Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Indra Sjafri dalam Perspektif Pembinaan

10 Juli 2018   18:10 Diperbarui: 10 Juli 2018   18:18 799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain attitude, mentalitas juga hampir lebih baik dari tim (era 2013) sebelumnya. Tim 2013 selalu bermain dengan pakem yang sama Dilini tengah: Evan-Hargi-Zulfiandi, bahkan Evan sebagai kapten selalu tampil full disetiap pertandingan. Namun, dengan rotasi-rotasi coach Indra saat ini, Ia mengajarkan untuk tak gentar menghadapi siapapun. Bagaimana mereka tanpa Egy Maulana Vikri yang merupakan kunci dari tim ini tetap bermain baik. Pun saat Abimanyu, Todd Ferre, Saghara, Saddil tak dimainkan, tidak memengaruhi sama sekali ritme permainan yang mereka tampilkan.

Mentalitas  mereka ditempa di tiga laga terakhir saat melawan Filipina, Vietnam, dan Thailand. Laga yang paling menguras mental bertanding Asnawi dan kolega adalah saat menghadapi Filipina, di menit ke-30 Chester Gio menjebol gawang Muhammad Riyandi, skor 1-0 sepertinya akan menjadi hasil akhir pertandingan ini. Namun dengan militansi dan tekad yang kuat mereka berhasil menceploskan 4 gol dalam kurun waktu 8 menit terakhir.

Pun saat menghadapi Vietnam, mereka seperti menemui batu karang besar namun dengan keyakinan mereka tetap bisa menang meskipun tim dalam kondisi rotasi. Sebenarnya saat menghadapi Laos di laga pertama pun mereka mengalami kebuntuan saat lawannya bermain parkir bus. Namun alih-alih frustasi pada akhirnya Saddil berhasil memecah kebuntuan di laga tersebut.

Tentu saja ujian-ujian mental seperti ini sangat penting untuk dapat melewati fase-fase berikutnya. Mereka jadi lebih kuat dan sabar serta matang dalam mengkonversi kesulitan di pertandingan. Belum lagi provokasi-provokasi lawan yang bisa mengacaukan konsentrasi bermain di babak selanjutnya akan lebih besar.

Buah dari Pembinaan Indra Sjafri

Hasilnya bisa dilihat dari para pemain jebolan Timnas U-19 tahun 2013 lalu. Mereka kini menjadi tulang punggung Timnas U-23. Adapun yang tidak terpilih oleh Luis Milla di tim tersebut, mereka tetap menjadi aktor di tim yang berlaga di Liga 1. Bahkan beberapa berkelana ke kompetisi luar negeri.

Seperti Ryuji Utomo dan Yanto Basna yang sebenarnya menjadi bagian tim juara dan talentanya ditemukan oleh Coach Indra, namun Ryuji kerap jadi pilihan kedua setelah Hansamu Yama. Pun dengan Basna yang sebelum even tersebut dimulai mengalami cedera dan akhirnya harus menepi. Keduanya kini bermain di kompetisi Thai League 2 2018 bersama PTT Rayong dan Khon Koen FC.

Sedangkan pemain lain yang berlaga di luar Indonesia adalah Evan Dimas dan Ilham Armayn. Bersama Selangor FA mereka kerap jadi andalan. Klub bekas Bambang Pamungkas dan Andik Vermansyah ini mengakui jika keberadaan Evan khususnya sangat penting. Hal tersebut sempat memunculkan kemelut dengan kubu PSSI saat mereka meminta Evan dan Ilham tetap bisa mengikuti pelatnas untuk persiapan Asian Games 2018.

Selain itu, pemain yang beredar di Liga  1 alumnus anak asuh Indra Sjafri ini sangat banyak. Dari lini belakang sampai depan semuanya dipergunakan jasanya bersama Bhayangkara FC, Barito Putera, Bali United, dan lainnya. Hal tersebut cukup menarasikan jika hasil pembinaan pelatih yang dianggap sukses dalam metode blusukannya ke pelbagai daerah ini sukses besar.

Akan tetapi metode blusukannya hari ini dianggap tak relevan. Coach Indra cukup terbantu dengan regulasi U-23 di Liga 1 beberapa waktu lalu sehingga dapat memunculkan pemain muda berkualitas. Selain itu Ia pun berterima kasih kepada klub yang telah mendirikan Diklat/akademi klub mereka. Hal demikian cukup meringankan Coach Indra dalam melakukan scouting pemain.

Walaupun begitu, demi target berjaya di Asia dan masuk Piala Dunia, regulasi dan Diklat saja tak cukup. Pembibitan pemain harus lebih kompleks, kompetisi berjenjang dari U-15, U-17, U-19 harus digelar oleh PSSI. Selama ini baru pihak swasta semacam Liga TopSkor, Milo Football Championship, Liga Kompas, dan lain-lain yang berani merogoh kocek untuk menggulirkan kompetisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun