Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pemilu 2024: Belajar dari Pilpres AS 2016, Kominfo Lakukan ini

25 Februari 2023   16:07 Diperbarui: 25 Februari 2023   16:08 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Kominfo.go.id

Dua hari setelah menggelar Rapat pleno Terbuka Pengundian dan Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon (paslon) Presiden dan Wakil Presiden (capres-cawapres) Pemilu 2019 pada 21 September 2017, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghelat Deklarasi Kampanye Damai yang dilaksanakan di silang Monas.

Deklarasi ini dinilai tepat. Pasalnya, saat itu suhu politik sudah memanas. Meningkatnya suhu politik ini juga tidak lepas dari konten-konten yang diunggah masing-masing pendukung kandidat.

Sejak era medsos, medan perang politik tak lagi sama. Masing-masing pihak yang berkompetisi berusaha semaksimal mungkin memanfaatkan media sosial. Di medan digital inilah terjadi perang opini dan informasi. Sayangnya,. media sosial juga menjadi alat untuk menyebarkan hoax.

Sialnya lagi, menurut laporan yang dikeluarkan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada November 2017, pengguna media sosial didominasi kelompok milenial. Akibatnya, kelompok ini juga terkena imbas dari persaingan sengit pemilu.

Mayoritas Masyarakat Indonesia Jadikan Medsos sebagai Sumber Informasi

Media sosial bukan sekadar sarana untuk berkomunikasi atau berbagi konten saja. Lewat medsos, pengguna juga mendapatkan informasi, termasuk informasi terkait politik dan pemilu.

Menurut survei yang dilaksanakan oleh Katadata Insight Center (KIC) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), sebanyak 73 persen masyarakat Indonesia mengakses informasi di media sosial. 

Sebanyak 59,7 persen mendapatkan informasi dari televisi. Sedangkan, menurut survei yang digelar pada 4-24 Oktober 2021 itu, hanya 26,7 persen responden yang menjadikan media berita online sebagai sumber informasinya.

Selanjutnya, situs resmi pemerintah 13,9 persen, media cetak dan radio masing-masing 4 persen. Dari 10.000 responden yang disurvei, sebanyak 1,2 persen mengaku tidak mengakses informasi sama sekali.

Jika melihat angkanya, pertanyaan dalam survei yang dilakukan di 34 provinsi ini bersifat multiple atau responden bisa memberikan lebih dari satu jawaban.

Bayangkan, jika pada 2022 jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapai 191 juta jiwa, berapa banyak anggota masyarakat yang terpengaruh oleh konten-konten media sosial. Dan berapa banyak yang terpengaruh oleh informasi-informasi sesat atau hoax.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun