Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Ayo Mulai Revolusi Karakter!

7 April 2017   21:41 Diperbarui: 7 April 2017   21:59 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wacana mengenai revolusi mental atau revolusi karakter menjadi salah satu hal yang penting untuk dicermati dan ditindaklanjuti dengan aksi. Perlunya melakukan revolusi terhadap karakter atau mental seluruh komponen bangsa menunjukkan betapa bobroknya moral masyarakat, mulai dari masyarakat kelas bawah sampai kelas atas, pengangguran sampai pejabat, generasi muda sampai generasi tua, bahkan dunia pendidikan pun mulai digerogoti oleh “virus” dekadensi moral. Bencana akhlak ini akan lebih dahsyat dibandingkan dengan bencana lainnya, sebab menyangkut langsung dunia dalam diri manusia yang mungkin saja akan sulit diluruskan kembali.

Hakikat Allah Swt. mengutus para nabi dan rasul adalah untuk meluruskan dan mendudukan manusia pada rel akhlak atau karakter yang diridai-Nya. Sebab, pada kodratnya manusia setiap manusia itu memiliki dua karakter yang seringkali saling bertentangan dalam diri, yakni karakter positif dan negatif, baik dan buruk. Bahkan seringkali manusia lebih cenderung mengikuti hawa nafsunya sehingga dirinya memiliki sifat atau karakter yang buruk. Allah Swt. telah menginsyaratkan dalam firman-Nya mengenai sifat atau karakter manusia, di antaranya manusia itu lemah, mudah terpedaya, lalai, seringkali bersedih hati, tergesa-gesa dalam bertindak, suka membantah, suka berlebih-lebihan, pelupa, suka berkeluh-kesah, kikir, suka kufur nikmat, suka bertindak zalim dan bodoh, menuruti prasangkanya, dan suka berangan-angan.

Manusia Mulia

Manusia dipandang mulia, baik di hadapan Allah Swt. maupun sesama manusia, bukan karena pangkat, kedudukan, dan hartanya yang melimpah, melainkan karena akhlak (karakter) dan derajat ketakwaannya. Untuk memiliki akhlak mulia, seseorang harus ditempa melalui proses ”belajar” di sepanjang hidupnya. Pada wilayah inilah pendidikan memiliki tugas yang sangat mulia, yakni untuk memanusiakan manusia agar memiliki akhlak mulia. Akan tetapi, ketika sektor pendidikan dirusak oleh kepentingan-kepentingan politik, ideologi, atau ekonomi maka semakin seriuslah bencana akhlak itu. Bagaimana mungkin generasi muda kita berakhlak mulia atau memiliki karakter yang baik jika ”penjahat-penjahat” yang ingin merusakkan akhlak menyusup dalam sektor pendidikan. Mereka mengubah sistem pendidikan dan bahkan mengacak-ngacak pola pendidikan yang selama ini sudah dijalankan dengan baik.

Aristoteles menyatakan bahwa pendidikan merupakan upaya menyiapkan akal untuk pengajaran, sebagaimana menyiapkan tanah tempat persemaian benih. Dalam diri manusia terdapat dua kekuatan, yakni pemikiran kemanusiaan dan syahwat hewani. Pendidikan itu merupakan alat yang dapat membina kekuatan pertama untuk menjinak­kan kekuatan yang kedua. Jika yang terjadi sebaliknya, maka proses pendidikan itu menjadi sia-sia dan gagal.

Menurut teori moral Aristoteles (Al-Ghazali, 2001), setiap orang harus mengetahui aturan mana yang wajib diikuti dan juga mampu mengendalikan nafsunya untuk mematuhi aturan tersebut. Akan tetapi, untuk mengetahui kebenaran kaidah ini, karakter manusia harus ditingkatkan terlebih dahulu, mengingat manusia tidak dilahirkan dengan sifat bawaan yang baik. Karakter yang baik pada diri manusia harus ditanamkan melalui pendidikan dan latihan yang serius dan berkelanjutan.

Untuk membedakan sifat yang baik dan jahat, Aristoteles menggunakan analogi medis. Analogi medis yang dimaksud adalah keseimbangan dalam diri seseorang sehingga menjadi pribadi yang sehat, baik secara fisik maupun psikis. Ketika penyakit datang menyerang tubuh, maka keseimbangan akan terganggu yang akhirnya tubuh kita sakit. Oleh karena itu, manakala kita sudah merasakan adanya ketidakseimbangan dalam akhlak atau karakter bangsa saat ini, kita harus segera menemukan ”virus penyakitnya” agar dapat melakukan treatment atau pengobatan yang tepat.

Hakikat Akhlak/ Karakter

Banyak orang yang berpendapat mengenai hakikat akhlak yang baik dan apa saja yang digolongkan ke dalam pengertian akhlak yang baik. Namun, sesunguhnya mereka bukan membicarakan hakikat akhlak, melainkan buah yang dihasilkannya. Misalnya, Al-Hasan mengemukakan bahwa akhlak yang baik adalah wajah yang berseri-seri, kemurahan hati, dan menahan diri dari perbuatan yang menyakiti orang lain. Pernyataan tersebut adalah buah dari akhlak yang baik.

Menurut Al-Ghazali (2001: 84-85), hakikat akhlak terletak pada dua hal, yakni paras (khalq) atau lahir dan watak (khuluq) atau batin. Jadi, kebaikan akhlak tercermin dari lahir (jasmani) yang dapat dijangkau oleh penglihatan dan batin (ruhani) yang hanya bisa dijangkau pleh mata batin. Dengan demikian, watak adalah kondisi yang mapan dari jiwa yang dari perbuatan-perbuatan itu muncul dengan mudah tanpa perlu pemikiran atau pertimbangan. Jika kondisi ini menjadi sumber munculnya perbuatan-perbuatan yang baik dan teruji, ia disebut akhlak yang baik. Jika yang muncul darinya perbuatan-perbuatan yang buruk, ia disebut akhlak yang buruk.

Gerakan Revolusioner

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun