Mohon tunggu...
Taruli Basa
Taruli Basa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Auroraindonet.com

Penulis buku 12 Aktivitas Menyenangkan Penerbit Grasindo, buku IMAGO DEI (Segambar dan serupa dengan Allah) tentang perjalanan missi ke daerah, buku mata pelajaran TK, penulis narasi, cerita pendek dan juga puisi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menikah Pilihan atau Keharusan?

23 Februari 2024   21:56 Diperbarui: 25 Februari 2024   15:24 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jodoh siapa yang tahu, datangnya kapan, dimana dan bagaimana. Lajang tua sering menjadi sorotan bagi masyarakat Indonesia khususnya yang tinggal di daerah dengan adat istiadat yang masih kuat. Dan paling sering menjadi sorotan adalah wanita dengan usia tua yang disebut spinster. Mengapa wanita sering diejek ketika sudah usia tua dan belum menikah. 

Spinster yang artinya perawan tua, merupakan kata yang juga sebagai bahasa ejekan buat wanita yang sudah berusia lebih dari tigapuluh lima tahun dan belum menikah. Saat ini banyak kita temukan wanita dan pria yang sudah usia tigapuluh lima tahun ke atas dan belum menikah. Apakah penyebabnya dan apakah itu sebuah hal yang memalukan dan dianggap aib keluarga? 

Masyarakat sering memandang rendah terhadap wanita atau pria yang sudah berusia 40 tahun ke atas dan belum menikah. Dan mereka kadang bertanya, "kapan elo menikah, entar masa expirednya sudah habis dan tidak kepakai lagi", "jangan pilih-pilih, kelamaan". Banyak ujaran-ujaran negatif yang sering dilontarkan terhadap wanita atau pria yang sudah berumur yang membuat mereka pastinya kesal.

Apa sih penyebabnya seorang yang sudah usia belum menikah? Pastinya belum ketemu jodoh yang tepat. Pertanyaannya lagi, ko belum ketemu? atau sudah ketemu tetapi tidak sesuai berarti tidak cocok, atau sudah menjalin hubungan tetapi tidak sampai kepada tujuan pernikahan? Ada banyak faktor seseorang masih belum menikah padahal sudah usia tua.  Bisa dari faktor trauma berkepanjangan, pendidikan, ekonomi, adat istiadat, cacat fisik dan mental, masuk dalam kelompok LGBT. 

Pada umumnya faktor trauma banyak ditemukan bagi mereka yang sudah usia namun belum menikah. Trauma karena dikhianati dan ditinggal oleh pacar, orangtua tidak pernah setuju dengan pilihannya, pernah diperkosa oleh orang lain khususnya perempuan jadi merasa bahwa dia tidak layak lagi buat pria dan ada rasa takut ketika sudah bertemu dengan pria, padahal pria belum tentu juga langsung menolak apalagi sudah saling menyayangi, trauma karena salah langkah, seperti free sex dan akhirnya terkena penyakit kelamin dan trauma karena ditinggal meninggal oleh kekasihnya. Orang yang trauma karena hubungan yang hancur perlu dipulihkan. 

Mereka yang trauma karena dikhianati bisa jadi lebih hati-hati agar tidak jatuh terhadap pencobaan yang sama, tetapi ada kalanya terlalu hati-hati menjadikan orang terlalu overprotektif sehingga menutup diri terhadap pria atau wanita dalam relasi yang lebih jauh. Dibutuhkan waktu yang sangat panjang untuk memulihkannya. 

Faktor pendidikan. Bagi sebagian masyarakat pendidikan itu penting, karena pentingnya selalu belajar ke jenjang yang lebih tinggi, apalagi mereka yang sudah bekerja butuh kenaikan jabatan melanjutkan kuliah hingga S2, S3 atau sampai  dia menjadi Professor. Sibuk dengan ilmu, karya yang pada akhirnya waktu terus berjalan dan lupa bahwa usia semakin bertambah. Untuk memikirkan menikah mungkin ada tetapi karena berbagai pertimbangan akhirnya menunda. 

Faktor ekonomi, umumnya ini pertimbangan untuk menikah bagi pria. Pria yang sudah bekerja biasanya ingin mapan dulu baru menikah, atau ingin mempunyai tabungan sesuai dengan yang dia harapkan, sehingga menunda untuk menikah pada usia muda menjadi keputusan. Dia merancang pernikahannya, seperti berapa mahar sang isteri, tinggal dimana, rumahnya seperti apa, apakah isteri harus bekerja nantinya atau tidak. Tetapi tanpa disadari ketika seorang pria sudah mapan terkadang lupa untuk menikah, dia lebih menikmati hobbynya, kehidupannya bersama komunitasnya, karena dia sudah mampu secara materi dan kadang menggampangkan, perempuan manapun pasti mau sama saya karena saya sudah mapa, tanpa disadari hari terus berlalu dan usiapun semakin bertambah. 

Faktor adat istiadat. Hari gini, masih mikirin adat kata anak millenial, benarkah? Sejujurnya adat istiadat itu sangat penting, yang mengikat etika sosial dan moral dalam kehidupan bermasyarakat. Tetapi kadang adat juga sering memberatkan kawula muda yang ingin menikah, karena banyaknya uang yang harus dikeluarkan untuk biaya pernikahan. 

Adat istiadat yang berbeda akan semakin menambah pengeluarang, seperti jika seorang suku jawa menikah dengan suku batak. Jika suku Jawa ingin menikah dengan suku batak yang mempunyai marga, maka suku jawa tersebut harus dibuat marga dulu agar dapat diadati atau pernikahan dengan adat. Nah disini lagi ada faktor keuangannya, harus mengeluarkan dana lagi untuk acara adat tersebut. Jadi memang sedikit complicated. Nah memangnya tidak bisa menikah di gereja saja, atau menikah biasa tanpa adat? Bisa, tetapi saat ada acara pesta adat istiadat dari keluarga pihak suku batak, mungkin mereka tidak akan masuk lagi runtutan acara adat tersebut karena belum mangadati atau belum diberi marga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun