Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Full Day School, Memberi Rasa Aman atau Khawatir buat Orangtua?

14 Juni 2017   10:32 Diperbarui: 15 Juni 2017   09:43 1291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang kedua adalah efektifkah jam kegiatan yang dilakukan sekolah di FDS? Jika siswa sudah cukup bosan untuk pulang pukul 12 siang. Apalagi jika diminta pulang pukul 3 sore. Program ekstrakurikuler bisa saja menarik, untuk sekolah yang memang unggulan. Bagaimana dengan sekolah pada umumnya di daerah. Pihak sekolah tentu harus memutar otak untuk mengisi ekstra waktu siswa. Mungkin pada program awal FDS bisa berjalan, tapi apakah konsisten? Karena program yang dijalankan membutuhkan SDM. Jika SDM kurang atau mendapat 'uang lelah' sedikit, apa efektif FDS?

Sekitar 10,000 sekolah akan menjadi pilot untuk FDS tahun ini. Sekolah pilot project FDS ini akan diberikan dana hibah murni. Walau besarannya belum didetailan Kemendikbud. Seperti program-program yang telah ada sebelumnya. Karena kajian FDS yang belum juga firm atau baik. Ditambah, ada kesan terburu-buru menerapkan FDS ini. Tahun kemarin diusualkan, tahun ini diterapkan. ada keraguan yang muncul. Karena pada tahun 2019, semua sekolah di Indonesia akan menerapkan FDS.

Jangan sampai FDS hanya membawa sensasi temporal semata. Saat ada Kemendikbud baru, maka ada program/sistem baru. Setelah itu akan diganti lagi. Sekolah, guru, sekolah dan orangtua jangan menjadi eksperimen pedagogis belaka. Pendidikan memang ever-changing atau terus berkembang. Namun jangan sampai perubahan mengikis fundamental bangsa yang terdidik. Jika mau diterka, sebenarnya apa landasan pendidikan kita? Jika landasan sederhana misalnya meng-Indonesia-nakan orang Indonesia, sudahkah demikian?

Rasa khawatir orangtua pada FDS adalah wajar. Namun jika rasa aman malah berubah jadi rasa takut, apakah wajar? Saya pun yakin pihak sekolah sudah menggodok semua kegiatan dan indikator pencapaiannya. SDM dan program pun sudah dimatangkan. Guru dan komite sekolah pun sudah urun rembug agar semua berjalan sesuai rencana. Namun, apakah konsisten nantinya?

Referensi: antaranews.com |  detik.com | kompas.com

Salam,


Wollongong, 14 Juni 2017

01:32 pm

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun