Namun yang akan saya bahas. Dan menjadi keprihatinan kita. Seberapa awet smartphone yang kita punya?Â
Sedang godaan iklan smartphone rilisan terbaru ada dimana-mana. Lalu melihat smartphone kita yang beli tahun lalu sudah berasa begitu tua dan kuno. Ada keinginan bukan untuk sekadar mengganti. Tetapi menambah smartphone terbaru. Smartphone yang lama untuk telepon dan sosmed. Yang terbaru nanti untuk berfoto-foto baru. Sebuah perilaku serupa yang pernah dilakukan 2 tahun lalu.Â
Tetapi buat yang berduit cekak alias terbatas. Mengganti smartphone bukan prioritas. Apalagi menambah jumlahnya.
Smartphone menempati urutan pertama untuk konsumsi produk digital global 2018, yaitu 48%. Diikuti oleh PC/tablet, 15% dan televisi 12%. Dengan jumlah uang yang dikeluarkan untuk produk digital melebih 1 triliun USD (lebih dari 1,4 quatriliun IDR).
Sejak 2013, trend orang membeli smartphone menyalip penjualan televisi. Di 2018, jumlah smartphone terjual secara global mencapai 1,5 miliar buah. Jumlah ini konstan terus meningkat dari 1,2 miliar di tahun 2014.Â
Dengan trend seperti itu, maka 'wajar' perilaku mengganti dan/atau menambah jumlah smartphone. Bayangkan saja, ada 335 juta lebih pengguna smartphone dari 270 juta penduduk Indonesia. Ini berarti rata-rata setiap warga negara Indonesia memiliki 1,2 smartphone.
Orang Indonesia sendiri menghabis rata-rata 8,6 jam per hari berselancar di dunia maya. Dengan rata-rata 3,6 jam untuk bersosial media. Hal ini dikarenakan penetrasi internet di Indonesia tumbuh pesat, 56%.
Setelah melihat fenomena smartphone sebagai produk konsumsi global yang terus naik. Mari kita kembali ke pertanyaan awal kita. Berapakah usia smartphone kita sesungguhnya?
Menurut survey Costumer Technology Association tahun 2014, rata-rata usia bertahan smartphone adalah 4,7 tahun. Walau secara umum, usia produk elektronik konsumsi bisa bertahan sampai 5 tahun.
Namun jika melihat realitas, usia 4,7 tahun sangat tergantung penggunaan smartphone itu sendiri.Â