Mohon tunggu...
Gembel Bersuara
Gembel Bersuara Mohon Tunggu... Seniman - Penyair Pejalan

Pemikiran Ugal-Ugalan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kesalahpahaman terhadap Sosialisme dan Komunisme

13 Januari 2021   21:21 Diperbarui: 13 Januari 2021   21:31 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Oleh: Gembel Bersuara

Problem- problem yang sempat di address Marx dalam bukunya masih banyak sekali yang relevan.

Karena memang akar problemnya bukan terletak pada penyelewengan praksis sistem melainkan sistem itu sendiri.

Kita itu ibarat mengendarai pesawat dengan kemudi yang tidak bisa dikontrol atau mengendarai kapal yang bocor. Mengemudikan mobil yang setirnya cacat. Tapi pesawat keburu sudah lepas landas, kapal sudah keburu berlayar, mobil sudah keburu melaju. Sekarang yang dilakukan kapitalisme adalah berusaha menambal lubang di kapal-kapal tersebut. Kapal sudah berkali kali menabrak karang pada 1920, 1990, 2001, 2008. Marx tau pasti soal ini.

Dia memperingatkan dari awal, kapalnya bocor. Anda bawa banyak penumpang, tapi tetap mau berlayar, membahayakan banyak orang. Sebelum kapal karam, dan semua org menjadi egois karena ingin bertahan hidup, lebih baik kapal yang bocor itu diganti. Sebagian orang yang berduit tentu bisa menyewa pelampung. Tapi bagaimana dengan mereka yang tidak punya duit?

Tapi awak kapal tidak peduli. Ia terus saja fokus mengemudi, menghantam ombak, menerawang ke depan kira-kira kapan kapal sekali lagi akan menabrak karang. Kapal kemudian sekali lagi menabrak karang pada 2020. Kali ini diluar perkiraan kapten, karena rupanya lautan adalah medan dengan banyak variabel yang tak terduga.

Kalo semua manusia naturenya egois (statis dan ga berubah-ubah), seperti nature makan, minum, dan s3ks, maka manusia akan selalu mementingkan dirinya sendiri. Tapi pada realitanya tidak. 

Manusia tidak sehitam putih itu. Segala sesuatu tindakan egois dan tidak egois itu kondisional.

Teori Hobbes tentang homo homini lupus itu sudah dikritik dalam tradisi filsafat dalam banyak sisi. Salah satu kritikus awalnya misalnya Rosseau, yang justru bilang bahwa manusia itu nature nya baik. Tapi dia terkorupsi oleh masyarakat sehingga ia berlaku jahat dan mementingkan dirinya sendiri. Dalam kondisi yang aman dan perut kenyang, manusia sebenarnya tidak mau saling membunuh. Marx sama seperti nietzsche, melihat manusia dengan tidak sehitam putih itu. Makanya kondisional, kontekstual dan dinamis.

Jika masa depan adalah pengulangan masa lalu, ya pattern yang sama akan terjadi dimasa mendatang. Hal ini bisa terjadi, bisa tidak. Tetapi setidaknya, masyarakat bergerak ke arah yang progresif.

(Ketika perubahan itu terjadi).

Sama halnya perubahan dari feodal ke kapital, mungkin sejarah berulang, tapi sejarah 'berprogress'.  

Ada perkembangan, ada perluasan definisi atas kebebasan. Terlihat, poin penting dalam perubahan feodal ke kapital adalah adanya demokratisasi kekuasaan politik yang tadinya bersifat otoriter.

Perubahan kapital ke sosial akan menambah progresi baru: yaitu demokratisasi kekuasaan ekonomi dan politik dari yang tadinya otoriter. 

Jiwa "demokratisasi ekonomi" inilah yang diambil oleh American Economist Richard Wolff. Kemudian ini dituangkan dalam karya "Democracy at Work". Karena otoritarianisme masih eksis, yaitu dalam bilik-bilik kantor dan gedung-gedung perusahaan.

 Manusia dewasa pada masa kini umumnya menghabiskan "waking hours" atau waktu bangun tidur mereka di tempat kerja. Dari jam 9 hingga jam 5. Tetapi realitanya, ditempat kerja, mereka diperintah oleh atasan. Mereka tidak memiliki kebebasan tentang apa yang mereka kerjakan. Kalau mereka melawan, akan ada ancaman pecat. Mereka terpaksa mengejakan hal-hal yang tidak disukai atas perintah majikan. Padahal, mayoritas waktu kita habis di tempat kerja. 

Mungkin, sekarang kita punya kekuasaan politik, setiap suara dihargai. Tapi dalam urusan kerja, dalam waktu-waktu yang dihabiskan di kantor tidak demikian. Watak dan pola otoritarianisme itu di masa kini termanifestasi secara terselubung ke dalam bilik-bilik tempat kerja itu. Sadar tidak sadar. Karena bos punya kekuasaan ekonomi. Dulu ada konsentrasi kekuasaan politik di tangan raja. Maka rakyat jelata terpaksa menurut meski tak suka. Kini ada konsentrasi kekuasaan ekonomi di tangan bos-bos korporat. maka pekerja upahan terpaksa menurut meski mengalami depresi, bahkan bunuh diri (karojisatsu).

Yang terjadi sekarang adalah manusia terjerembab ke dalam lembah distraksi hedonis konsumtif, tenggelam dalam pusaran kebudayaan fake yang masif. Orang-orang ini, buruh-buruh kelas menengah dan kelas bawah harus disadarkan dulu, tentang kondisi mereka, tentang bagaimana sistem dan struktur bekerja. 

Tapi sebagaimana yang dikatakan oleh Marcuse dari frankrut school di dalam One Dimensional Man. Kapitalisme masa kini sudah mengintegrasikan elemen kritis negatif dalam masyarakat ke dalam tubuh sistemnya. Sehingga tidak ada daya anti tesis yg benar-benar signifikan lagi di dalam masyarakat. Disini ada benturan antara Leninisme dan Marxisme Ortodoks. Menurut Lenin, massa perlu dibantu disadarkan oleh cendikiawan-cendekiawan vanguard dan terus diasah nalar kritisnya terhadap tirani kapitalisme. Menurut Ortodoks, massa akan sadar dengan sendirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun