Mohon tunggu...
Gigih Prayitno
Gigih Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Masih belajar agar dapat menulis dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Tangisan Prabowo dan Jokowi, Narasi Perasaan Menuju Puncak Kekuasaan Tertinggi

26 Februari 2019   23:00 Diperbarui: 27 Februari 2019   08:58 1155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase foto dari akun Twitter @uki23 dan Facebook/nanik.sudaryati

Dalam dua hari ini berturut-turut, Prabowo dan Jokowi mengalami hal haru yang menarik simpati pendukungnya, baik Prabowo dan Jokowi terlihat menahan tangis mereka dihadapan ribuan pendukungnya.

Prabowo Menangis

Pada hari Sabtu, 23 Februari 2019 lalu, calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyapa ribuan pendukungnya di Regale Convention Center, Medan, Sumatera Utara.

Tak disangka-sangka Prabowo mendapat kejutan berupa surat beserta celengan dari anak gadis berumur 8 tahun bernama Gendis Queen. Lantas Prabowo pun terharu dan tak kuasa untuk menahan tangisnya ketika membaca sepucuk surat dari Gendis.

Dalam surat yang ditulis tersebut, Gendis mengungkapkan bahwa dirinya ingin memberikan celengan hasil dari usahanya berjualan cokelat, pudding dan permen sebagai bentuk dukungannya yang tulus kepada pasangan Prabowo-Sandi.

Melalui suratnya juga Gendis mengatakan bahwa dia mendoakan agar Prabowo menjadi Presiden Republik Indonesia.


Selain itu, dalam surat dari Gendis juga terdapat gambar hati berwarna warna biru dengan angka 2 yang tertulis di dalam gambar hati tersebut.

Facebook/Nanik Sudaryati
Facebook/Nanik Sudaryati
Mendapat hadiah istimewa tersebut, wajah Prabowo pun memerah dan tidak dapat menyembunyikan rasa harunya. Sembari memeluk Gendis, Prabowo mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Gendis.

Jokowi Menangis

Hanya berjarak satu hari setelahnya, sebuah momen Jokowi menangis ditangkap ketika sedang memberikan pidato kebangsaan untuk para pendukungnya di Sentul International Convention Center (SICC) Jawa Barat.

Pada saat itu Jokowi sedang menjelaskan program perhutanan sosial yang dijalankan pada masa kepemimpinan Jokowi.

Jokowi mengatakan bahwa pemerintahan yang dia pimpin sudah membagikan konsesi kepada masyarakat di sekitar hutan sebagai tanah untuk rakyat.

Dengan nada yang satire, Jokowi juga mengatakan apabila ada penerima konsesi besar yang mau mengembalikan kepada negara, maka ia akan membagikannya kepada rakyat kecil.

Pernyataan Jokowi itupun disambut oleh riuh sorak para pendukungnya.

Jokowi mengakhiri kalimatnya sambil mengusap wajahnya dan terlihat sedang menahan haru dari riuh semangat para pendukungnya tersebut.

Terlihat juga Jokowi menahan tangis dengan beberapa kali mengusap wajahnya yang terlihat menahan untuk tidak menangis saat sedang menyampaikan pidato kebangsaan tersebut.

Narasi Perasaan, Mesin Penarik Simpati Pemilih

Tangisan dan rasa haru yang dialami baik oleh Prabowo dan Jokowi tentu saja hal yang tidak terduga dan mengalir begitu saja ketika mendapatkan kejutan dari para pendukung setianya, baik melalui surat dan celengan Gendis maupun riuh sorak yang terdengar para pendukung Jokowi di SICC.

Tentu saja, narasi ini menjadi sebuah energi tambahan yang digunakan mesin kontestasi elektoral ini menarik suara pendukung lawan dan juga para swing voter yang masih meragu untuk memutuskan siapa calon yang akan mereka pilih.

Selain itu, narasi semacam ini akan menguntungkan bagi para pendukung masing-masing dan mendapatkan engagement di sosial media yang besar. Foto Jokowi menangis yang diunggah oleh Dedek Prayudi, calon anggota legislatif dari PSI (Partai Solidaritas Indonesia) melalui akun Twitternya  berhasil mendapatkan retweet lebih dari 14 ribu kali.

Sedangkan momen Prabowo menangis yang diunggah akun Facebook yang bernama Nanik Sudaryati ini juga mendapatkan lebih dari 16 ribu share. Itu baru dua contoh dari masing-masing pendukung yang tentunya masih banyak pendukung di pihak masing-masing yang melakukan hal serupa.

Narasi yang menggugah perasaan seperti ini sah-sah saja dilakukan ketika kampanye karena narasi semacam ini mempunyai daya tariknya sendiri menuntun para voter untuk berpihak kepada mereka, karena pada dasarnya manusia sangat mudah tersentuh oleh simpati dan empati.

Simpati dan empati terlihat mempunyai kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan adu gagasan dan ide-ide sebagai langkah kongkret untuk memajukan bangsa ini yang dilakukan oleh masing-masing pasangan capres ketika berkampanye. Mereka lebih mudah beretorika dengan kata-kata yang enak didengarkan daripada menyampaikan hal-hal yang akan dilakukan apabila mereka menang dalam kontestasi rutin lima tahunan ini.

Sehingga, siapapun yang berhasil memenangkan emosi dan simpati rakyat Indonesia, dialah yang akan menjadi Presiden Republik Indonesia yang ke-8 selanjutnya.

Retorika tanpa Gagasan dan Ide Baru

Bila kita lihat hingga saat ini, baik Jokowi dan Prabowo beserta para tim kampanyenya, masih terlalu sibuk membangun retorika kata-kata seperti Indonesia Maju yang ditawarkan oleh Jokowi-Ma'ruf dan Indonesia Adil Makmur dari pasangan Prabowo-Sandi.

Namun baik dari keduanya masih belum terlihat gagasan-gagasan nyata dan ide-ide yang bisa diimplementasikan secara nyata seandainya mereka memenangi kontestasi politik elektoral  ini. 

Padahal Indonesia masih mempunyai banyak masalah dari berbagai bidang, hukum, olahraga ekonomi, pendidikan, kesehatan, agraria, persaingan dengan global, dan masih banyak lagi masalah yang harus segera diselesaikan.

Janji-janji yang ditawarkan hingga saat ini masih terlalu abstrak, sebatas kata dan kalimat penggugah rasa dan semangat para pendukungnya saja, sekalipun ada (mungkin) masih tertutup dengan saling hujat antara pendukung pasangan calon di semua lini sosial media.

Apa yang sedang terjadi pada kontestasi politik elektoral secara holistik  yang dialami oleh Indonesia saat ini menunjukkan bahwa perjalanan edukasi politik Indonesia menjadi negara berdemokrasi masih sangat jauh namun sudah lebih baik dibandingkan sebelumnya dan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara lainnya.

Selangkah demi selangkah rakyat Indonesia harus diajarkan bahwa pemilihan presiden ini tidak hanya sekadar siapa yang lebih mengharukan dan bisa menarik simpati lebih baik, tetapi siapa yang mempunyai kompetensi yang lebih unggul sehingga layak untuk menjadi pemegang kendali Indonesia dalam lima tahun ke depan dan menjadikannya Indonesia Maju, Adil, dan Makmur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun