Mohon tunggu...
Agoeng Widodo
Agoeng Widodo Mohon Tunggu...

Seseorang yang sedang belajar, dan sangat memimpikan Indonesia yang gemah ripah loh jinawi toto tentrem karto raharjo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mbah Wongso

7 Mei 2012   08:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:36 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1336374307418132152

Mbah Wongso, perempuan berusia 63 tahunan itu memang cukup terkenal di desanya. Tak lain dan tak bukan karena profesi mbah Wongso sebagai dukun beranak yang cukup mumpuni, piawai, dan  cekatan. Profesi itu sudah dia geluti saat umurnya masih muda. Terlahir di sebuah desa kecil yang termasuk wilayah Karesidenan Surakarta, Mbah Wongso yang bernama asli "Sumiati" ini harus ke pulau Kalimantan pada awal tahun 1977 karena suaminya (Wongso) bekerja di sebuah perusahaan kayu di sana. Di desa terpencil di pedalam Kalimantan sinilah Mbah Wongso memulai profesinya. Maklum saat itu belum banyak tenaga medis seperti sekarang. Berawal dari membantu tetangga yang melahirkan, lama kelamaan Mbah Wongso jadi terbiasa membantu persalinan. [caption id="attachment_175872" align="aligncenter" width="442" caption="Desa terpencil (ilustrasi penulis)"][/caption] Seiring berjalannya waktu perusahaan  tersebut mendirikan rumah sakit lengkap dengan petugas dan peralatan medisnya. Pun demikian dengan pemerintah. Sebuah puskesmas juga berdiri di desa tersebut. Namun begitu masih banyak warga yang memakai jasa Mbah Wongso. Bila ada sesuatu yang bersifat darurat, Mbah Wongso akan merujuk pasiennya ke puskesmas atau rumah sakit tadi. Hidup di sebuah desa yang notabene merupakan sebuah base camp perusahaan memang beragam. Hampir semua suku ada. Seperti Dayak, Paser, Jawa, Sunda, Batak, Manado, Bugis, Toraja, Timor, Lombok, Bali, dan masih banyak lagi. Pun demikian Mbah Wongso tidak pilih kasih. Siapa saja yang membutuhkan pertolongan akan dia bantu sebisanya.

*****

"Dek, sudah berapa bulan usia kandunganmu?" tanya Daeng Udin kepada istrinya

"Sudah sembilan bulan kak, tinggal hitungan hari lagi" jawab Wati sang istri

"Mudah-mudahan adek dan anak kita nanti sehat dan selamat ya dek!"

"amiin kak, sekarang tidur yuk! sudah malam nih " ujar Wati

Udin dan Wati adalah keluarga muda yang sedang antusias menanti kelahiran sang buah hati. Udin yang bekerja sebagai operator crane di perusahaan kayu tersebut memang begitu memperhatikan keselamatan istri dan calon anaknya.  Bagaimana tidak, beberapa bulan terakhir ini, isu adanya parakang memang menghantui desa mereka. Entah sudah berapa bayi meninggal yang kabarnya jadi korban parakang. Parakang sendiri konon merupakan manusia yang menuntut ilmu hitam, sehingga bisa berubah wujud menjadi apa saja, termasuk binatang, pohon, bahkan menyerupai manusia. Berbagai upaya telah Udin lakukan agar bayinya selamat. Kemanapun Wati pergi, ia diharuskan selalu membawa gunting kecil, bulu landak, dan minyak bumi dalam botol kecil di tasnya. Bahkan di salah satu bagian bajunya selalu terdapat bawah putih tunggal dan umbi dringo yang ditusuk dengan peniti.

Suatu malam saat hendak tidur, tiba-tiba perut Wati terasa mulas.

"Kak, aduh perutku mules sekali. Cepat panggil Mbah Wongso kak!" perintah Wati pada suaminya

"Iya dek, jangan kemana-mana ya! Kakak akan segera kembali " jawab Udin tergopoh

Dengan hanya membawa senter, udin bergegas menuju rumah Mbah Wongso. Jalanan malam itu benar-benar sunyi dan lengang. Meskipun untuk sampai ke rumah Mbah Wongso Udin harus melewati tepi hutan yang sunyi, namun ia tidak takut. Dia hanya ingin istri dan anaknya selamat. Hingga tiba-tiba:

"Din, mau kemana kau? sepertinya buru-buru sekali?" sesosok tubuh muncul dari kegelapan

"Eeh...kamu Gar, aku mau ke rumah Mbah Wongso. Istriku mau melahirkan" jawab Udin begitu melihat sosok dalam kegelapan tersebut sekilas seperti si Togar sahabatnya.

"Cepatlah kau, kasihan istri kau lama menunggu!" jawab Togar

"Baik bang, aku permisi" jawab Udin sambil berlalu.

*****

"Aduh Wati, nampaknya kamu mau melahirkan, ayo mbah bantu" ucap Mbah Wongso begitu masuk ke rumah

"Iya mbah, tapi mana Kak Udin mbah?" kata Wati menanyakan suaminya

"Entahlah, katanya tadi mau mampir ke mana gitu" jawab Mbah Wongso

Malam itu mbah Wongso kelihatan tidak seperti biasanya dimata Wati. Sorot matanya kelihatan tajam kemerahan. Namun karena kesakitan, Wati mengesampingkan hal semacam itu. Toh buktinya mbah Wongso menuntunnya agar bayi yang dikandungnya segera lahir.

Setelah berkali-kali berusaha, akhirnya Wati berhasil melahirkan. Suara tangisan bayi memecah keheningan malam. Dengan dahi yang berkeringat, Wati bertanya pada mbah Wongso.

"Bayiku laki-laki apa perempuan mbah?"

"Bayimu laki-laki, sehat, dan sangat motok Wati" jawab Mbah Wongso dengan suara berat

Mendapat jawaban itu, Wati segera mengucap syukur. Hingga tiba-tiba.

"Dek, bagaimana ini. Mbah Wongso ternyata sedang sakit" kata Udin begitu masuk ke dalam rumah

"Ah, kakak ini ada-ada saja. Barusan Mbah Wongso membantu persalinanku" jawab Wati

"Lho, kemana tadi Mbah Wongso?" Wati mencari-cari mbah Wongso

Keduanya lantas mencari mbah Wongso, namun tidak ditemukan. Dan mereka menemukan bayi mereka sudah terbujur kaku di kamar sebelah. Tubuh bayi itu membiru seakan tidak ada darah yang mengalir di tubuh mungilnya. Dengan histeris Wati segera mendekap bayi malang tersebut.

"Anakku, kenapa semua jadi begini?"

Hari itu desa mungil itu kembali gempar. Bayi Udin dan Wati telah meninggal. Berarti bertambah satu lagi korban parakang. Jika sudah dua hari ini Mbah Wongso sakit dan tergolek di rumahnya, lantas siapa yang membo-membo menjadi Mbah Wongso dan membantu persalinan Wati??

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun