Mohon tunggu...
Bambang Subianto
Bambang Subianto Mohon Tunggu...

Alumni Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen (hobby menulis feature dan essay) kini menjadi Perencana dan evaluasi program di Dinas Perhubungan Kabupaten Kediri

Selanjutnya

Tutup

Money

Podange: Bangkit dari Keterbatasan

27 Desember 2011   09:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:42 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tepat tengah siang, jam 12.00 WIB, rombongan ibu-ibu terlihat berbondong-bondong memasuki ruang produksi, kurang lebih 30 orang. Guyonan khas ibu-ibu desa terdengar nyaring menyertai langkah mereka. “ya begini mas suasana kerja di sini, serba kekeluargaan, namun tetap harus disiplin, bisa membagi waktu istirahat dan waktu kerja, seragam kerja, sarung tangan, dan penutup hidung wajib dikenakan untuk menjaga kebersihan olahan mangga” tutur pak Jemu.

Gambar 8 Suasana produksi di rumah Pak Jemu

Sosoknya sederhana. siang itu ia hanya mengenakan kaos dan celana pendek. Kelelahan bekerja nampak di raut wajahnya. Namun ia tetap menyambutku dengan senyum ramahnya. ‘Duta besar pertanian’ adalah julukan akrab yang dilontarkan penyuluh lapang dari Dinas Pertanian Kabupaten Kediri yang salut akan kiprah Pak Jemu yang memiliki jam terbang tinggi. Dikirim mewakili petani se-wilayah Kabupaten Kediri untuk menghadiri berbagai macam acara pertanian baik tingkat propinsi ataupun tingkat nasional, sudah menjadi kebiasaan baginya.

Bapak lulusan SMP ini tidak pernah merasa minder. Keinginan yang kuat dan puluhan tahun pengalaman sebagai petani membuatnya selalu mendapat kepercayaan dari berbagai pihak. Bantuan pun mengalir deras, mulai dari alat produksi pertanian dari Dinas Pertanian dan pelatihan dari BPTP untuk olahan hasil pertanian yang akhirnya mempertemukannya dengan REI (Resource Exchange International: LSM internasional yang berpartner dengan pemerintah lokal di beberapa negara dengan tujuan pemberdayaan masyarakat lewat kearifan lokal). REI menempatkan dua orang di Indonesia, yaitu Dr. Chuck, N. (PhD in agricultural economic from Lowa State University) dan Mr. Dave (MBA in Executive Management from Royal Roads University).

Gambar 9 Pak Jemu dan Dr.Chuck: kerja sama keduanya telah membuka lapangan kerja baru di desa Tiron.

Dr. Chuck, mengaku lebih senang dipanggil dengan Mr. Cokro saat berada di desa Tiron, karena memudahkan lidah orang jawa katanya. Ia telah memprakarsai berdirinya PT. Sun Rei di Jawa Timur dengan produk andalannya manisan mangga bermerk “Dried Mango”. Ia juga yang melatih warga sekitar tentang teknik pemrosesan mangga podang yang higienis dengan menggunakan mesin ‘innovative dehydrating technology’ yang diciptakannya. Mesin ini memiliki kapasitas 1 ton perhari. Bahan baku di stok dari sekitar 120 anggota kelompok tani ‘Sumber Mulyo’ desa Tiron yang diketuai Pak Jemu.

Informasi yang saya dapat dari webblog REI, pasar untuk Dreid Mango ini terbuka lebar baik domestik atau pun internasional. Tahun kemarin PT. Sun Rei berhasil memproduksi 3 ton manisan mangga, untuk menembus pasar internasional direncanakan harus memproduksi paling sedikit 20 ton manisan mangga. Tentunya memerlukan kerja keras untuk mewujudkannya.

“Saya ngomong-ngomong dengan kelompok tani yang lain, mereka juga ingin kerja sama dengan REI mas, saya juga sampaikan kalau peluangnya masih terbuka lebar, hanya saat ini kita masih focus memperbaiki kualitas produk” tutur Pak Jemu. Hal yang baik tentunya bila kelompok tani di daerah lain bisa melakukan hal yang sama. Kesejahteraan bisa merata karena ada geliat perkonomian baru yang bisa menjadi tumpuan hidup masyarakat. Siang itu, di depan teras rumah Pak Jemu, Mr. Chuck yang awalnya berada di dalam rumah mengontrol proses produksi yang dilakukan Ibu-ibu, ikut nimbrung di obrolan Kami. Dia sudah 9 tahun di Indoneseia, sudah fasih berbahasa Indonesia. “bisa bahasa Jawa Mister?” tanyaku iseng. “ Aku durung iso boso Jowo” jawabnya sambil tersenyum.

“Bagaimana mister keadaan di desa Tiron ini, terutama masalah transportasi dan komunikasi?” tanyaku menyelidik. “Cukup bagus, saya sudah terbiasa dengan sepeda motor di sini, lebih praktis, saya punya cita-cita, truk tronton besar untuk mengangkut dried mango bisa masuk ke desa ini, barangkali jalannya bisa diperbagus. Di tempat produksi ini saya sangat membutuhkan jaringan 3G, tapi tidak ada sama sekali di sini, padahal saya memerlukannya untuk berkirim email ke pusat. ” jawabnya dengan sedikit serius.

Era sekarang telekomunikasi memang mutlak diperlukan, tidak terkecuali di desa Tiron yang sedang berbenah perekonomiannya. Terlebih keberadaan bule masuk kampung setidaknya dapat membuktikan kalau desa-desa yang selama ini dianggap pinggiran, miskin, ternyata mempunyai daya tarik tersendiri bagi orang-orang asing. Mr. Chuck salah satunya, atau beberapa orang Amerika yang pernah berkunjung ke rumah Bu Luluk cukup menambahkan bukti bahwa desa memiliki potensi yang luar biasa. Saatnya investasi telekomunikasi dibawa masuk ke desa. Jangan sampai potensi-potensi yang ada di desa menjadi mati suri, tidak ada yang peduli, hanya karena kesulitan akses komunikasi. Ayo bangun desa!.

* Naskah ini diikutsertakan dalam Lomba Karya Tulis XL Award 2011.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun