Mohon tunggu...
Gentur Adiutama
Gentur Adiutama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Pecinta bulutangkis dan pengagum kebudayaan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Ironi Dua Tim Anak Imigran di Piala Dunia 2018

12 Juli 2018   11:32 Diperbarui: 12 Juli 2018   20:58 2724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim nasional Perancis dan Inggris di Piala Dunia 2018. Foto: Reuters.

Akhirnya Perancis dan Inggris bernasib berbeda di Piala Dunia 2018 ini. Pada babak semifinal, Perancis mengalahkan tim penuh talenta Belgia dengan skor tipis 1-0. Sedangkan perjalanan Inggris dihentikan oleh tim kuda hitam Kroasia di semifinal dengan kekalahan 1-2 setelah masa perpanjangan waktu.

Di Stadion Luzhniki Moskow besok Minggu, Perancis akan bertanding untuk meraih gelar juara dunia yang kedua. Satu-satunya titel kampiun yang pernah mereka genggam sejauh ini adalah saat tampil di kandang sebagai tuan rumah yaitu tahun 1998. Partai final menghadapi Kroasia itu sendiri adalah ulangan semifinal Piala Dunia 1998 yang dulu dimenangkan Perancis.

Sementara Inggris akan berebut 'hadiah hiburan' melawan Belgia dalam pertandingan third-place play-off yang akan digelar di Stadion Saint Petersburg besok Sabtu. Walau kalah di babak semifinal, namun langkah Inggris hingga babak semifinal ini sudah merupakan kemajuan pesat dibandingkan pencapaian mereka dalam edisi-edisi Piala Dunia sebelumnya. Mereka kalah namun tetap menuai pujian dan simpati publik.

Tim Inggris, kalah di babak semifinal namun tetap dipuji. Foto: standard.co.uk
Tim Inggris, kalah di babak semifinal namun tetap dipuji. Foto: standard.co.uk
Kehadiran Perancis dan Inggris hingga babak-babak akhir di Piala Dunia 2018 ini sebenarnya di luar dugaan banyak orang. Mereka tidak terlalu dijagokan saat sebelum turnamen dimulai. Negara-negara seperti Jerman, Brazil, Spanyol dan Argentina lebih diunggulkan oleh berbagai bursa taruhan dan judi bola seluruh dunia untuk mampu bermain hingga fase semifinal.

Catatan penampilan keduanya sama-sama baik. Perancis sangat hebat karena belum pernah kalah: lima kali menang dan satu kali seri. Inggris kalah satu kali yaitu dari Belgia di babak grup, lalu sukses mengakhiri kutukan sejarah tidak bisa menang adu penalti pada Piala Dunia saat mereka mengandaskan Kolombia di babak perdelapanfinal.

Sundulan kepala Samuel Umtiti di menit ke-51 pada babak semifinal menghadapi Belgia sukses membawa Perancis ke final Piala Dunia. Dengan sumringah ia merayakan golnya sambil sedikit menari sebelum dipeluk oleh para pemain Perancis lainnya. Pemain berusia 24 tahun ini memang dilahirkan di Kamerun, namun hati dan jiwanya terpatri untuk tim nasional (timnas) Perancis.

Sundulan kepala Samuel Umtiti di babak semifinal Piala Dunia 2018. Foto: Associated Press.
Sundulan kepala Samuel Umtiti di babak semifinal Piala Dunia 2018. Foto: Associated Press.
Cerita yang hampir sama juga terjadi pada Inggris. Raheem Sterling adalah salah satu pemain yang banyak diapresiasi atas perannya bagi timnas di Piala Dunia 2018 ini. Ia dilahirkan di kota Kingston, Jamaika dan baru pindah ke Inggris mengikuti orangtuanya saat anak-anak. Namun ia berulang kali mengatakan bahwa dirinya merasa lebih sebagai orang Inggris daripada orang Jamaika.

Oleh publik khususnya para warganet, Perancis dan Inggris diberi predikat sebagai "tim anak imigran" di Piala Dunia 2018. Hal ini karena skuad kedua negara Eropa itu diisi oleh mayoritas pemain keturunan dari negara lain dan bahkan beberapa diantaranya tidak dilahirkan di tanah Perancis atau Inggris. Mereka adalah anak dan cucu para imigran yang berpindah ke Perancis atau Inggris puluhan tahun yang lalu.

Perancis yang punya julukan Tim Ayam Jantan ini diperkuat oleh empat belas pemain keturunan Afrika. Di bawah mistar gawang ada Steve Mandanda (Kongo). Lalu ada Djibril Sidibe (Senegal), Samuel Umtiti (Kamerun), Presnel Kimpembe (Kongo), Adil Rami (Maroko) dan Benjamin Mendy (Senegal) di barisan pertahanan.

Para petarung lapangan tengah berdarah Afrika di timnas Perancis adalah Paul Pogba (Guinea), Corentin Tolisso (Togo), Blaise Matudi (Angola/Kongo), N'Golo Kante (Mali), Steven Nzonzi (Kongo), Nabil Fekir (Aljazair). Sedangkan di lini depan, ada Ousmane Dembele (Senegal/Mali/Mauritania) dan Kylian Mbappe (Kamerun).

Selain dari Afrika, masih ada lagi pemain tim Les Bleus yang berlatarbelakang non-Perancis lainnya. Ayah dari Raphael Varane berasal dari Martinique, teritori Perancis di Karibia. Lucas Hernandez memiliki darah Spanyol dari keluarga bapaknya. Sedangkan kedua orangtua Alphonse Areola mempunyai garis keturunan Filipina.

Skuad multiras di timnas Perancis saat ini. Foto: Reuters.
Skuad multiras di timnas Perancis saat ini. Foto: Reuters.
Tim The Three Lions Inggris juga dipenuhi oleh para pemain keturunan. Namun berbeda dengan koneksi Afrika yang kuat di Perancis, Inggris lebih kental dengan latar belakang Karibia. Pemain-pemain itu adalah Fabian Delph (Guyana), Danny Rose (Jamaika), Raheem Sterling (Jamaika), Ashley Young (Jamaika), Kyle Walker (Jamaika), Ruben Loftus-Cheek (Jamaika), Marcus Rashford (St. Kitts), Jesse Lingard (St. Vincent and the Grenadines). Mereka didukung oleh dua bintang Liga Premier Inggris dengan garis keturunan Afrika yaitu Dele Alli (Nigeria) dan Danny Welbeck (Ghana).

Kakek, nenek, ayah, dan/atau ibu dari para pemain keturunan Afrika, Karibia dan negara lain tersebut adalah imigran yang datang nun jauh dari benua di seberang lautan untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Perancis dan Inggris adalah dua negara Eropa yang terpandang akan kemapanannya sejak dulu kala.

Selain itu, ada juga kaitan sejarah yang kuat di antara mereka karena negara-negara tersebut berada dalam status koloni Perancis atau Inggris selama puluhan bahkan ratusan tahun. Negara-negara bekas jajahan Inggris bahkan sampai saat ini masih tergabung dalam organisasi persemakmuran atau yang disebut Commonwealth.

Koneksi Commonwealth yang sangat terasa di tim Inggris. Foto: FourFourTwo.
Koneksi Commonwealth yang sangat terasa di tim Inggris. Foto: FourFourTwo.
Beberapa puluh tahun yang lalu, kapal-kapal dari berbagai negara Afrika dan Karibia bersandar di pelabuhan-pelabuhan di Perancis dan Inggris membawa para imigran, terutama laki-laki usia produktif. Kedatangan mereka memang diatur secara sistematis karena imigran dibutuhkan untuk mengisi kekosongan tenaga kerja, khususnya di sektor informal. Kemudian, mereka menjadi warga negara Perancis atau Inggris, menetap, berumahtangga dan memiliki anak cucu.

Talenta yang dimiliki oleh anak-anak keturunan Afrika dan Karibia di Perancis dan Inggris ini sangatlah luar biasa. Oleh karena itu, pelatih kedua timnas tidak mungkin menutup mata untuk tidak memanggil mereka masuk dalam skuad di turnamen-turnamen internasional seperti Piala Dunia dan Piala Eropa dalam beberapa dasawarsa terakhir.

Kehadiran begitu banyak pemain keturunan di timnas Perancis dan Inggris pada Piala Dunia 2018 ini disyukuri oleh kedua pelatih kepala. Baik Didier Deschamps (Perancis) maupun Gareth Southgate (Inggris) selalu mengatakan bahwa skuad mereka adalah wujud dari keberagaman yang ada di negara mereka. Dalam wawancara dengan media Inggris, Southgate bahkan menyebut bahwa keberagaman ini adalah identitas Inggris yang harus dibanggakan oleh seluruh warga.

Gareth Southgate bersama para pemain tim Inggris. Foto: Skysports.
Gareth Southgate bersama para pemain tim Inggris. Foto: Skysports.
Namun benarkah warga Perancis dan Inggris sangat bangga akan keberagaman yang muncul dari eksistensi para imigran dan keturunannya di negara mereka? Di sinilah ironi itu muncul.

Ada celetukan usil yang bilang bahwa orang Perancis dan Inggris sejak dulu hanya menyukai bakat-bakat luar biasa di bidang olahraga yang dimiliki para anak-anak keturunan imigran. Tapi mereka tidak mau menerima sepenuhnya bahwa imigran-imigran itu masuk ke dalam lingkungan mereka dan menjadi bagian dari bangsa Perancis dan Inggris di era modern.

Mereka baru ingat dan mengakui kontribusi signifikan dari para keturunan imigran ketika Kylian Mbappe sudah mengoleksi tiga gol bagi Les Bleus atau di momen saat gol Dele Alli mengunci kemenangan Inggris atas Swedia sekaligus mengantarkan negara Ratu Elizabeth itu lolos ke semifinal Piala Dunia lagi sejak terakhir tahun 1990.

Ironi itu sangat terasa karena sentimen pada imigran semakin menguat dan sedang panas-panasnya di kedua negara tersebut beberapa tahun belakangan ini. Salah satu faktor yang membuat mayoritas masyarakat Inggris memilih Brexit atau keluar dari keanggotaan Uni Eropa tahun lalu disinyalir adalah karena ketidaksetujuan mereka pada kebijakan penerimaan imigran yang diterapkan oleh Uni Eropa. Laporan akan adanya ujaran kebencian dan tindakan rasis juga meningkat di kota-kota besar di Inggris pasca Brexit.

Aksi anti imigrasi di kota Newcastle, Inggris tahun lalu. Foto: mintpressnews.com.
Aksi anti imigrasi di kota Newcastle, Inggris tahun lalu. Foto: mintpressnews.com.
Demikian juga dengan Perancis yang masyarakatnya antipati pada kehadiran imigran karena menganggap mereka adalah biang dari kasus-kasus kriminalisme dan terorisme akhir-akhir ini. Memang harus diakui bahwa sejumlah pelaku kasus itu adalah oknum berlatar belakang dari keluarga imigran yang punya masalah kejiwaan atau berpaham radikal. Tapi melakukan generalisasi bahwa anak-anak imigran adalah kantong masalah sosial adalah suatu kekeliruan besar.

Pemerintah Perancis juga semakin ketat dalam membuat kebijakan terhadap imigran. Pada awal Juni lalu, Perancis baru saja terlibat konflik dengan Italia karena kedua negara sama-sama ngotot tidak mau membuka pelabuhannya bagi kapal Aquarius milik LSM kemanusiaan yang membawa para imigran berstatus pengungsi dari Afrika. Ini sangat menyedihkan karena kapal lalu terombang-ambing di Laut Tengah tanpa kepastian selama berhari-hari dan terancam tenggelam jika cuaca buruk datang.

Sangat mudah bagi kita untuk menemukan di internet berbagai cerita memilukan tentang perlakuan buruk yang diterima oleh para imigran di Perancis dan Inggris. Kata-kata seperti "Go home to your country!", "Leave this country or you die!" atau hinaan-hinaan lain yang menyerang identitas ras berulangkali didengar oleh para imigran, bahkan oleh anak cucu mereka yang sebenarnya tidak punya tempat lain untuk pulang karena Perancis dan Inggris adalah tanah kelahirannya.

Demonstrasi menentang kehadiran imigran di depan Istana Versailles. Foto: Getty Images.
Demonstrasi menentang kehadiran imigran di depan Istana Versailles. Foto: Getty Images.
Sepak terjang dua tim imigran yang masing-masing menorehkan rekor tersendiri di Piala Dunia ini mungkin tidak akan langsung menghilangkan semua pandangan atau perlakuan buruk yang diterima oleh imigran di Perancis dan Inggris. Namun setidaknya kontribusi Paul Pogba dan kawan-kawan bagi Perancis serta Jesse Lingard dan kawan-kawan untuk Inggris bisa membuka mata banyak orang di negaranya masing-masing.

Narasi bahwa para keturunan imigran ini punya andil besar dalam mengangkat martabat bangsa secara internasional dan menghadirkan kebanggaan di dalam negeri dengan prestasi di Piala Dunia 2018 kini perlahan memenuhi media-media. Masyarakat secara tidak langsung dibuat sadar dan teredukasi dengan pemahaman tersebut. Rasa toleransi dan solidaritas sebagai sesama anak bangsa pun diharapkan muncul.

Walaupun terkesan utopis, namun tidak ada salahnya bagi kita untuk berharap bahwa kesuksesan Perancis dan Inggris di Piala Dunia 2018 ini akan punya dampak pada isu imigran. Semoga saja aksi-aksi rasisme dan sentimen pada para imigran di Perancis dan Inggris dapat perlahan berkurang. Demikian juga kebijakan-kebijakan pemerintah menyangkut arus masuknya imigran juga lebih manusiawi.

Patut dinanti apakah tim anak imigran ini bisa menjuarai Piala Dunia 2018. Foto: footballplayerpro.com
Patut dinanti apakah tim anak imigran ini bisa menjuarai Piala Dunia 2018. Foto: footballplayerpro.com
Selamat bertanding di babak final untuk Perancis dan di perebutan juara ketiga untuk Inggris! Kita tunggu apakah perjalanan dua tim anak imigran ini bisa berakhir dengan manis. Untuk dua pertandingan pamungkas Piala Dunia 2018 akhir pekan besok, jangan nonton bola tanpa Kacang Garuda! Dengan ditemani Kacang Garuda, pasti pengalaman nonton bola akan makin menyenangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun