Mohon tunggu...
sagita sanaa romadhona
sagita sanaa romadhona Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Administrasi Publik

Illegitimi Non Carborundum

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kualitas Omnibus Law Dalam Perspektif Efektivitas Komunikasi (Maier)

11 Juni 2022   23:37 Diperbarui: 16 Juni 2022   04:19 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada 2 November 2020, pemerintah memberitahukan masyarakat mengenai diterbitkannya UU Nomor 11 Tahun 2020 atau Omnibus Law tentang Cipta Kerja. Pada saat itu, banyak sekali masyarakat yang tidak setuju dengan adanya aturan tersebut sehingga menimbulkan kericuhan di Indonesia seperti terjadinya demo di beberapa daerah di Indonesia, khususnya di Ibukota. Padahal, apabila dilihat dari tujuannya, Omnibus Law dibuat untuk menciptakan lapangan kerja serta untuk memudahkan izin usaha. Namun, UU ini tetap diterapkan di Indonesia walaupun banyak sekali pihak yang tidak menyetujui isi UU tersebut. Hanya pihak dari pengusaha yang merespons secara positif mengenai Omnibus Law ini. Maka dari itu, timbul pertanyaan mengenai bagaimana kualitas dari penerapan kebijakan Omnibus Law tersebut. Kualitas dari Omnibus Law tentunya dapat dianalisis menggunakan pendekatan efektivitas komunikasi menurut Maier.

Sebelumnya, mari kita bahas mengenai Omnibus Law terlebih dahulu. Undang-Undang Cipta Kerja ini sudah direncanakan sejak 20 Oktober 2019. Draft pertama dari UU Cipta Kerja ini telah dibuat pada Februari 2020. Namun, draft tersebut juga mendapatkan banyak kritik dari kelompok Hak Asasi Manusia dan Serikat Pekerja. Oleh sebab itu, draft UU Cipta Kerja direvisi dan model terbarunya telah disahkan pada 05 Oktober 2020 dan diumumkan pada 02 November 2020.

Dilansir dari daya.id, Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law itu sendiri adalah kebijakan yang membahas mengenai upaya menciptakan lapangan pekerjaan melalui Usaha kemudahan; Perlindungan dan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); Peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan dalam melakukan usaha; serta Investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional. Undang-Undang ini terdiri dari 1.203 pasal dan 73 Undang-Undang terkait. UU Cipta Kerja ini memiliki isi, yaitu membahas mengenai gaji dan waktu kerja, kemudahan bagi tenaga kerja asing, pemecatan, perpajakan, lingkungan, dan investasi.

Pertama, pembahasan mengenai gaji dan waktu kerja, UU Cipta Kerja mengurangi batas pembayaran kompensasi yang berawal dari 32 bulan gaji menjadi 19 bulan gaji dan ditambah dengan enam bulan gaji yang disediakan oleh pemerintah. Selain itu, batas lembur karyawan dinaikkan menjadi empat jam per hari atau 18 jam per minggu, wajib hari libur dalam seminggu berubah menjadi hanya satu hari, dan adanya penghapusan mandat cuti berbayar selama dua bulan bagi karyawan yang sudah bekerja selama lebih dari enam tahun. Kemudian, pemerintah mengatakan bahwa mereka yang kehilangan pekerjaan akan diberikan program jaminan kehilangan pekerjaan seperti uang tunai, akses informasi lapangan kerja, hingga pelatihan kerja.

Kedua, pembahasan mengenai kemudahan bagi tenaga kerja asing. Dalam UU Cipta Kerja, perekrutan tenaga kerja asing pada UU ini diperbolehkan untuk pekerjaan yang berhubungan langsung dengan produksi. Kemudian, WNA yang sudah tinggal lebih dari 183 hari dalam setahun di Indonesia tidak akan dikenakan pajak penghasilan luar negeri. Ketiga, dalam aturan mengenai pemecatan, perlindungan hak-hak pekerja dicabut dan pemecatan pekerja dapat dilakukan dengan lebih mudah.

Keempat, dalam perpajakan, Pajak Penghasilan Badan (PBB) diturunkan menjadi 22% di tahun 2022 dan 20% di tahun 2025. Kemudian, perusahaan digital seperti Netflix, Spotify, dan lain-lain akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% kepada pelanggan. Kelima, dalam hal lingkungan, peraturan lingkungan untuk berbisnis lebih dimudahkan untuk proyek bisnis yang tidak berisiko tinggi. Keenam, UU ini akan mengatur bahwa industri tidak boleh menerima investasi swasta di bidang perjudian, obat-obatan terlarang, senjata kimia, bahan kimia industri, dan ikan yang terancam punah.

Apabila UU Cipta Kerja ini diterapkan, maka akan memberikan beberapa keuntungan, khususnya kepada para pengusaha. Pertama, UU Cipta Kerja akan memberikan kemudahan izin untuk mendirikan UMKM dan UMKM akan diberikan perlindungan hukum apabila terkena masalah. Kedua, UU Cipta Kerja akan memberikan izin kapal sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja dari industri perikanan di seluruh Indonesia. Ketiga, Undang-Undang juga dapat memberikan kemudahan untuk investasi. Keempat, Omnibus Law memungkinkan akan menarik banyak tenaga kerja asing di Indonesia untuk mendukung perusahaan di Indonesia ke arah yang lebih baik.

Kelima, pemerintah akan memberikan dukungan kepada UMKM melalui sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan pemegang saham. Pendampingan tersebut berupa pemberian pendampingan mulai dari manajemen, anggara, SDM, hingga sarana dan prasarana. Keenam, pemerintah akan memberikan berbagai kemudahan bagi UMKM untuk melakukan ekspor sehingga diharapkan UMKM dapat lebih dikenal di pasar luar negeri. Ketujuh, UU Cipta Kerja ini akan menyerap minimal 40% dari produk UMKM untuk seluruh kegiatan belanja barang dan pengadaan jasa oleh pemerintah. Bahkan, infrastruktur publik juga diwajibkan untuk mengalokasikan 30% dari total lahan untuk dijadikan area komersial bagi UMKM dengan sistem kemitraan. Kedelapan, pemerintah akan memudahkan masyarakat yang ingin mendirikan korupsi. Pemerintah hanya mewajibkan minimal sembilan anggota untuk pendirian koperasi primer dan rapat anggota tahunan dapat dilaksanakan secara online.

Berdasarkan hal tersebut, maka mengapa apa alasan dari penolakan masyarakat terhadap Undang-Undang tersebut? Masyarakat tentunya menolak UU Cipta Kerja ini tidak tanpa alasan yang jelas dalam menolak pengesahan UU Cipta Kerja ini. Alasan dari penolakan UU Cipta Kerja terdiri dari beberapa hal. Pertama, UU Cipta Kerja menggantikan Pasal 59 ayat 4 UU Ketenagakerjaan yang mengelola ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat pekerjaan, jangka waktu, hingga batas waktu perpanjangan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang diatur dengan peraturan pemerintah. Ketentuan baru tersebut memberikan peluang bagi pengusaha untuk mempertahankan status para buruh atau pekerja tanpa adanya batasan. Kedua, UU Ciptaker memangkas hak pekerja dengan memberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk hari kerja dalam satu minggu. UU ini juga meniadakan kewajiban perusahaan untuk memberikan istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang sudah bekerja selama enam tahun. Ketiga, UU Ciptaker mengubah kebijakan mengenai pengupahan pekerja. Sebelumnya terdapat sebelas kebijakan mengenai pengupahan diubah menjadi tujuh kebijakan. Tujuh kebijakan tersebut yaitu upah minimum, struktur, skala upah, upah kerja lembur, upah kerja tidak masuk kerja, serta bentuk dan cara pembayaran upah. Keempat, upah minimum didasarkan pada Upah Minimum Provinsi. Kemudian, pemerintah mengatur bahwa tidak ada denda bagi pengusaha yang terlambat membayar upah, pekerja yang di PHK karena surat peringatan ketiga tidak diberikan pesangon, pekerja yang di PHK karena perusahaan mengalami kerugian selama dua tahun atau keadaan memaksa tidak mendapatkan pesangon, pekerja yang di PHK karena memasuki usaha pensiun tidak lagi diberikan pesangon, serta pekerja yang di PHK karena sakit yang berkepanjangan atau ketika mengalami kecacaran akibat kecelakaan kerja tidak lagi diberikan pesangon.

Dengan adanya hal tersebut, maka buruh menjadi resah. Buruh menyatakan bahwa PKWT akan menjadi lebih bebas dan tanpa batas, adanya penyederhanaan proses PHK, peniadaan cuti panjang, cuti haid, dan lainnya. Para buruh ini juga khawatir apabila Omnibus Law hanya akan menambah keuntungan bagi para investor saja, terutama investor asing. Sementara itu, perlindungan bagi para buruh di Indonesia menjadi semakin lemah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun