Dengan demikian, ada dua fakta yang membuat publik mencurigai adanya ketidakberesan dalam proses hukum kasus kekerasan seksual SPI Batu. Pertama, tidak ditahannya terdakwa sekalipun dijatuhi dakwaan 15 tahun penjara. Kedua, tidak adanya hasil tes psikologi terdakwa.
Selain dua fakta di atas, menurut pengakuan korban kepada penulis, sikap majelis hakim dan jaksa yang menangani kasus ini justru memberatkan posisi korban. Bahkan membuat korban merasa ketakutan. Misalnya, majelis hakim mencecar alamat tinggal korban secara mendetail.
Namun, apapun itu, penjelasan Kak Seto sebagai ahli seharusnya membuat jaksa penuntut umum dan majelis hakim Pengadilan Negeri Malang lebih mencermati lagi kasus kekerasan seksual di SPI Batu, terutama keabaiannya dalam menyediakan data tes psikologi terdakwa.Â
Karena itulah, sudah semestinya Arist Merdeka Sirait berterima kasih kepada Kak Seto yang dalam penjelasannya sebagai ahli telah mengungkap adanya ketidakberesan pada proses hukum dalam kasus kekerasan seksual yang terjadi di SPI Batu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI