"Kapan punya anak kedua?" tanya beberapa orang akhir-akhir ini kepada Hasna. Pertanyaan itu membuatnya berpikir bahwa mungkin ini waktu yang tepat untuk memiliki anak kedua. Anak pertamanya sudah mendekati usia 5 tahun. Jarak usia yang cukup untuk mempunyai adik. Sebenarnya rencana ini sudah dari 2 tahun lalu, namun hingga saat ini belum terwujud. Seharusnya peluang memiliki anak lagi tinggi, karena sejak anak pertamanya lahir dia tidak mengikuti program KB (Keluarga Berencana) baik itu dengan obat, suntik 1 bulan, suntik 3 bulan maupun cara lainnya.
Hasna percaya bahwa anak itu adalah salah satu rezeki dan titipan dari Sang Maha Pencipta, jadi dia memilih untuk menunggu sampai waktunya tiba. Apalagi sudah 3 tahun dia dan suaminya tinggal berjauhan. Suami Hasna bekerja di luar kota dan pulang sebulan sekali. Ditambah faktor fisik dan kesehatan pun mungkin menjadi salah satu penghambat mereka untuk memiliki anak kembali. Hasna mencoba untuk tidak terganggu dengan ucapan dari orang-orang yang bertanya perihal anak. Terkadang dia menjawab dengan ucapan 'segera' bahkan sesekali mengalihkan pembicaraan.
Meski tidak menunjukkan sikap terganggu, Hasna terus memikirkan hal itu dan akhirnya berusaha untuk mendiskusikan dengan suaminya.
"Pah, ada yang mau mamah bicarakan." ucap Hasna
"Iya mah, mau membicarakan apa?" jawab Suami Hasna
"Bagaimana kalau kita konsultasi ke dokter?" pinta Hasna
"Mamah sakit? Konsultasi apa?" tanya Suami Hasna
"Kita konsultasi promil untuk anak kedua, bagaimana? Mau ya!" pinta Hasna
Kenapa harus ke dokter? Kita kan normal, buktinya kita punya anak. Sudahlah alami saja, kalau sudah waktunya pasti kita punya anak lagi. Jawab Suami Hasna
"Hmm.. Baiklah" ucap Hasna
Hasna, tipe istri yang menurut perkataan suaminya. Meskipun dalam hatinya ingin sekali keinginannya dikabulkan. Dia tidak pernah memaksakan keinginannya. Namun ekspresi kecewanya tidak bisa dia sembunyikan.
Setelah pembicaraan Hasna dan Suaminya selesai, dia kembali beraktivitas. Ekspresi wajah Hasna terlihat tidak senang, senyuman pun hilang di bibirnya. Suaminya pun mengamati ekspresi sang istri dari kejauhan. Dia mulai memikirkan permintaan istrinya tadi. Dia berharap istrinya tidak sedih karenanya. Setelah berpikir panjang akhirnya Suami Hasna pun mengajak Hasna berbicara kembali.
"Mah, sini papah mau bicara. " ajak Suami Hasna
"Papah mau bicara apa?" tanya Hasna
"Nanti bulan depan kita pergi konsultasi promil ke dokter ya." ucap Suami Hasna
"Benar pah? Makasih papah" jawab Hasna dengan ekspresi wajah senang.
-***-
Satu bulan kemudian, Hasna dan suaminya pun pergi ke klinik dokter sesuai rencana. Di sana mereka menemukan berbagai momen. Salah satu momen yaitu seorang Ibu yang hamil lagi, padahal anaknya baru 4 bulan dan melahirkan caesar. Ibu tersebut terlihat stres dan kebingungan, seperti tidak menginginkan hamil lagi
Di satu sisi, saat itu Hasna yang berada di sebelah Ibu tersebut berbicara dalam hati.
"Beruntungnya bisa memiliki anak kembali secara alami, perlu disyukuri. " ucap Hasna
Setelah menunggu antrian yang cukup lama, akhirnya Hasna dan suami dipersilakan masuk ke ruang dokter.
"Baik, silakan masuk. Ibu dan Bapak mau promil, silakan Ibu boleh berbaring terlebih dahulu untuk diobservasi." ucap Dokter
Hasna pun berbaring di tempat tidur dan mulai diobservasi.
"Rahimnya bagus, sel telurnya juga banyak. Kenapa ya? Eh.. Tunggu sebentar, ini coba lihat sepertinya ada sesuatu di rahim sebelah kiri." ucap Dokter
"Bagaimana dok? Apa ada yang salah dengan saya?" tanya Hasna
"Ibu dan Bapak tenang dulu, jadi sebelum ke promil, saya sarankan Ibu untuk di HSG terlebih dahulu. Untuk melihat apa yang lengket di sebelah kiri rahim. Semoga tidak ada apa-apa, tenang saja." jawab Dokter
"Baik dok, setelah USG bagaimana?" tanya Hasna kembali
"Setelah hasil HSG-nya keluar, Ibu dan Bapak silakan konsultasi kembali." Saya resepkan Antibiotik, obat ini harus diminum 2 hari sebelum HSG. Sehat selalu ya." Ucap Dokter
Hasna dan suaminya pun pergi ke lab rujukan dari dokter untuk menjadwalkan HSG. Cukup mahal juga biaya HSG dan jadwalnya harus sesuai yaitu di hari 8/9 dari awal menstruasi. Di samping itu mereka juga mencari tahu hal lain tentang HSG. Ternyata efek samping dari HSG itu ada yang sampai pingsan dan pendarahan. Hasna merasa cemas dan takut melihat informasi itu. Dia tidak bisa membatalkan HSG karena sudah dijadwalkan. Suaminya pun menguatkan Hasna.
"Tenang mah, Insya Allah tidak apa-apa. Gejala setiap orang beda-beda." ucap Suami Hasna
"Doakan mamah ya pah, semoga HSG-nya lancar dan sehat." pinta Hasna
"Aamiin, Insya Allah pasti papah doakan." jawab Suami Hasna
-***-
Hari pemeriksaan HSG pun tiba, Hasna datang ke Lab sekitar pukul 8 pagi dari rumah. Dia tidak menunggu lama untuk melakukan pemeriksaan. Sekitar pukul 9.30 dokter memanggilnya untuk masuk ke ruangan. Pemeriksaan berlangsung tidak lama, semuanya berjalan dengan lancar. Setelah pemeriksaan Hasna diberikan teh hangat untuk diminum. Hasna bersyukur dia tidak mengalami efek samping HSG seperti yang dibayangkan sebelumnya. Walau dia pun merasa sedikit pusing setelah pemeriksaan.
Hasil HSG diterima Hasna pada sore harinya. Dia pun menelepon suaminya yang saat itu masih di luar kota. Hasna mengajak untuk pergi konsultasi ke dokter kembali saat suaminya pulang nanti.
-***-
Ketika Suami Hasna pulang, mereka langsung membuat jadwal untuk konsultasi kembali ke dokter. Mereka pun menemui dokter untuk memperlihatkan hasil HSG Hasna. Dokter mengatakan hasil HSG-nya bagus. Untungnya tidak ada apa-apa, dengan rahim Hasna. Dokter pun terlihat kebingungan dengan hasil tersebut. Secara logika seharusnya Hasna bisa punya anak kembali karena dia subur dan rahimnya baik. Dokter pun menyarankan untuk tes ovulasi ditambah dengan minum obat penyubur.
Tes Ovulasi dilakukan untuk mengetahui waktu yang tepat untuk berh*b*ngan. Dokter menyarankan Hasna untuk melakukan tes sekitar pukul 7 malam atau pukul 7 pagi. Apabila hasilnya positif, berarti saat itu waktu yang tepat untuk melakukan.
Sepulang dari dokter Hasna tidak sabar untuk melakukan tes ovulasi. Dia sangat bersemangat untuk mengetahui hasilnya. Walaupun hasil itu bukan menentukan dia hamil atau tidak, tapi baginya itu adalah sebuah harapan. Sekitar pukul 7 sebelum adzan isya, dia melakukan tes. Hasil ovulasinya positif. Hasna memberi tahu suaminya dengan penuh semangat. Suami Hasna pun ikut senang melihat senyuman istri tercintanya.
-***-
Esok harinya mereka merencanakan untuk pergi 'healing' berdua saja. Suaminya sengaja cuti dari kantor untuk mengajak Hasna liburan. Anak pertamanya juga dititipkan ke orangtua mereka. Mereka bersyukur anak mereka tidak 'rewel' setelah diberitahu akan ditinggalkan.
Mereka pergi jalan-jalan ke berbagai tempat yang belum dikunjungi. Mereka melepaskan segala masalah dan lelah yang sudah dialami. Mereka pun menginap semalam di penginapan yang nyaman. Rasanya seperti bulan madu kedua bagi mereka.
Meskipun waktunya singkat mereka sangat menikmati momen ketika berdua. Harapan mereka setelah ini keinginan mereka terwujud untuk memiliki anak kedua.
-***-
Liburan mereka masih berlanjut karena beberapa hari lagi sudah akhir tahun. Sebentar lagi akan berganti tahun, ke tahun yang baru. Pada momen tahun baru, setiap orang pasti memiliki resolusi yang ingin mereka capai. Begitu pun Hasna dan keluarga kecilnya. Kali ini resolusinya banyak, namun keinginan terbesarnya adalah memiliki anak kedua.
Momen tahun baru dijalani dengan penuh suka cita. Di samping itu bulan Januari pun menjadi bulan kelahiran anak pertamanya yang akan genap 5 tahun.
Seminggu sebelum hari ulang tahun anak pertamanya, dia menerima sesuatu yang membuatnya sedih. Dia mengalami menstruasi tepat pada hari rutin masa haidnya. Begitu kecewa Hasna, karena rasanya semua rencananya gagal. Padahal dia begitu berharap kali ini akan langsung berhasil. Air matanya terus mengalir ketika menceritakan kepada suaminya. Suaminya terus menguatkan sambil memeluk tubuh Hasna yang mungil.
"Manusia boleh berencana, namun Allah lagi yang Maha Menentukan. Allah tahu yang terbaik bagi hamba-Nya." ucap Suami Hasna
"Ya pah, mamah sadar hal itu tapi entah kenapa harapan ini tinggi dikira akan berhasil. Sudah ya pah, pasrah saja sekarang. Mau dikasih atau tidak disyukuri saja" ucap Hasna dengan suara bergetar
"Terus berusaha, masih banyak kesempatan. Mungkin Allah tunda dulu, karena melihat kita belum siap. Atau mungkin Allah ganti dengan sesuatu yang lebih baik. Percayalah mah." ucap Suami Hasna
Dalam hati Hasna merasa bersyukur memiliki suami yang baik dan selalu menguatkan. Meskipun terus menangis, tetapi dia tetap memikirkan bahwa betapa banyak yang perlu disyukuri. Dia memiliki anak yang sholeh, suami yang selalu mendampingi, orangtua masih lengkap, mertua yang baik, rumah yang nyaman dan masih banyak lagi yang dia punya.
Dia mengingat salah satu ayat Al Quran yang berisi bahwa ketika seseorang bersyukur maka Allah akan tambah nikmatnya. Jadi apapun yang dimiliki, seharusnya disyukuri.
Hasna menenangkan hatinya, dia menulis ulang resolusinya di tahun ini. Dia menambahkan resolusi memiliki anak kedua dengan catatan pasrah dengan kehendak Allah. Dia akan terus berharap karena percaya bahwa Allah akan memberikan yang terbaik pada hamba-Nya yang terus berusaha dan mengingat-Nya.
Penulis: Gina Dwi Septiani
Lahir di Cimahi, 34 tahun yang lalu. Bekerja sebagai Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMK Negeri 2 Cimahi. Memiliki buku solo berjudul Menguak Rahasia Penulis dan beberapa buku Antologi.
#Cerpenresolusi, pulpen, dan sayembarapulpenxi;
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H