Kuliner dari Meksiko sudah bukan lagi hal yang asing bagi masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di kota-kota besar. Makanan seperti tacos, tortillas, nachos, chilaquiles dan quesadillas mudah ditemukan di menu yang ditawarkan oleh restoran-restoran di pusat perbelanjaan dan hotel. Bahkan, kita juga bisa menikmati makanan tersebut sebagai jajanan yang dijual di beberapa food truck di pinggir jalan.
Lalu bagaimana dengan kuliner Indonesia? Apakah masyarakat di Meksiko juga mengenal makanan yang sehari-hari biasa kita konsumsi di Tanah Air? Hal inilah yang mendorong keingintahuan penulis saat diberi kesempatan berkunjung ke Meksiko untuk suatu tugas pekerjaan di akhir bulan Februari lalu.
Berdasarkan informasi yang penulis dapat dari rekan-rekan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Mexico City, terdapat setidaknya dua rumah makan yang menjual masakan Indonesia di negara yang terkenal dengan produksi telenovela tersebut. Mereka adalah Dapur Indonesia - Cozumel di Cancun dan Warung Makan di Mexico City.
Karena penulis hanya tinggal di Mexico City selama bertugas di Meksiko, maka Warung Makan adalah destinasi kuliner Indonesia yang dituju. Tidak susah menemukannya karena rumah makan ini terletak di pinggir jalan besar yaitu Calle Puebla. Lokasinya juga tidak jauh dari Chapultepec yang merupakan kawasan atraksi wisata budaya seperti aneka museum dan galeri.
Suasana khas Indonesia sangat terasa kuat di Warung Makan. Dekorasi utamanya mengusung tema Bali dengan benda-benda seperti payung tradisional, kain prada, kain endek, kipas Bali, imitasi hiasan janur dan lukisan-lukisan penari Bali.Â
Selain itu, juga ada beberapa ornamen dari bagian Indonesia lainnya seperti topeng Jawa, kain batik, dan wayang golek Sunda. Di dinding sisi lainnya, dipasang banyak plakat dan piagam penghargaan yang telah diraih oleh chef dan rumah makan tersebut.
Dari hasil ngobrol-ngobrol bersama mereka, penulis mendapat banyak informasi dan langsung dibuat kagum pada upaya mereka turut memperkenalkan kuliner Indonesia di Meksiko. Rasanya tidak berlebihan bila kita menyebut mereka sebagai para diplomat gastronomi Indonesia.
Seiring dengan kesibukannya yang bertambah karena mulai fokus pada usaha impor produk-produk dari Indonesia seperti makanan, tekstil dan kerajinan, Eny pun memutuskan untuk mengurangi waktunya di Warung Makan dalam satu tahun terakhir. Kebetulan juga saat itu ia bertemu dengan pasangan suami-istri dari Ubud, Bali yaitu Wayan dan Dayu.
Wayan adalah bagian dari tim masak dengan pengalaman di beberapa kapal pesiar dan perhotelan di Bali sebelum pindah ke Meksiko bersama sang istri untuk mencari pengalaman dan peluang rezeki yang lebih luas. Dengan latar belakang itu, maka Eny pun memercayakan Warung Makan untuk dikelola oleh Wayan dan Dayu sejak tanggal 15 September 2017.
Di tangan Wayan dan Dayu, pilihan menu di Warung Makan bertambah banyak. Selain menu-menu andalan sebelumnya seperti Rendang dan Nasi Goreng, kini juga ada menu Nasi Campur Bali, Ayam Tempe Geprek, Sate, Plencing Kangkung dan lain-lain. Keberagaman menu dinilai akan semakin menarik minat orang Meksiko untuk datang dan bersantap di Warung Makan.
Wayan menilai bahwa cita rasa masakan Indonesia cocok di lidah orang Meksiko yang memang suka masakan pedas berbumbu rempah-rempah. Sementara untuk para ekspatriat Belanda, makanan Indonesia dianggap tidak asing karena banyak ditemukan di negara asal mereka.
Untuk mempertahankan pelanggan agar tetap datang, Wayan dan Dayu pun berinovasi dengan membuat aneka macam sambal. Mulai dari sambal kecap, sambal terasi, sambal kacang hingga sambal matah khas Bali. Sambal dari Indonesia ternyata disukai oleh orang Meksiko karena rasa pedasnya berbeda dengan sambal salsa yang mereka punya.
Warung Makan juga berkomitmen memberikan pelayanan yang membuat para tamu nyaman. Koneksi internet wifi di Warung Makan tergolong cepat dan bisa diakses oleh siapa saja dengan memasukkan password yang diinformasikan lewat tempelan di masing-masing meja. Sambil menikmati makanan Indonesia, para tamu juga akan dihibur dengan alunan musik khas Indonesia seperti musik rindik Bali, gending gamelan Jawa dan lagu-lagu tradisional lainnya.
Meskipun Eny, Wayan dan Dayu memiliki kemampuan berbahasa Spanyol yang baik, namun mereka tetap tidak ingin sampai ada kesalahan komunikasi dengan tamu-tamu dari warga lokal. Oleh karena itu, Eny mempekerjakan dua orang Meksiko sebagai pelayan. Mereka bisa membantu apabila ada istilah-istilah khusus yang susah disampaikan oleh Wayan dan Dayu saat menjelaskan makanan Indonesia yang sedang dipesan para tamu.
Jadi, jangan hanya orang Indonesia saja yang hobi makan tacos dan nachos. Orang Meksiko juga harus keranjingan makan rendang atau ayam geprek.
Salam diplomasi budaya Indonesia!