Mohon tunggu...
Gede Surya Marteda
Gede Surya Marteda Mohon Tunggu... Freelancer -

Mencari jati diri di belantara Hutan Jati. Berusaha semampunya untuk menjadi pribadi yang humoris.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

"Jangan Kebanyakan Belajar, Main Game Sana!"

23 Desember 2017   12:53 Diperbarui: 23 Desember 2017   13:01 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Standar orang tua di Indonesia masa depan adalah sebelum anak masuk TK, minimal sudah bisa last hit dan denying creep.

Anekdot ini jadi masuk akal kalau melihat di zaman sekarang investasi orang tua pada pendidikan anaknya banyak yang berakhir bodong. Biaya yang dikeluarkan untuk sekolah anaknya daripreschoolhingga tamat sarjana, ditambah les-les yang berjubel dan juga bimbel, tidak membuahkan hasil yang seperti yang dibayangkan, bahkan nggak sampai balik modal. Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan anak hingga sarjana hingga beberapa tahun kedepan diperkirakan mencapai 200 juta rupiah lebih. Kalau dipakai naik haji ini minimal bisa hidup dihormati sekampung.

Punya anak sarjana jaman sekarang tidak lagi jaminan jadi kaya dan hidup leyeh-leyeh di masa tua. Ijazah yang didapatkan tidak lagi menjadi kunci lepas dari masa depan yang luntang-lantung. Malah terdata sekitar 1 juta orang lebih yang menjadi korban sarjana tuna karya, alias penganguran, pemuda banyak nganggurnya. Pun bekerja, paling-paling penghasilan UMR yang sudah habis seminggu setelah gaji cair. Gimana mau bikin mama bangga kalau ternyata baju kotor masih cuci sendiri bukannya laundry?

Para orang tua juga nggak punya banyak opsi untuk investasi. Selai ke anak sendiri lalu mau coba kemana lagi? Mau buka bisnis kecil-kecilan, gengsi sama tetangga kalau dilihat jual gorengan. Mau ikut bisnis investasi bitcoin, wong whatsapp aja masih seringbroadcast sana-sini malah mau main bitcoin. Jadi selebgram, dunia maya sudah terlalu muak dengan ibu-ibu yoga, kecuali situ itu Sophia Mueller sama anaknya. Karena melihat umur, jelas tonggak perjuangan kudu diwariskan ke buah hati kita.

 Keadaan ini membuat orang tua mencari potensi lain yang bisa dikembangkan oleh buah hatinya yang katanya generasi milenial, digital native,dan golden generationtersebut. E-sport kian dilirik menjadi calon karir si buah hati. Kegiatan yang dulu menjadi musuh bersama para orang tua karena mengganggu waktu belajar anaknya, sekarang (mungkin) membuat para orang tua ngiler berjamaah. 

Bagaimana nggak, seorang pemain E-Sport profesional di permainan DOTA 2 itu bisa mendapatkan gaji sebesar Rp 4.500.000 sekali permainan liga, dengan total jumlah permainan sebanyak 28 sesi. Total pendapatan minimum 1 musim (kurang lebih 3 minggu) mencapai 100 juta rupiah. Belum lagi bila memenangkan kompetisi, hadiahnya bisa mencapai 20 juta dollar atau kalau dirupiahkan mencapai, yah pokoke banyaklah. Orang tua mana yang nggak mau anaknya sukses banyak uang dan bahagia(in orang tuanya)? 

Walaupun telat, untungnya orang Indonesia, yang telah diakui di seluruh dunia dikenal selalu punya cara, mulai menangkap sinyal-sinyal peluang ini. Salah satu sekolah di Jakarta sudah mulai menerapkan program khusus pengembangan E-Sport melihat potensi pasar orang tua yang tercerahkan akan mulai melirik profesi masa depan ini. Para orang tua jelas ( dengan dalih) mengedepankan bakat, minat, dan potensi buah hatinya siap untuk meregup kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Jadi, jangan kaget kalau nggak lama lagi kamu akan mendengar orang tuamu misah-misuh ketika kamu lagi belajar matematika atau fisika, padahal waktunya bisa digunakan untuk latihan narik creep ke hutan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun