Mohon tunggu...
Gerry Gratias
Gerry Gratias Mohon Tunggu... Karyawan Swasta II Penikmat Jogja -

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

(Kapan) Wisata Desa dengan Bus Kota

7 November 2018   18:30 Diperbarui: 7 November 2018   18:32 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://studipariwisata.com

Masih jelas diingatan ajakan simbah kakung ternyata menjadi pengalaman tak terlupakan. Waktu itu hari Minggu, anak berumur delapan duduk paling depan didalam bus tingkat. Pemandangan kanan kiri begitu mengundang dimata. Memang belum semacet sekarang, namun masih terkesan ketika melintas jalan-jalan yang dulu dilewati. Sayang, tak ada bus tingkat di Jogja. Dapat dimengerti, kondisi jalannya menjadi alasan utama. Tetapi ada yang dapat dibayangkan juga ada di Jogja. Ya! situasi dan tawaran manja tentang pariwisata!

Baik peninggalan budaya lampau, alam, gunung dan laut semua lengkap tersaji dikota ini. Selain sebagai kota pelajar, Jogja juga populer sebagai ikon wisata. Hampir tidak pernah ditemui kota ini surut penikmatnya dari waktu ke waktu. Seperti yang menjadi dekorasi kaos yang banyak dijual pelapak sepanjang Malioboro, Jogja never ending asia!

Kerap kita jumpai pula baliho hingga papan-papan menarik tentang desa wisata di Jogja. Mulai dari lereng Gunung Merapi, ke arah selatan hingga deretan Pantai Parangtritis - Parangkusumo. Sepanjang jalan Gunung Kidul sampai Kulon Progo, kian tahun kian padat kita temui tagline desa wisata. Hasil alam, olahan lokal hingga hamparan pemandangan alam yang fantastik menjadi prospek menarik para turis baik mancanegara maupun domestik. 

Seorang Bambang Soepijanto telah makan asam garam berada disekitar desa-desa tersebut. Kulon Progo dan Gunung Kidul dekat dengan beliau sejak awal 80an. Lanskap sejuk dimata merupakan andilnya ketika buah reboisasi dan tata kelola hutan dapat kita petik - nikmati sekarang ini. Bersama masyarakat, menjadi kolaborasi produktif sehingga desa wisata menjadi bagian serba-serbi Yogyakarta.

Menyitir konsep tentang Smart Village, infrastruktur menjadi salah satu substansi penting demi menjadikan desa selalu melangkah maju. Pada konteks pariwisata, dapat dilihat dari kondisi jalan menuju lokasi serta didalam wilayah desa itu sendiri. Mungkin telah banyak sektor privat yang mengakomodir kebutuhan transportasinya. Lantas bagi sektor publik, sudah cukupkah pemerintah berpikir untuk mengantar para pelancong menuju desa-desa tersebut? Sepertinya fokus ini masih luput dari prioritas DPD D.I. Yogyakarta maupun pemerintah terkait.

Inventaris Desa akan kebutuhan transportasi masih banyak sebatas motor - mobil desa maupun ambulans. Itu pun untuk keperluan warga desa yang membutuhkan dan ingin keluar dari rumah mereka menuju tujuan tertentu. Kemudian bagaimana bagi mereka, terutama para rombongan yang tertarik pada tujuan-tujuan desa wisata? Sedangkan transportasi massal Transjogja "baru" dapat menjangkau wisata strategis yang telah ada terdahulu macam Prambanan dan Malioboro. Para penyedia jasa tour and travel juga terdengar minim menempatkan desa wisata berada dalam list kunjungan wisatawan.

Melihat situasi demikian, bus kota dapat menjadi solusi yang signifikan. Bayangkan jika sekali berangkat 20 sampai 60 orang terangkut, akan terjadi konsumsi pariwisata yang massif. Semestinya ini menjadi paket komplit saat gagasan tentang desa wisata diangkat pihak-pihak terkait. Sehingga kesan tentang Jogja bukan garis imajiner antara Merapi, Tugu, Malioboro, alun-alun dan keraton "semata". 

Jadi, kapan kita naik bus kota keliling desa-desa?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun