Melambatnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara mitra dagang utama seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan Uni Eropa berpotensi menurunkan permintaan ekspor Indonesia. Situasi ini berpotensi memperlebar defisit transaksi berjalan, dengan estimasi mencapai sekitar 1,3% hingga 1,6% dari produk domestik bruto pada tahun 2026.
2. Meningkatnya Proteksionisme dan Ketegangan Perdagangan Global
Kebijakan proteksionis yang semakin ketat dan eskalasi konflik dagang internasional dapat menghambat ekspor Indonesia. Ketidakpastian yang muncul akibat situasi ini juga berpotensi menahan laju investasi dan perdagangan, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi domestik.
3. Risiko Geopolitik dan Ketegangan Internasional
Konflik geopolitik, seperti ketegangan antara Iran dan Israel serta keterlibatan kekuatan besar, meningkatkan risiko gangguan pasokan global, lonjakan harga komoditas, dan volatilitas pasar keuangan. Hal ini dapat memperburuk ketidakpastian ekonomi dunia dan menekan prospek pertumbuhan Indonesia.
4. Penurunan Harga Komoditas dan Permintaan Global
Turunnya harga komoditas utama yang diekspor Indonesia, seperti minyak sawit dan mineral, akan mengurangi pendapatan ekspor dan memperlebar defisit transaksi berjalan. Ketergantungan ekonomi pada ekspor komoditas membuat kondisi ini menjadi tantangan serius.
5. Ketidakpastian Kebijakan Moneter Global
Kebijakan moneter yang ketat di negara maju, termasuk suku bunga tinggi di Amerika Serikat dan Eropa, berpotensi memicu arus keluar modal dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Bank Indonesia harus menyeimbangkan antara pengendalian inflasi dan pencegahan arus modal keluar yang berlebihan.
6. Risiko Depresiasi Rupiah dan Inflasi Impor
Tekanan dari luar negeri dapat menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah, yang berdampak pada kenaikan inflasi impor dan menurunkan daya beli masyarakat. Inflasi yang meningkat berisiko menghambat konsumsi domestik sebagai pilar utama pertumbuhan ekonomi.