Beberapa detik setelah terbangun dari tidur, pikiran langung tertuju kepada HP atau smartphone kita. Banyak pertanyaan dan keinginan melihat HP kita yang muncul seketika.Â
Apa yang diobrolkan di WAG tadi malam? Foto unggahan saya tadi malam siapa saja yang nge-like di Facebook? Posting blog sudah berapa ratus yang melihat? Apa sudah ada email balasan dari rekan di Malaysia?
Ada kelindan perasaan menjelang dan saat membuka smartphone kita saat bangun dari tidur. Lalu mengapa kita begitu terbiasa untuk sekadar melihat notifikasi.
Pertama, tren kerja di era digital yang cepat dan penuh distorsi. Harus kita akui di era digital, yang namanya kerja sekarang tidak kenal waktu dan tempat.Â
Email terkait pekerjaan, atau chat dan reminder dari bos seolah menghantui dimanapun kita berada. Pun waktu siang dan malam tidak menjadi alasan kita tidak mengerjakan sesuatu.
Distorsi urusan lain pun mempersingkat kinerja kita. Saat satu pekerjaan sedang dikerjakan, notifikasi email laporan lain sudah di inbox. Belum lagi riuhnya grup chat rekan kerja yang ribut soal bonus akhir tahun. Pikiran dan hati pun terbelah sampai sulit berfokus.
Tak ayal, satu hal yang penting saat terbangun di pagi hari adalah soal kerja. Kerja bukan lagi ada di kantor. Tetapi kadang pekerjaan begitu nyata di sebuah layar 5-6 inchi smartphone kita.
Kedua, gaya hidup sosial media yang riuh dan buru-buru. Notifikasi sosmed dan grup chat membuat kita senang. Kita merasa ada interaksi tiada putus dengan orangtua, teman, atau rekan kerja. Walau bisa dikatakan hal ini adalah ilusi komunikasi digital semata.
Membuka notifikasi atau membalas membuat kita diburu-buru. Kalau terlalu banyak notifikasi sosmed/grup chat kita jadi pening sendiri. Pun kalau tidak membalas chat/reply ada anggapan kita begitu acuh.
Komunikasi tergesa dan kadang tidak bermakna ini mengacaukan pikiran kita. Baik menjelang tidur atau usai kita terbangun di pagi hari.