Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memahami Identitas Diri di Sosial Media

29 November 2016   18:59 Diperbarui: 27 Mei 2019   21:14 1219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Identity in Social Media - ilustrasi: fightingidentitycrimes.com

Sedang untuk lurkers, generasi ini lebih kepada generasi V, W dan beberapa X. Mereka ini adalah 'immigrant' dalam dunia teknologi. Selengkapnya di artikel saya Apa Kamu Termasuk Digital Natives?

Self Constructed Digital Identity - ilustrasi: flickr.com
Self Constructed Digital Identity - ilustrasi: flickr.com
Dari demografi ini, akan terlihat benang merah identitas kita di sosmed. Jauh sebelum ada sosmed dengan akun anonim, prinsip identitas dramaturgis ditelaah oleh Goffman. 

Pada dasarnya kita ingin mencitrakan diri saat berkomunikasi. Komunikasi menjadi serupa drama. Disini ada aktor dan penonton yang terlibat. Sehingga, ada beberapa phase drama penciptaan identitas diri yang ingin diciptakan:

  • Pertama, front stage identity. Dimana pelaku komunikasi (aktor) memilah dan memilih kostum, aksen, gaya bicara, gestur, dll dalam interaksi. Identitas yang muncul adalah keinginan dan harapan dari citra yang ditimbulkan.
  • Kedua, back stage identity. Dimana pelaku sejatinya juga memiliki identitas 'rahasia'. Terlepas pencitraan yang dibuat dan ditampilkan. Ada sisi dalam diri si aktor dimana penonton tidak perlu mengetahui.

Kedua fase ini menjadi gambaran apa yang terjadi dari akun sosmed yang kita buat. Sosmed bisa menjadi representasi dari diri kita. Ataupun, sosmed menjadi ektension dari diri kita yang lain. 

Dalam hal ini, representasi diri menjadi diri sendiri baik di dunia nyata dan maya. Namun menjadi diri lain (ekstension) pun bisa dilakukan di sosmed. Ada front stage identity yang ingin kita tunjukkan. Namun di satu sisi, dan pada saat bersamaan ada ruang untuk back stage identity.

Memahami identitas di sosmed pun menjadi langkah penting memahami literasi digital. Sebuah wacana yang saat ini mungkin sangat dibutuhkan. Alih-alih memahami determinasi teknologi semata, ada literasi kritis yang juga dikandung teknologi. 

Determinasi teknologi adalah sisi fungsional dari teknologi. Sedang sisi literasi kritis lebih menyorot ranah dunia teknologi memiliki kultur, kekuasaan dan kepopuleran tersendiri. Selengkapnya baca Sosial Mediamu Bukan Kalkulator Kawan!

Referensi: 

  • Goffman, H. Erving. The Presentation of Self in Everyday Life. (1959)
  • Greif Hajo, Culture of Participation: Media Practices, Politics and Literacy. (2011)
  • Hafner, C. A. J. R. H. Understanding Digital Literacies. (2012)

Salam,

Wollongong, 29 November 2016

10:59 pm

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun