"Kamu sama Mama ke sini?"
Belum sempat menjawab pertanyaan Radean, Vidya, ibu kandung Sasa, sudah berdiri di belakangnya. Ia melihat tiga orang di sana. Radean, Sasa, dan anak laki-laki yang menggemaskan itu.
Awalnya semua terasa canggung seperti melihat orang asing dari mata masing-masing. Tapi perlahan suasana mulai mencair ketika Sasa memulai pembicaraan.
"Ini anak Om? Namanya siapa?"
"Hei, itu ditanya namanya siapa," jawab Radean yang membujuk anak laki-laki itu untuk bicara. Tapi, anak itu masih malu. Hanya diam sambil berusaha sembunyi dari kaki ayahnya.
Mereka berempat pada akhirnya memilih duduk di salah satu kursi dekat sana agar lebih nyaman untuk saling bicara. Sasa dengan semangat menemani anak Radean bermain di sekitar tidak jauh dari tempat orang tuanya duduk. Sedangkan Radean dan Vidya bicara intens berdua.
"Aku turut berduka atas meninggalnya Lona. Maaf aku nggak bisa ke Yogya waktu itu." kata Vidya sambil mengingat momen ketika anak itu lahir yang harus mempertaruhkan nyawa ibunya.
"Makasih, Vid."
Pada akhirnya, Radean tetap pada pendiriannya untuk menikahi Lona. Sampai pada usia enam bulan kandungan istrinya, Radean pindah ke Yogya karena ia mendapat pekerjaan yang lebih baik di sana. Ia berpisah dengan Vidya, juga Sasa yang tidak berhenti menangis saat tahu bahwa laki-laki yang sudah dianggap ayahnya itu harus pergi jauh, bahkan mungkin tidak akan pulang kembali.
Tapi, ternyata hari ini semuanya berkumpul pada momen yang tidak direncanakan. Radean hendak datang ke rumah orang tuanya karena mereka rindu pada cucu satu-satunya itu yang sebenarnya bukan darah daging Radean. Sementara Vidya baru saja mengantar temannya yang pergi ke Bandung.
"Kayaknya aku langsung duluan ya, Vid," kata Radean setelah kurang lebih lima belas menit keduanya saling bicara. "Taksi yang aku pesen udah nunggu di depan."