Saat Keira berhenti berlari, bahunya berguncang. Ia menangis.
"Aku kesal, Josh! Aku kecewa. Sakit sekali rasanya....," tangis Keira.
"Iya, Kei. Pasti sakit sekali rasanya. Menangislah. Nggak apa-apa. Tapi besok kamu harus kembali ceria ya," hiburku.
Keira mengangguk-angguk sambil menangis. "Kenapa ada orang seperti itu, Josh? Dia kok tega banget?"
"Entahlah.... Terkadang kita tidak tahu apa yang ada di pikiran orang," kataku. Lalu aku teringat Keira pernah bilang hobi si Cowok Coklat adalah berpetualang. Apakah itu termasuk berpetualang ke hati perempuan-perempuan? Ah, nggak bagus itu!
Sore itu, Keira menangis sejadi-jadinya. Setelah puas menangis di taman, aku mengajak Keira pulang. Aku mengantarnya sampai di depan pintu rumahnya.
Keesokan harinya Keira sakit. Ia tidak masuk sekolah. Aku tahu ia pasti tidak bisa tidur semalaman. Ia tampak lelah.
 "Apa yang bisa aku lakukan untuk menghiburmu?" tanyaku pada Keira.
Keira diam saja.
"Bagaimana kalau main tebak-tebakan?" tanyaku lagi.
Dia tetap diam.