita bagi keluarga-keluarga yang menjadi kekasih hati?

Pemerintah terus berusaha memperbaiki disiplin berlalu lintas, dan juga merencanakan pembangunan transportasi mudik murah dan memadai secara terencana dan berkesinambungan. Namun, kita semua tahu, kerumunan pemudik tidak pernah bisa dihindari, dan jika ini terjadi pada darurat corona, kerugian itu bukan hanya berdampak pada pemudik dan keluarga pemudik, tapi juga derita bagi seluruh rakyat Indonesia, karena untuk membendung virus corona semua rakyat Indonesia memiliki tanggung jawab yang sama.

Soal kepatuhan sosial

Minimnya kepatuhan sosial masyarakat Indonesia terlihat dari masih banyaknya kerumunan massa yang harus dibubarkan aparat keamanan,  baik kerumunan di pinggir-pinggir jalan, Cafe-Cafe, tempat hiburan, pasar tradisonal dll.

Minimnya kepatuhan sosial ini juga mengindikasikan bahwa sosialisasi pemerintah belum dterima dengan baik oleh segenap masyarakat, khususnya mereka  yang membandel untuk tetap berkerumun.

Sosialisasi kebijakan pemerintah tampaknya tidak mudah diterima masyarakat dengan tepat, ini bisa jadi juga terkait kepercayaan masyarakat dan pemerintah. Pada sisi lain ini juga mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia masih minim dalam keterlibatan pembangunan bangsa dalam arah kebijakan pemerintah. Individu, kelompok-kelompok masyarakat masih berjalan dengan visi, misi nya masing-masing. Masih adanya penyelenggaraan resepsi pernikahan keluarga pejabat, sampai pada acara-acara keagamaan merupakan bukti nyata.

Demikian juga terkait polemik Pembatalan Ujian Nasional pada tahun ini. Perdebatan Ujian Nasional sebenarnya bukan hal baru, perdebatan itu sudah berlangsung lama. Dari mulai penerapan UN sebagai penentu kelulusan, sampai akhirnya tidak lagi menjadi penentu kelulusan dan kemudian diakhiri dengan tujuan melindungi siswa dari penyebaran corona. Perdebatan itu terjadi pada tingkatan elite, itulah sebabnya  sosialisasi kebijakan itu tidak mudah. Pelaksanaan kebijakan belum optimal karena pelaksana-pelaksana kebijakan enggan melaksanakannya atau kukuh dengan pandangan masing masing.

Jika dalam level elite saja keterlibatan penuh untuk pelaksanaan kebijakan masih perlu terus menerus didengungkan, apa jadinya dengan keterlibatan masyarakat yang lebih luas?

Sosialisasi kebijakan pemerintah mengenai darurat corona sesungguhnya sudah sangat luar biasa, media televisi hampir setiap saat mempromosikan pentingnya mentaati kebijakan sosial distancing atau physical distancing, menjaga jarak pisik ketika berbicara dengan orang lain untuk menghindari penularan virus corona.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun