Mohon tunggu...
Grace Evanda
Grace Evanda Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Universitas Atmajaya Yogyakarta

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Jurnalisme Online dalam Pembentukan Stigma di Masyarakat Mengenai LGBT

23 Oktober 2020   19:27 Diperbarui: 26 Oktober 2020   00:09 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: https://news.okezone.com/read/2016/01/28/65/1299330/media-harus-jeli-beritakan-isu-lgbt

Pada tahun 2018 lalu, ada salah satu mata kuliah yang mengharuskan saya bersama kelompok untuk mewawancarai seorang Waria.

Beliau mengungkapkan bahwa seringkali kecewa dengan pemberitaan soal LGBT yang beredar di internet karena pada akhirnya pemberitaan-pemberitan tersebut dapat lebih meningkatkan stigma buruk tentang LGBT di masyarakat.

Oleh karena itu, saya tertarik untuk membahas soal bagaimana sih peran jurnalisme online dalam membentuk stigma di masyarakat tentang LGBT?

Di era digital saat ini sudah bukan hal baru lagi untuk melihat sebuah fenomena di masyarakat secara tidak langsung.

Kita tidak lagi harus menghabiskan waktu ataupun tenaga terlalu banyak untuk melihat dan menyaksikan perubahan yang ada di lingkungan. Kita dapat melihat apa yang ada di dunia yang begitu luas ini dengan kemunculan jurnalisme online.

Sebelum masuk ke pembahasan lebih lanjut, yuk kita cari tahu dulu apa sih jurnalisme online itu? Menurut Widodo (2020, h.21), jurnalisme online ialah suatu aktivitas untuk menerima informasi menggunakan internet.

Produksi konten pada jurnalisme online, seperti video, audio, dan teks dapat disebarluaskan melalui World Wide Web.

Kamu juga bisa mengaksesnya dengan membuka portal-portal berita online, seperti tribunnews.com, viva.co.id, kompas.com, dan lain sebagainya.

Fenomena kemunculan jurnalisme online ini menjadi alternatif yang dianggap sangat penting dalam keseharian hidup manusia, mulai dari sekedar untuk mencari tahu perkembangan berita terkini atau sarana untuk mendapatkan hiburan.

Sudah tak dapat dielakkan lagi bahwa saat ini, pemberitaan yang ada pada jurnalisme online telah berperan banyak dalam membentuk, menggambarkan, dan menjelaskan kehidupan sosial di sekitar kita.

Informasi atau berita yang beredar dapat menjadi alat representasi bagi kondisi dan fenomena sosial yang berkembang di sekitar kita dan membantu memberi berbagai pemahaman yang berkaitan dengan pembahasan yang diangkat.

Salah satu representasi yang sering diangkat dalam jurnalisme online ialah penggambaran kaum LGBT di tengah masyarakat.

Wacana pemberitaan keberagaman gender dalam bingkai kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) di Indonesia yang diberitakan dalam jurnalisme online tidak pernah luput dari pro dan kontra pada masyarakat.

Kehadiran LGBT yang merupakan kelompok minoritas di Indonesia sering mendapat penolakan dari masyarakat. Stigma yang terbentuk di dalam pikiran masyarakat ini tidak terlepas dari adanya pemberitaan-pemberitaan yang muncul di media.

Pemberitaan di media mengenai LGBT juga seringkali melanggengkan stigma buruk yang sebelumnya telah tertanam di masyarakat.

Meningkatnya intensitas pemberitaan tentang LGBT pada jurnalisme online tidak menjadikan media lantas dapat memberikan ruang dalam menanggapi fenomena yang terjadi, melainkan malah menciptakan pemaknaan yang semakin diskriminatif.

Tidak jarang berita yang dihasilkan pada jurnalisme online mendiskriminasi kelompok LGBT dengan menggunakan headline atau balutan konten yang sensasional agar dapat menarik perhatian pembaca. Ketika muncul pun hampir dapat dipastikan bahwa yang diberitakan bernada negatif, seperti ketika LGBT menjadi korban tindakan kriminal.

CONTOH KASUS

Pada artikel di tirto.id, dalam laporan berjudul "Kekerasan pada LGBT" yang disampaikan Forum LGBT Indonesia dalam seminar Refleksi 10 Tahun Yogyakarta Principles, media di Indonesia menempati posisi kedua pelaku kekerasan pada LGBT, setelah Aparatur Negara dan Ormas. Persentasenya mencapai 22%, selisih sedikit dari posisi pertama yang masing-masing mencapai 27%.

Tirto.id juga merangkum pemberitaan yang masih didominasi tentang diskriminasi terhadap kaum LGBT dalam serangkaian peristiwa sepanjang tahun 2018.

Pada tahun 2018, media ramai dengan pemberitaan-pemberitaan yang cenderung menyudutkan kaum LGBT karena hanya berisi pemberitaan negatif dan masalah yang menimpa kaum LGBT.

Contoh peristiwa mengenai LGBT yang diberitakan pada jurnalisme online ada penangkapan 12 waria dari sejumlah salon di Kabupaten Aceh Utara, penggerebekan pasangan gay di Palmerah, Jakarta Barat, hukuman cambuk bagi pasangan gay, pembubaran Grand Final Mister dan Miss Gaya Dewata 2018 karena dianggap bernuansa LGBT, terjadi penganiayaan tanpa sebab terhadap dua transpuan di Bekasi, dan Deklarasi Anti LGBT di Padang yang melembagakan kebencian.

Headline Pemberitaan Negatif LGBT (Dok. pribadi, hasil tangkap layar)
Headline Pemberitaan Negatif LGBT (Dok. pribadi, hasil tangkap layar)

Contoh di atas jelas bertolak belakang dengan kode etik jurnalistik pasal satu (1) yang menyebutkan bahwa media massa hendaklah menyampaikan pemberitaan dalam keberimbangan.

Tidak terdapat wawancara kepada kaum LGBT yang menjadi objek dari pemberitaan-pemberitaan di atas, sehingga seakan-akan pemberitaan tersebut hanya memperkuat stigma buruk yang ada dalam masyarakat.

Source: https://republika.co.id/berita/p33ok4396/prolgbt-antipancasila
Source: https://republika.co.id/berita/p33ok4396/prolgbt-antipancasila
Berita tersebut merupakan salah satu contoh dari pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukan portal berita online republika.co.id, tepatnya pada pasal 8 yang menyebutkan bahwa wartawan tidak boleh menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Pemberitaan tersebut terlihat memojokkan kelompok LGBT dan mengaitkan identitas mereka dengan agama. Masih terlihat opini-opini dari jurnalis yang semakin memperburuk stigma masyarakat soal LGBT, dikatakan bahwa seolah-olah negara akan hancur jika dipegang oleh kaum LGBT.

Tidak hanya berita itu, situs berita online republika.co.id memang cenderung memberitakan tentang penolakan terhadap kaum LGBT dan menentang kehadiran mereka.

Republika.co.id menganggap bahwa LGBT adalah ancaman serius terhadap bangsa dan negara, karena tidak sesuai dengan ajaran agama, Undang-Undang, kaidah-kaidah, dan juga norma sosial yang ada di Indonesia.

Berita-berita mengenai LGBT yang ada di republika.co.id selalu mendorong pemerintah untuk menghentikan dan melarang segala aktivitas yang berhubungan dengan LGBT, serta agar pemerintah memberikan sanksi kepada mereka yang terlibat dalam segala kegiatan yang berhubungan dengan LGBT.

Republika.co.id terlihat mengabaikan keberimbangan pemberitaaan dengan tidak memberikan porsi atau ruang yang sama kepada kaum LGBT untuk bicara atau menyampaikan pandangannya.

KESIMPULAN

Kemunculan jurnalisme online tentunya membawa beragam dampak positif dan negatif di berbagai bidang. Setiap pemberitaan yang dibuat di portal berita online sering kali membawa opini di masyarakat, karena sekarang hampir seluruh masyarakat dapat mengakses internet.

Namun tak dapat dipungkiri pula bahwa opini masyarakat dapat pula memengaruhi setiap pemberitaan di media. Hal itu pula yang terjadi dalam pemberitaan mengenai LGBT.

Pemberitaan mengenai LGBT seringkali berangkat dari stigma yang telah tertanam dan diyakini masyarakat adalah benar. Hal ini kemudian semakin diberitakan oleh media sehingga semakin banyak juga masyarakat yang merasa bahwa pemberitaan-pemberitaan pada jurnalisme online adalah sesuatu yang benar dan tepat.

Pemberitaan pada jurnalisme online seharusnya lebih bisa untuk memberikan informasi yang tepat dan berimbang serta menjunjung kode etik jurnalistik yang juga menghindari bentuk-bentuk diskriminasi.

Selain itu, dalam fungsi penanaman nilai dan moral, menurut saya alangkah baiknya bila media mampu melakukan pemberitaan dengan sudut pandang yang netral dan tidak sekadar menghakimi hanya karena beredar dan meluasnya stereotip kaum LGBT di masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun