Pemerintah Perancis juga semakin ketat dalam membuat kebijakan terhadap imigran. Pada awal Juni lalu, Perancis baru saja terlibat konflik dengan Italia karena kedua negara sama-sama ngotot tidak mau membuka pelabuhannya bagi kapal Aquarius milik LSM kemanusiaan yang membawa para imigran berstatus pengungsi dari Afrika. Ini sangat menyedihkan karena kapal lalu terombang-ambing di Laut Tengah tanpa kepastian selama berhari-hari dan terancam tenggelam jika cuaca buruk datang.
Sangat mudah bagi kita untuk menemukan di internet berbagai cerita memilukan tentang perlakuan buruk yang diterima oleh para imigran di Perancis dan Inggris. Kata-kata seperti "Go home to your country!", "Leave this country or you die!"Â atau hinaan-hinaan lain yang menyerang identitas ras berulangkali didengar oleh para imigran, bahkan oleh anak cucu mereka yang sebenarnya tidak punya tempat lain untuk pulang karena Perancis dan Inggris adalah tanah kelahirannya.
Narasi bahwa para keturunan imigran ini punya andil besar dalam mengangkat martabat bangsa secara internasional dan menghadirkan kebanggaan di dalam negeri dengan prestasi di Piala Dunia 2018 kini perlahan memenuhi media-media. Masyarakat secara tidak langsung dibuat sadar dan teredukasi dengan pemahaman tersebut. Rasa toleransi dan solidaritas sebagai sesama anak bangsa pun diharapkan muncul.
Walaupun terkesan utopis, namun tidak ada salahnya bagi kita untuk berharap bahwa kesuksesan Perancis dan Inggris di Piala Dunia 2018 ini akan punya dampak pada isu imigran. Semoga saja aksi-aksi rasisme dan sentimen pada para imigran di Perancis dan Inggris dapat perlahan berkurang. Demikian juga kebijakan-kebijakan pemerintah menyangkut arus masuknya imigran juga lebih manusiawi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H