Mohon tunggu...
Disty Giling
Disty Giling Mohon Tunggu...

Kalau hidup mudah, hadiahnya kipas angin!

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Jalan Asik ke Lembah Mandalawangi

9 Januari 2018   21:36 Diperbarui: 9 Januari 2018   21:54 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

edelwes-5a54d2ccab12ae0c677ec9e5.jpg
edelwes-5a54d2ccab12ae0c677ec9e5.jpg
Lengkap. Di sini, indra-indra tubuh tak mampu membedakan dirinya; mataku memahami apa yang dihirup hidung, telingaku memahami apa yang membelai kulit. Aku terkulai rebah, tengadah, menyerah, mempersilakan sisa-sisa sore meringkus seluruh tubuh.

Dalam baris puisinya, Gie jatuh cinta pada Pangrango yang dingin dan sepi. Kalimat Gie adalah kalimat yang paling mewakilkan segala syahdu yang kurasa di sini, kendati keagungan Pangrango dan Mandalawangi-nya jauh lebih lapang dan jelas lebih dalam dari kata-kata itu. Aku sadar, Mandalawangi adalah kenyataan yang akan sangat sementara, maka itu aku enggan terburu berlindung ke tenda. Seraya telapak tangan meremas dan mengurut-urut betis dengan Geliga Krim agar #bebaspegal, kunikmati hangatnya yang terus membakar, bersama dengan sapuan angin dingin yang menguliti tubuh dan menikam hidung, saat awang-awang petang terus terperosok ke jurang.

gunung-salak-5a54d2eddd0fa8115d5ac563.jpg
gunung-salak-5a54d2eddd0fa8115d5ac563.jpg
Sungguh, hanya ada kami bertiga di lembah sunyi ini. Aku seolah rasuk ke tubuh perdu-perdu edelweis di Mandalawangi. Ia tumbuh begitu anggun dan menakjubkan dalam sembunyi yang sunyi. Sama dengan makhluk-makhluk lainnya di rimba ini, ia, bersama dengan titik embun dan awan gemulai, hidup hanya untuk hidup, tumbuh apa adanya sesuai janjinya dengan semesta, mati pun tak perlu ada yang tahu.

Rupanya, seharusnya hidup sungguh-sungguh sederhana, bebas dari segala pongah tingkah dan kecemasan akan tahta serta nama. Tak seperti hidup manusia rakus.

Langit melegam dan malam tiba begitu hitam. Kami masak di kolong langit yang berhias gemintang, mencoba melawan rendahnya suhu yang menyergap, sebelum terempas dalam tidur yang amat nyenyak. Sesekali guntur meletup-letup, namun Mandalawangi menenangkan mimpi kami bagai seorang bunda, juga berhasil memperdaya langit agar tak menerjunkan hujannya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun