Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Horor Singkat Tercekat #38

17 September 2015   23:25 Diperbarui: 17 September 2015   23:31 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="(Island of Mutilated Doll - ilustrasi: travelingiq.com)"][/caption]

Edisi Gore

Perhatian: Edisi Gore ini berisi citraan darah, bangkai dan hal-hal menjijikkan lainnya. Jika tidak kuat mental dan perasaan, dimohon untuk tidak melanjutkan membaca. Terima kasih.

Aku saksikan dengan mata kepalaku sendiri, darah segar itu menggenang. Ya, tepat di aspal jalan Solo-Semarang itu, dua badan tergeletak di aspal panas siang. Pengemudi lain melambatkan laju kendaraan mereka. Beberapa motor tidak sengaja melintas darah korban. Aku pilih berhenti. Ingin ku abadikan ekspresi terakhir para korban dengan darah melumuri wajah mereka. Di kameraku. Di laptopku sebagai koleksi kematian. Anyir bau darah. Ya, ini yang membuatku bergairah untuk hidup.

- - o - -

‘Win, temanmu Asih kemana? Tiga hari tidak terlihat?’ Tanya bu Tinah pemilik kos. Winda hanya tersenyum lalu bergegas beranjak pergi tanpa kata ke kamarya. Bu Tinah mengernyitkan dahi. Berkeras, bu Tinah mengikuti Winda ke kamarnya. ‘Winda...!!?’ bu Tinah agak keras memanggil Winda agar tidak menutup kamar kosnya. Malah Winda langsung menutup kamarnya. Bu Tinah memicingkan mata dari kaca nako ke dalam kamar Winda. Bau bangkai menyengat. Tercekat, bu Tinah menyaksikan Winda terdiam di samping Asih. Asih sudah membusuk. Tubuhnya tidak tertutupi kain apapun dan mulai membiru. Mulut Asih menganga, sedang lalat-lalat menghinggap di sekitar mulutnya.

 - - o - -

Mataku berkunang-kunang. Apa yang terjadi? Fikiranku belum juga sadar. Ada suara erangan kesakitan di sampingku. Bus ini menjadi gelap. Aku sudah berada terjepit bangku bis. Ku rasakan darah mengalir di keningku. Melenguh, ku coba berdiri. Tapi kakiku sakitnya bukan main. Ku raba dengkulku. Ku rasa hangat. Sepertinya dengkul sudah terkelupas. Karena dapat ku rasakan tulang dan licin permukaannya. Perih ku rasa. Tangan kiriku pun tampaknya patah. Karena lamat-lamat ku lihat tulang menumbul dari dalam kulit. Bau solar dan asap tercium. Terang api ku lihat di bagian depan bus. Ya Tuhan. Aku akan terbakar hidup-hidup!

- - o - -

Semua karena Sandy telah mendua, Dian muak melihat Sandy. Walau ia sudah mati, Dian tetap benci sampai mati. Dian telah menikam Sandy saat ia terlelap. Badan Sandy sudah ia potong menjadi empat bagian. Kini Dian akan memenggal kepala Sandy. Cuih! Betapa wajah Sandy membuatnya ingin muntah. Dengan parang, ia coba putus kepala Sandy. Sesekali tanpa sengaja, Dian mengenai bahu dan tengkorak Sandy. Wajah Sandy pun hancur tidak berbentuk karena tidak sengaja terparang. Persetan fikirnya! Pokoknya ia sudah muak melihat wajah si durjana Sandy.

Cerita lainnya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun