- Minggu keenam: bertepatan dengan Hari Kemerdekaan, kami ikut memeriahkan lomba 17 Agustusan. Momen ini mengajarkan bahwa kebersamaan bisa terjalin tidak hanya lewat pekerjaan, tetapi juga lewat perayaan dan keceriaan.
Dari minggu ke minggu, saya mulai melihat KKN bukan sebagai “beban akademik”, melainkan sebagai catatan perjalanan hidup yang sarat makna.
Mengapa KKN Masih Penting di Era Serba Digital?
Sebagian orang mungkin bertanya: apakah KKN masih relevan di era modern, ketika mahasiswa sudah bisa belajar banyak hal lewat internet? Bukankah masyarakat desa pun kini mulai akrab dengan teknologi?
Menurut saya, KKN justru semakin penting di era digital. Dunia digital sering kali membuat kita terjebak dalam “gelembung” yang penuh dengan informasi cepat, tetapi miskin interaksi nyata. Mahasiswa bisa pintar berdiskusi di forum daring, bisa kritis di media sosial, tetapi sering kali gagap ketika harus menghadapi masalah langsung di lapangan.
KKN adalah jembatan untuk keluar dari gelembung itu. Dengan KKN, mahasiswa dipaksa untuk:
1. Menyentuh realitas nyata: belajar langsung dari masyarakat, bukan sekadar dari teori atau berita.
2. Mengasah empati: memahami kesulitan warga, bukan hanya lewat data, tapi lewat cerita dan tatapan mata.