Hadis merupakan salah satu unsur penting dalam islam, terutama dalam hal yang menyangkut mengenai penetapan hukum syariat. Kajian hadist menjadi sangat penting, terutama setelah menyadai betapa krusialnya posisi hadist dalam islam. Di zaman modern ini, terdapat sebuah istilah yang cukup popular di ranah kajian hadis. Istilah yang dimaksud Adalah "living hadis", istilah ini muncul belum cukup lama, dan mempunyai pembahasan yang menarik terlebih di Kawasan Indonesia sendiri yang hidup dengan banyak jenis adat dan budaya.
Di Indonesia sendiri tercatat bahwa istilah living hadis mulai dipopulerkan oleh para dosen di UIN Sunan Kalijaga melalui buku Metodologi Penelitian Living al-Qur'an dan Hadis (2007). Secara sederhanannya, living hadis dapat diartikan sebagai sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut fenomena pemahaman, praktik, dan pengalaman umat Islam terhadap hadis Nabi dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun istilah living hadis baru di populerkan di zaman modern ini, namun praktinya sendiri sebenarnya telah dilakukan bahkan jauh sebelum istilah living hadis lahir. Seperti Pada periode Nabi Muhammad SAW, Ketika para sahabat mendengar hadis dari Rasul mereka langsung mempraktikannya dan menghidupkannya dalam keseharian mereka, mulai dari tata cara shalat, adab makan, hingga kebiasaan mengucapkan salam.
Maka dapat dipahami bahwa, Kajian living hadis berfokus pada kajian atas fenomena praktik, tradisi, ritual, atau perilaku yang hidup di masyarakat yang praktinya memiliki landasan dari hadis nabi. Kajian living hadis tidak menitik beratkan pembahasan mengenai apakah suatu hadis itu shahih, dha'if. living hadis akan mengkaji dari sisi bagaimana masyarakat menafsirkan hadis tersebut? Bagaimana hadis itu membentuk budaya? Dan sebaliknya, bagaimana budaya membentuk cara orang memahami hadis?.
Sebagai contoh konkret dari living hadis yang dapat kita lihat di Indonesia adalah Tradisi tahlilan. Tradisi ini kerap dikaitkan dengan doa bagi orang yang wafat, sering kali didasarkan pada hadis tentang doa untuk mayit. Begitu pula perayaan maulid Nabi yang berakar pada kecintaan umat kepada Rasulullah SAW. Bahkan doa qunut dalam shalat Subuh pun termasuk praktik yang berlandaskan hadis, meski penafsirannya berbeda-beda di tiap mazhab.
Namun, living hadis bukan tanpa kontroversi. Ada kalangan yang menilai sebagian prakti yang disebutkan tadi tidak memiliki dasar kuat dari hadis sahih sehingga dianggap sebagai bid'ah. Di sisi lain, ada pula yang melihatnya sebagai bentuk aktualisasi hadis sesuai konteks sosial umat Islam. Perdebatan ini menunjukkan bahwa living hadis tidak hanya soal benar atau salah, tapi lebih pada bagaimana hadis dipahami dalam kehidupan ber-masyarakat.
Hasil yang dapat diperoleh dari ilmu ini adalah pengetahuan tentang keragaman pengamalan hadits, keragaman pola pikir dalam memahami dan mengamalkan hadits, pengetahuan tentang cara yang sangat bijak dalam pengamalan hadits Nabi, serta pengetahuan tentang pergeseran dan perubahan dalam hadits Nabi di dalam kehidupan umat manusia.
Akhirnya, memahami living hadis berarti memahami bagaimana teks suci berinteraksi dengan budaya. Ia mengingatkan kita bahwa agama bukan sekadar hafalan dalil, tetapi juga cara hidup yang nyata di tengah masyarakat. Dengan begitu, kita bisa lebih arif dalam melihat keberagaman praktik umat, sekaligus lebih bijak dalam menilai perbedaan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI