Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Ketidaknyamanan Bekerja Diawali dengan Menggosip

12 Maret 2014   05:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:02 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: emmagem.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="450" caption="(ilustrasi: emmagem.com)"][/caption] Intrik tempat kerja menjadi suatu hal yang kadang tidak bisa dihindari. Ingin jauh atau tidak ingin terlibat, toh kadang ada saja teman kerja yang cerita atau menggosip. Istilah umumnya seperti berbisik-bisik di belakang orang yang sedang berkonflik atau orang yang dianggap tidak baik dalam bekerja. Masalah ini-itu pun menjadi konsumsi fikiran dan akhirnya seperti menarik diri untuk ikut terlibat atau memikirkan masalah yang timbul. Dan uniknya, kadang dari ngobrol-ngobrol dengan teman kerja tentang seseorang yang dianggap masalah di kantor, menjadi sebuah bumerang. Seperti masalah yang sekadar diomongi dibelakang saja, kini menjadikan kita risih atau tidak nyaman. Terutama saat orang yang kita bicarakan ada disekitar kita. Ada sebuah ketidaknyamanan atau rasa risih. Karena mungkin fikir kita yang sudah begitu concern dengan intrik yang timbul di kantor. Atau karena kadang kita ikut merasakan penderitaan teman yang menjadi korban intrik di kantor, saat melihat orang yang kadang digosipkan kita menjadi bagaimana gitu. Apalagi dalam hal ini, teman yang bercerita tentang masalahnya adalah teman yang kita percaya. Mau tidak mau, seperti ada ketimpangan informasi. Karena satu sisi, pastinya ada pihak yang dirugikan. Yaitu, orang yang sedang digosipkan. Namun kadang, stigma atau gosip yang kita buat dalam intrik juga merupakan akumulasi pengalaman buruk terhadap orang tersebut. Mungkin orang yang digosipi, pernah berbuat sengaja ataupun tidak sengaja terhadap diri kita. Mungkin saat sempat berpartner atau bekerjasama dulu, orang yang kita gosipi memang memberi pengalaman yang menyakitkan. Sehingga, saat teman kantor yang lain terkena imbas negatif dari orang yang sedang digosipi ini, menjadi sebuah justifikasi. Sebagai sebuah landasan valid, kalau memang ketidaknyamana di kantor dipendarkan dengan eksistensi orang tersebut. Masalah yang sedang menjadi buah bibir teman kantor pun kadang terlarut cukup lama. Pimpinan mungkin sibuk atau merasa orang yang sedang menjadi masalah baik untuk mereka. Atau bahkan, karena si subjek gosip ini adalah senior, masalah ketidaknyamanan seperti dijadikan mahfum. Berhadapan dengan orang tersebut, ya biasa-biasa saja. Namun dibelakang orang ini, lontaran ketidakpuasan dan stigma pun terlontar. Dengan teman sependeritaan, intrik yang ada menjadi konsumsi sehari-hari di tempat makan. Ya kadang memang tanpa solusi. Berusaha baik dihadapan orang yang sedang kita anggap sebagai masalah pun menjadi sumber rasa risih. Menjadi sesuatu yang lebih baik dihindari. Daripada ngedumel sendiri dalam hati terus merasa berdosa sendiri, lebih baik jauh-jauh deh dari orang itu. Tegur sapa hanya sekedar lipstik. Basa-basi interaksi di tempat kerja. Walau kadang hati kita seperti ketar-ketir sendiri menghadapinya, namun disembunyikan senyum simpul di wajah. Konflik tidak ingin difrontalkan, biar hati saja yang bergolak. Nanti ada waktunya rasa tidak nyaman ini tertumpah. Tentunya menggosip dengan teman sependeritaan. Dan bukan maksud diri atau teman-teman kantor lain melarutkan intrik yang ada. Namun kadang, orang yang kita menjadi subjek gosip ini adalah orang yang sulit berkomunikasi. Ia hanya sekadar berbicara saat memerintah atau ada perlunya saja. Senior yang kadang dianggap biasa saja oleh senior lain. Namun tidak dengan kita yang pernah bekerja sama dengannya. Andai saja subjek gosip kita sengakatan atau sama juniornya, bisa saja kita obrolkan dan mencari solusi bersama. Batasan hirarki usia dan lama kerja antar junior tidak begitu kuat. Beda jika dengan subjek gosip adalah senior. Intrik yang ada pun hanya menjadi gosip sehari-hari para junior. Memang tidak baik dan tidak sreg dengan menggosipi di belakang seseorang. Maka muncullah ketidaknyamanan dalam interaksi teman sekantor setiap harinya. Anda juga tertarik membaca artikel saya: Mempercayakan Tanggung Jawab, Bukan Berarti Lari Dari Tanggung Jawab Salam, Solo 11 Maret 2014 10:40 pm

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun