Tindak bahasa seperti berpidato, mengobrol, atau sekadar berkhayal kadang membutuhkan unsur non-verbal. Tindakan non-verbal seperti gestur, mimik, intonasi suara, dan kontak mata menjadi pelengkap, penyulih, dan pengamplifikasi makna tuturan.
Sebagai contoh kita ambil tuturan "Apa kabar?" Jika diucap dengan intonasi awal sampai akhir yang datar, tentu akan berbeda maknanya dengan akhiran berintonasi tinggi. Dengan intonasi datar berarti basa-basi atau keenganan. Sedang intonasi tinggi diakhir bisa berarti ketakjuban atau kebahagiaan.
Akan lebih lengkap makna keenganan atau ketakjuban jika disertai gestur dan kontak mata. Intonasi enggan akan lebih kentara saat bahu membungkuk dan tak mau bertatap mata. Pun, ketakjuban akan lebih nyata saat tangan segera diangkat untuk memeluk dan tatapan pun fokus.
Namun, bagaimana unsur non-verbal interaksi ini bisa diaplikasikan di dunia digital seperti sosmed? Sedang sosial media membatasi gerak gestur tubuh, mimik, intonasi, dan kontak mata.
Karena tak bisa dipungkiri lagi. Hampir setiap orang yang kita kenal atau berkenalan akan punya atau bertanya profil Facebook atau sekadar nomor telepon untuk WhatsApp kita.
Untuk mewakilkan unsur non-verbal ini dibuatlah terma bernama "social gesture". Social gesture berarti interaksi non-verbal yang dilakukan via mem-follow, berkomentar, like/heart, dan share. Sedang secara umum di dunia digital, level 'dasar' social gesture adalah menyisipkan link atau mencatut kredit atas tulisan atau foto orang lain.
Makna social gesture di dunia digital, atau sosmed, berarti apresiasi, kontinuasi, dan phatis. Misalnya saat kita me-like posting seorang kawan di FB. Maka ketiga makna tersebut terjadi. Baik apresiasi, kelanjutan komunikasi, dan basa-basi. Walau kini ada makna lain pemberian like di Facebook.
Beragam platform sosial media memfasilitasi social gesture untuk penggunanya. Facebook kini memiliki hampir semua social gesture. Ada like dan share button, reaction emot, komentar, sampai mention sudah tersedia.Â
Snapchat memiliki jumlah komentar, views dan like. Serupa dengan YouTube, namun hanya ditambah tombol share platform sosmed lain dan subscription. Walau pada kedua platform ini, jumlah view nantinya dapat dimonetisasi dan bukan sekadar penanda social gesture.
Walau WhatsApp adalah platform instant messaging. Fitur social gesture, selain tanda centang (read) juga ada yang lain. Seperti jumlah view dan komen dari status kita. Pesan yang di-forward (diteruskan) pun kini memiliki tanda khusus. Jika dipotong-saling, pesan orang lain akan memiliki nama dan waktu pesan dikirim.
Beragam cara dan bentuk social gesture platform sosmed memang sengaja dibuat. Selain sebagai pengganti dinamika unsur non-verbal komunikasi langsung. Tujuan lain adalah untuk menjaga atau menambah engagement atau durasi dan frekuensi pengguna sosmed.Â
Semakin konsisten pengguna memberi like/komen pada posting orang. Bisa jadi orang tersebut semakin gandrung pada interaksi di linimasa. Karena tak jarang notifikasi sosmed bisa dibilang begitu intimidatif.
Dengan interface yang begitu menarik dan memudahkan. Tak jarang banyak orang dianggap kecanduan akan sosial media. Social gesture yang begitu menggoda ternyata bisa begitu membuai para pengguna untuk berlama-lama. Tak jarang kita terkurung dalam ilusinya.
Social gesture sendiri adalah substitusi dari komunikasi non-verbal kita. Ditambah dengan tipe, notifikasi, dan interface yang baik dan menarik. Social gesture tak ayal membuat kita merasa sosmed adalah tempat bersosialisasi sesungguhnya.
Walau tak dapat dipungkiri jabat tangan, senyuman, atau tatapan mata lawan bicara tak pernah terganti. Karena ada makna, nuansa dan rasa yang tak pernah bisa digantikan icon like atau heart, dan komentar apapun.Â
Salam,
Solo, 18 Januari 2018
01:26 pm