Mohon tunggu...
Gitakara Ardhytama
Gitakara Ardhytama Mohon Tunggu... Penulis

Penulis buku Pejuang Kenangan (2017), Hipotimia (2021) dan Ruang Ambivalensi (2025). Pemimpin Redaksi CV. TataKata Grafika. Aktif menulis artikel dan essai di berbagai platform digital.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ruang Publik Gratis yang Kini Terasa Semakin Mahal di Kota-Kota Besar

29 September 2025   09:44 Diperbarui: 29 September 2025   10:47 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ruang publik bukan perkara soal kursi dan pepohonan. Ia adalah simbol keterhubungan. Di sana kita bisa hadir sebagai seutuhnya manusia, makhluk sosial, bukan konsumen. Ia memungkinkan kita belajar hidup berdampingan, saling memberi ruang, berbagi udara, bahkan mungkin berbagi diam.

Tanpa ruang publik, kota semakin terasa individualistis. Kita hidup di perumahan yang rapat-rapat, tapi jarak batin melebar. Kita semakin sering berada di ruang ramai, tapi tetap merasa kesepian.

Kalau kita masih mengukur kemajuan sebuah kota dari jumlah mal yang berdiri, jangan terkejut bila nantinya generasi yang akan datang jauh lebih mengenal eskalator daripada pepohonan, lebih akrab dengan angin dari standing AC daripada semilir angin taman, dan lebih hafal jingle-jingle promo ketimbang lagu anak-anak.

Mungkin sudah waktunya kita dan para pejabat pemerintah kota berpikir ulang: apa artinya tinggal di sebuah kota modern kalau ruang untuk sekadar duduk tenang saja kita harus membayar? 

Sebuah kota tidak seharusnya hanya jadi etalase konsumsi, tapi juga rumah bersama bagi warganya. Dan rumah yang baik, tentu punya ruang tamu, yang gratis, terbuka, dan ramah bagi semua. Baik untuk pendatang dan juga penghuninya.

"Kemajuan sejati sebuah kota terlihat bukan dari gedung menjulang, tapi dari ruang terbuka yang membuat warganya merasa setara, bebas, dan tenang. Menjadi manusia seutuhnya, bukan sekedar objek konsumersisme."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun