Mohon tunggu...
Ghery Helwinanto
Ghery Helwinanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Librarian

Membaca memiliki banyak tujuan seperti mencari arah ke tempat tujuan, mencari arti dari suatu kata, mencari penjelasan dari suatu kejadian, dan lain-lain. Membaca juga tidak melulu soal buku, bisa juga koran, majalah, artikel ilmiah, artikel berita, peta, kamus, hingga bibliografi.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Memahami Teknis Penulisan Latar Tempat pada Cerita Fiksi

19 April 2024   12:45 Diperbarui: 19 April 2024   12:54 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://www.pexels.com/id-id/foto/tampilan-jarak-dekat-dari-hands-249360/

Dari Sekolah Dasar, kita telah mempelajari bahwa cerita memiliki dua unsur penting, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Dalam unsur intrinsik, kita mengenal berbagai istilah seperti tema, tokoh, penokohan, alur, sudut pandang, gaya bahasa, amanat, dan latar. Salah satu unsur yang penting untuk diperhatikan adalah latar tempat.

Latar tempat dapat diartikan sebagai unsur dalam cerita atau elemen dalam cerita fiksi yang bersifat pasif. Biasanya, latar tempat tidak disebutkan berulang kali dalam satu adegan cerita. Hal ini wajar, karena seringkali berganti latar tempat dalam percakapan akan mengganggu alur cerita. Latar tempat biasanya pertama kali disebutkan untuk memperkenalkan atmosfir atau memberikan gambaran kepada pembaca tentang tempat tersebut, di mana lokasinya, dan informasi apa saja yang tersedia di sekitar tokoh-tokoh yang muncul dalam cerita.

Menurut Sugiyanto (2012), latar tempat dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis, yaitu:

  • Latar tempat umum, yang tidak spesifik dan dapat terjadi di mana saja, seperti di hutan, di rumah sakit, di trotoar, dan sebagainya.
  • Latar tempat khusus, yang bersifat spesifik dan memiliki nama-nama tertentu yang membedakan satu tempat dengan tempat lainnya, seperti di persimpangan Saint-Eustache, di jalan menuju Rue Rambuteau, di Kyoto, di Gedung Putih, dan lain-lain.
  • Latar tempat imajiner, yang bergantung pada imajinasi penulisnya, seperti di Mordor, di Hogwarts, di Konoha, dan sebagainya.

Meskipun pemisahan jenis latar tempat tidak wajib dilakukan, terutama dihafal, hal ini dapat membantu pembaca memahami jenis-jenis latar tempat. Namun, penulisan cerita lebih fokus kepada bagaimana pembaca dapat menggunakan daya imajinasinya berdasarkan informasi yang diberikan. Pendeskripsian latar tempat sangat penting namun tidak boleh berlebihan.

Dalam penceritaan fiksi, latar tempat tidak hanya cukup disebut secara langsung di awal adegan oleh penulis, tetapi juga perlu dijelaskan kepada pembaca dengan cukup tanpa memberikan terlalu banyak informasi. Pembeberan terlalu banyak informasi terdengar seperti spoiler yang kejam. Dalam konteks mengarang, informasi hanya perlu disampaikan secukupnya sehingga mampu merangsang daya imajinasi pembacanya.

Sebagai contoh, mari kita lihat pendeskripsi latar tempat dari sudut pandang tokoh bernama Asuka:

Asuka masuk ke Ruang Kepala Klinik dengan membawa nampan berisi cangkir untuk empat orang. Selain Hiragi, ada dua orang lain yang duduk di sofa. Yang satu adalah seorang pria yang mengenakan kemeja rapi, umurnya sekitar empat puluh tahun. Auranya seperti pegawai restoran yang ada dimana-mana dengan tinggi badan rata-rata dan bentuk tubuh yang biasa saja. Di sebelah pria itu ada seorang wanita kurus. Wajahnya ditutupi kacamata hitam dan masker, sehingga tidak dapat diduga berapa umurnya, tetapi kalau dilihat dari auranya mungkin umurnya sama seperti pria tadi. (Real Face -- hal. 167)

Melalui deskripsi tersebut, kita mendapatkan informasi dari sudut pandang Asuka. Penjelasan mengenai latar tempat dan deskripsi tentang apa yang terjadi di sekitarnya tidak dapat terpisahkan. Ini menunjukkan pentingnya memberikan detail yang cukup untuk merangsang imajinasi pembaca.

Contoh lain yang dapat kita perhatikan adalah dalam novel klasik karangan Emile Zola yang berjudul "The Belly of Paris".

Di Pointe Saint-Eustache, para penjual roti dan pedagang anggur sedang melepaskan penutup jendela mereka; toko-toko berwarna merah, dengan lampu-lampu gas membara, tampak mencolok di tengah kegelapan. Florent melihat toko roti di sebelah kiri Rue Montorgueil dan merasa bisa mencium wangi roti hangat. Sudah jam setengah lima. (The Belly of Paris -- hal. 30).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun