Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Katarsis Sang Alkemis Roberto Mancini

14 Juli 2021   19:39 Diperbarui: 16 Juli 2021   03:00 1454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nampaknya Mancini tak merombak secara signifikan pada sektor ini, Ia tetap mengandalkan duet kawakan Chielini-Bonnuci dengan menambah beberapa potensi seperti Di Lorenzo dan Spinazzola serta Emerson Palmieri di bek sayap.

Untuk mengimbangi permainan Ia mempercayakan lini tengah kepada Jorginho-Barella-Verrati. Sementara lini depan yang kohesif diisi oleh Lorenzo Insigne, Federico Chiesa, serta Ciro Immobile. 

Menariknya, materi pemain yang dipilih Mancini jauh dari kata glamor jika dibandingkan dengan pasukan Gli Azzurri yang pernah meraih gelar di turnamen-turnamen lain sebelumnya.

Bahkan lini serang yang diandalkan Mancini di Euro 2020 tidak meraih prestasi di klubnya masing-masing. Berbeda dengan gemilangnya Gigi Riva-Sandro Mazzola (Euro 1968), Paolo Rossi-Bruno Conti (World Cup 1982), terakhir era generasi emas Italia Luca Toni-Francesco Totti-Alesandro Delpiero (World Cup 2006).

Merujuk perbandingan tersebut, bisa dibilang otak sepak bola Mancini begitu tajam dalam mengubah pemain-pemain yang di klubnya relatif tak begitu gemilang menjadi pemain penting di bawah arahannya. 

Praktis pemain yang meraih trofi di klub bisa dihitung jari, diantaranya; Jorginho dan Emerson Palmieri di Liga Champions bersama Chelsea, Nicolo Barella dan Alessandro Bastoni di Serie A bersama Inter.


Mancini berhasil menempa para pemain-pemain yang tak haus kemenangan di klubnya, semisal Emerson Palmieri yang di Chelsea selalu menjadi opsi kedua sukses tampil impresif bersama Azzurri diakhir turnamen. 

Meski dinaungi segala keterbatasan sejak menangani Azzuri, namun Ia sukses membuat Italia bermain fleksibel yang terdiri dari dua tim hebat: tim dengan pertahanan kuat dan tim dengan penyerangan yang kohesif.

Dua laga terakhir bisa jadi rujukan paling komprehensif terkait fleksibilitas mereka. Italia bisa bermain tanpa dan dengan bola, memiliki 30 persen penguasaan bola melawan Spanyol di semifinal (bertahan) dan 65 persen melawan Inggris di final (menyerang). Mereka bisa bertahan dan menyerang sama baiknya.

Patut diakui, sebanyak 13 trofi yang diraihnya sepanjang karier kepelatihannya bersama klub di berbagai ajang tak bisa dikatakan buruk. 

Namun, kemenangan di Piala Eropa seolah menegaskan bahwa dirinya merupakan sang Alkemis sepak bola di Eropa sekaligus memupus keraguan-keraguan sebagian orang yang sempat meragukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun