KKN Bukan Sekadar Kewajiban: Menggali Makna Pengabdian Mahasiswa di Tengah Masyarakat.
Nama: Ghina Nasywa (403220002)
DPL: Yenti, S.S., M.Pd.
Kuliah Kerja Nyata (KKN) sering kali dianggap sebagai salah satu mata kuliah wajib yang harus dijalani mahasiswa untuk bisa lulus. Tak sedikit mahasiswa yang mengeluh saat mendengar kata “KKN”—membayangkan lelah, panas, jauh dari rumah, dan serangkaian aktivitas yang kadang terasa membosankan. Saya pun dulu sempat memiliki pandangan serupa: KKN hanyalah rutinitas, formalitas akademik, dan sekadar program kampus yang harus dijalani.
Namun, pandangan itu berubah total ketika saya benar-benar menjalani KKN Mandiri selama enam minggu di Desa Simpang Sungai Duren Kecamatan Jambi Luar Kota. Dari minggu pertama hingga minggu keenam, saya menyadari bahwa KKN jauh lebih dari sekadar kewajiban. Ia adalah ruang belajar yang sesungguhnya—ruang untuk memahami kehidupan masyarakat, ruang untuk menguji diri, dan ruang untuk mengabdi dengan cara yang paling sederhana sekalipun.
Dari Minggu ke Minggu: Cerita yang Mengubah Pandangan
Perjalanan KKN biasanya berlangsung singkat, hanya sekitar satu hingga dua bulan. Namun, dalam waktu sesingkat itu, mahasiswa justru bisa mendapatkan pengalaman yang tak ternilai. Begitu pula dengan saya.
- Minggu pertama: kami berkenalan dengan perangkat desa, mengikuti rapat, dan mulai menyesuaikan diri. Suasana penuh keramahan warga membuat saya tersadar bahwa pengabdian dimulai dari hal sederhana: membangun kepercayaan.
- Minggu kedua: kami mulai terjun lebih dalam, mendampingi anak-anak belajar mengaji, membantu administrasi, dan memasak bersama warga. Kegiatan ini memberi pelajaran bahwa pengabdian tidak harus muluk, tapi bisa lahir dari kebersamaan sehari-hari.