Mohon tunggu...
Khalil Gibran
Khalil Gibran Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Strategi Jarum Suntik ala Pemerintah, Adaptasi Propaganda Nazi

23 Oktober 2017   10:49 Diperbarui: 23 Oktober 2017   11:25 2012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai usaha terkoordinasi untuk mempengaruhi opini publik melalui penggunaan media, propaganda Nazi menyediakan instrumen vital untuk meraih dan memelihara kekuasaan, juga melancarkan implementasi kebijakan-kebijakan mereka yang tidak populer sekalipun, seperti pembantaian jutaan orang yahudi pada holocaust dan mendeklarasikan perang total di seluruh daratan Eropa.

Kementrian propaganda bertugas memastikan bahwa pesan-pesan Nazi terkomunikasikan dengan baik melalui beragam media seperti film, pers, radio, teater, musik, seni, dan materi-materi pendidikan di sekolah.

Melalui propaganda, rakyat Jerman diingatkan pada perjuangan melawan musuh-musuh dari luar negeri dan subversi kaum Yahudi. Kampanye propaganda Nazi sengaja menciptakan kondisi yang toleran bagi timbulnya kekerasan terhadap orang-orang Yahudi.

Dalam era tersebut lahirlah teori komunikasi Jarum Hipodermik. Teori ini memiliki banyak istilah lain. Biasa kita sebut Hypodermic needle (teori jarum suntik), Bullet Theory (teori peluru) transmition belt theory (teori sabuk transmisi). Dari beberapa istilah lain dari teori ini dapat kita tarik satu makna , yakni penyampaian pesannya hanya satu arah dan juga mempunyai efek yang sangat kuat terhadap komunikan.

Fenomena serupa juga terjadi di Indonesia saat ini : Pembentukan opini seolah pemerintah telah sukses mensejahterakan rakyat dalam tiga tahun ini. Bedanya, khalayak di indonesia masih memiliki kekuatan untuk menolak informasi tersebut. Namun kecenderungan menggunakan media sosial sebagai sumber informasi utama menjadi penguat dari pembentukan opini itu sendiri.

Pemerintah boleh-boleh saja mengklaim telah sukses dalam semua bidang selama tiga tahun ini, asal memiliki data yang benar dan memang persis dengan realitas yang ada, bukan malah  membeberkan hasil survei-survei kepuasan. Lagipula, tidak ada kaitannya survei kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah saat ini. Rakyat disuguhi berita mengenai presiden membagi-bagikan sepeda. Namun isu penting seperti isu perusakan lingkungan, penegakkan HAM, buruknya pertumbuhan ekonomi, impor meningkat, tidak diberitakan.

Apakah ada media massa yang berani memuat usaha pemerintah dalam menepati janji-janji pada masa kampanye dulu? Atau bagaimana realisasi dari program Nawacita yang saat itu sangat heboh dan dianggap sebagai jalan keluar bagi masalah-masalah di Indonesia?

Salah satu contoh yaitu janji menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. Sementara koruptor masih bebas. Bahkan mencokol di depan mata kita semua. Lebih aneh lagi, partai pendukung pemerintah gila-gilaan mendegradasi KPK. Benar-benar aneh.

Setidaknya mahasiswa dan aktivis lebih dahulu sadar atas keanehan ini, namun sayang mereka malah mendapatkan hadiah menginap di bui. Padahal, dulu Presiden pernah berucap 'kangen di demo'.

"Saya kangen sebetulnya didemo. Karena apa? Apapun, apapun, pemerintah itu perlu dikontrol. Pemerintah itu perlu ada yang peringatin kalo keliru. Jadi kalau enggak ada demo itu keliru. Jadi sekarang saya sering ngomong di mana-mana 'tolong saya didemo'. Pasti saya suruh masuk," kata Jokowi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun