Melangkah sang pecundang melewati dinginnya lorong ego
Gemetar kala disebut, mengamuk bila tak disambut.
Melirik ia ke kiri, terdengar jendela jiwa memanggil
Selangkah demi selangkah dekati, mencoba hadapi ragu semu yang menyiksa intuisi
Membuka mata, lalu Selami
Berjejer bingkai yang tersusun rapih, dengan pahatan hangat selimuti emosi
Sedih, bahagia, gempita dan derita memadu indah membentuk memori
Layaknya orkestra megah lantunkan kisah tak terucap
Setiap gambar siratkan rasa yang ternyata selalu ada
Tersungkur, terisak, menjerit, meratap
Aku menginginkannya, teriak ku
Aku ingin menjaganya, gemuruh hati ku
Terasa hangat menggenggam, menjalar ke seluruh kulit
Sang Terang membasuh luka, mengusap air mata
Alihkan mata pada satu arah.
Ambilah, bisiknya sambil memberi ku sepotong waktu
Diberikannya aku jubahnya, dibekalinya budi ku dengan cinta, lalu berlari aku.
Takan lagi ku khianati, tak ingin angkuh lagi.
Bingkai kisah ini adalah anugrah, begitu pun masa yang ada.
Ku pacu lari ku, ku paksa terus melaju. Ini tidak sia-sia. Bukan tentang nafas yang akan berhenti
Ini hanya sebuah kisah yang abadi karena Kasih.