Mohon tunggu...
Liang Teh Surabaya
Liang Teh Surabaya Mohon Tunggu... Programmer - goenawanwst.blogspot.com

Merintis kedai Liang Teh Surabaya di salah satu Mall di Surabaya, pada akhirnya harus menyerah pada takdir. Kondisi pandemi Covid19 yang tak kunjung usai. Membuat saya menutup kedai itu. Sebetulnya sangat disayangkan, usaha rintisan ini sudah mengambil budget cukup banyak dan masih dalam kondisi merugi karena memang masih pada fase development. Banyak investasi awal untuk menaikkan omset. Tapi mau diapa, saat sedang panas panasnya menginjak pedal gas. Sekonyong - konyong Mall harus tutup, kemudian disusul dengan jatuhnya daya beli masyarakat dan ribetnya orang saat masuk mall.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mari Bantu Pak Jokowi yang Kesepian

10 Juli 2020   06:31 Diperbarui: 10 Juli 2020   06:31 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemarin Pak Jokowi bilang, "Hanya belanja negara yang mampu menggerakkan ekonomi nasional saat ini". Begitu kurang lebih pernyataannya. 

Hal ini memang benar. Banyak sektor bisnis yang saat ini dijalankan dengan pincang. Pesawat terbang, walaupun harga tiketnya lebih tinggi. Tetapi jumlah penumpangnya sepi, di sisi lain ada biaya tambahan berupa protokol kesehatan yang harus diterapkan pihak maskapai.

Restoran, hotel dan tempat hiburan buka dengan omset hanya 30% hampir pasti secara operasional rugi. Perusahaan manufaktur, mobil, motor produk menumpuk belum terjual. Kalaupun ada dana promosi dan innovasi produk, tidak bisa serta merta dilakukan karena daya beli memang menurun.

Laba yang dihasilkan tidak cukup menutupi biaya operasional, karena rendahnya omset perusahaan.

Sebenarnya dalam kondisi normal negarapun sedang kekurangan dana. Mari berhitung secara kasar saja. Belanja negara di APBN kurang lebih hanya 2.200trilyun, sebagian besar dibiayai oleh uang pajak itupun defisit sehingga pemerintah perlu menerbitkan surat utang. Tetapi utang itu normal untuk biaya modal baik itu penyediaan infrastruktur ataupun belanja rutin yang diserap oleh rakyat berupa gaji aparat negara.

Tetapi selama krisis korona ini pemerintah menganggarkan lebih dari 400 trilyun Rupiah untuk mengatasi dampak pandemi covid19. Tentu saja dana itu tidak jatuh dari langit tetapi berasal dari Bank Indonesia yang menyerap utang Negara.

Bukan tanpa resiko mencetak 400 trilyun Rupiah, BI sebagai bank sentral harus berhitung soal dampak inflasi, kurs rupiah dan cadangan devisa. Jika terlalu agresif mengeluarkan 400 trilyun secara cepat, bukan tidak mungkin inflasi membumbung dan efek berantainya justru sangat mahal.

Ditambah dengan penurunan pendaatan karena pendapat pajak berkurang. Maka bisa jadi BI mencetak uang lebih banyak dari sekedar 400 trilyun Rupiah.

Inilah sebetulnya pangkal akar masalahnya mengapa Pak Jokowi marah - marah mengenai belanja departemen dan lembaga yang masih jauh dari anggaran. Memang mencairkan anggaran dari Departemen Keuangan saat ini tidak gampang karena ada skala prioritas dan kehati hatian. Tetapi bukan berarti "ya sudah uangnya sulit suruh kerja". 

"Bapak Ibu tahu caranya" itulah salah satu frasa cuplikannya. Tentu belanja yang dimaksud adalah belanja yang diserap oleh rakyat, belanja produk - produk lokal. Bukan belanja Helicopter bikinan USA, atau alutista luar negeri lainnya. Demikian juga menahan intensif tenaga kesehatan bukan hal tepat untuk berhemat, karena jelas uang itu diserap pasar dalam negeri.

Menghindari belanja import penting, karena dana 400 trilyun yang akan dikucurkan Bank Indonesia akan berpotensi menurunkan kurs Rupiah jika hal ini membuat nerasa perdagangan luar negeri kita defisit besar. Goyangnya rupiah tentu saja akan berdampak lebih buruk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun