"Lona selingkuh. Dia tidur sama laki-laki lain, Vid."
Tanpa aba-aba, Radean mulai bercerita. Sesekali ia menangis karena tidak sanggup lagi menahan semua beban ini. Ia sudah cukup banyak berkorban untuk kekasihnya itu selama bertahun-tahun. Tapi balasan yang didapat justru malah seperti ini.
"Aku nggak tahu salah aku di mana," kata Radean masih belum bisa mengontrol emosi. "Hubungan kita udah nggak bisa diselamatkan lagi. Aku udah capek sama semuanya."
Vidya menggam tangannya. Mencoba memberi ketenangan.
"Sekarang kamu luapkan semua amarah kamu. Aku akan menjadi pendengar terbaik. Soal Lona, aku rasa kamu nggak bisa lagi mengandalkan perasaan. Gunakan logika kamu juga. Aku harap ini memang kali terakhir kamu menyerah karena dia. Jangan kayak sebelumnya, setiap ada masalah pasti kamu terus yang mengalah."
Setelah bercerita cukup lama dan Radean sedikit tenang, Vidya ke dapur sejenak membuatkan teh hangat favoritnya dengan satu sendok gula makan. Topik pembicaraan tentang Lona perlahan hilang dari percakapan mereka. Urusan pekerjaan dan cerita Sasa di sekolah pun menjadi hal yang lebih menarik saat ini.
"Kamu tidur di sini aja, De. Udah terlalu malem. Besok juga libur, kan. Nanti aku bawain selimut."
Radean menyetujui saran Vidya. Malam ini ia tidur di sofa apartemen perempuan itu. Selimut tebal pun sudah dibawa oleh Vidya agar Radean tidak kedinginan oleh suhu AC.
Ketika hendak beranjak menuju tempat tidurnya, Radean yang sudah berbaring dengan selimutnya justru menarik lengan Vidya seakan tidak menginginkan ibu kandung Sasa itu pergi. Mereka bertatapan beberapa saat.
"Aku nggak mau sendiri. Temenin aku, ya?"
"Kamu tuh kayak anak kecil tahu, nggak?" tanya balik Vidya tertawa.